CARITAU JAKARTA – Ketentuan Pemerintah soal pembatasan impor kedelai disebut tak cocok dilakukan saat ini. Pasalnya, kebutuhan bahan baku tempe dan tahu ini belum dapat dipenuhi oleh petani lokal.
Menurut lembaga penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), pada akhirnya, pembatasan impor kedelai ini akan berdampak langsung pada kepentingan konsumen.
Baca Juga: Aliran Uang Dugaan Hasil Pemerasan yang Dilakukan SYL di Lingkup Kementan
“Pemerintah perlu memikirkan beban berat yang akan ditanggung konsumen dengan memberlakukan larangan terbatas impor kedelai. Banyak UMKM dan pedagang kecil yang membutuhkan kedelai sebagai bahan baku. Lalu banyak konsumen rumah tangga yang kebutuhan proteinnya didominasi oleh kedelai karena harganya yang terjangkau," kata Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Aditya Alta di Jakarta, Senin (28/3/2022).
Aditya menilai kenaikan harga kedelai karena naiknya harga kedelai dunia tidak hanya merugikan produsen tempe dan tahu, tetapi juga konsumen secara luas. Kedelai merupakan salah satu sumber protein yang harganya terjangkau bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.
CIPS mencatat produksi kedelai di Indonesia terus menurun dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini terlihat dari data USDA yang menunjukkan produksi kedelai di Indonesia dalam rentang waktu 2016-2020 mengalami penurunan dari 565 ribu ton pada 2016,kemudian 540 ribu ton pada 2017, sebanyak 520 ribu ton pada 2018, dan 480 ribu ton pada 2019 serta 475 ribu ton pada 2020. Jumlah ini hanya berkontribusi pada sekitar 20 persen kebutuhan nasional.
“Oleh karena itu, Indonesia masih membutuhkan impor kedelai untuk mengatasi kesenjangan kebutuhan tersebut. Belum lagi soal kualitas yang belum mampu dipenuhi kedelai domestik,” kata dia, sepertI dikutip dari Antara.
Selain permasalahan produksi, kualitas merupakan salah satu permasalahan komoditas kedelai di dalam negeri di mana produksi lokal cenderung memiliki ukuran yang kecil dan tidak seragam sehingga memiliki kekurangan dalam pembuatan tempe. Selain peningkatan produktivitas, peningkatan kualitas kedelai domestik akan membantu meningkatkan daya saing yang akan berdampak pada penyerapan.
Aditya merekomendasikan pemerintah untuk fokus pada kebutuhan konsumen dengan memastikan ketersediaan stok kedelai di pasar. Di saat yang bersamaan, pemerintah perlu menjalankan program intensifikasi, yang tidak membutuhkan lahan tanam tambahan, dengan memastikan akses petani kedelai kepada input pertanian, adopsi teknologi pertanian dan memperbaiki cara tanam yang disesuaikan dengan karakteristik lahan.
Kementerian Pertanian mengakui bahwa kualitas kedelai lokal perlu ditingkatkan dan distandarisasi lantaran bentuk dan tingkat kematangannya yang tidak seragam.
Direktur Aneka Kacang dan Umbi Kementan Yuris Tiyanto mengatakan pihaknya mulai memperbaiki standarisasi kualitas kedelai dan proses pascapanen, beriringan dengan peningkatan produksi target 1 juta ton untuk memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri.
Target produksi 1 juta ton kedelai dilakukan dengan penanaman pada 650 ribu hektare lahan di 14 provinsi Indonesia. Penanaman mulai dilakukan secara bertahap mulai Januari hingga Oktober 2022. (IRW)
Baca Juga: Harga Beras Naik, Mentan Amran Sulaiman Bilang Tunggu Panen Bulan Maret
aditya alta bahan baku tempe cips impor kedelai kementerian pertanian
Viral! Video Oknum Relawan Paslon Kotabaru 02 H Fa...
Cara Upgrade Skill Gaming dengan Samsung Galaxy A1...
Masuk Minggu Tenang, Pj Teguh Pastikan Jakarta Ber...
Cawagub 02 Fatmawati Dua Bulan Keliling 24 Kabupat...
Kampanye Akbar 02 Andalan Hati, Panglima Dozer: Su...