CARITAU JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkap temuan sebanyak 56 mantan narapidana masuk dalam Daftar Calon Tetap (DCT) Calon Anggota Legislatif (Caleg) dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) yang bakal maju di kontestasi Pileg 2024.
Peneliti ICW, Kurnia Ramdhana menuturkan, dari total keseluruhan DPT Caleg DPR RI, pihaknya telah menemukan terdapat 56 mantan napi yang akan itu terlibat dalam kontestasi Pileg 2024 mendatang.
Baca Juga: Pemungutan Suara Ulang Pemilu 2024 di Bandar Lampung
Berdasarkan hasil temuan itu, Kurnia juga turut mewanti-wanti masyarkat agar tetap cerdas untuk memilih calon pemimpin dimasa yang akan datang. Dalam hal ini menurutnya, terdapat lima poin yang harus menjadi sebuah catatan penting sebagai bentuk kritik oto kritik terhadap partai politik peserta pemilu 2024 yang mengunsung mantan napi di Pileg 2024.
Dirinya menuturkan, poin pertama, yakni partai politik sebagai kendaraan menuju kekuasaan telah melawan kehendak mayoritas masyarakat.
Merujuk survei Litbang Kompas yang dilansir pada pertengahan Desember tahun 2022 lalu, tak kurang 90 persen lebih masyarakat tidak menghendaki mantan terpidana korupsi mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif.
"Bukannya mendengar aspirasi itu, partai politik malah tetap bersikukuh menerima pendaftaran dan mencalonkan mantan terpidana korupsi," kata Kurnia dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (7/11/2023).
Ia mengatakan, pada poin kedua, bahwa saat ini partai politik dinilai cenderung cukup pragmatis dalam memilih figur yang akan dicalonkan sebagai calon anggota legislatif.
Kurnia menilai, sikap pragmatis parpol itu dapat terlihat berdasarkan logika, lantaran sebagian besar para Caleg mantan terpidana itu sebelum nya pernah terjerat kasus korupsi saat diberikan amanah menjadi pejabat publik.
Berdasarkan hal itu Kurnia juga menilai, bahwa fenomena ramai-ramai mantan narapidana ikut ramaikan Pileg 2024, merupakan bentuk sikap dari partai politik yang selama ini beranggapan dengan menggaet mantan terpidana korupsi, maka dapat meningkatkan perolehan suara berdasarkan konstituen mereka sebelumnya.
Menurut Kurnia, penilaian parpol mengenai hal itu merupakan hal yang keliru dan juga telah mencerminkan proses kaderisasi diinternal tidak berjalan dengan baik dan berintegritas.
"Model pemikiran semacam ini mencerminkan ketiadaan kaderisasi di internal partai," ujarnya.
Pada poin ketiga, lanjut Kurnia, sejauh ini partai politik ditenggarai masih beranggapan bahwa masyarakat masih dapat menerima mengenai pencalonan mantan terpidana korupsi pada pemilu mendatang.
Diketahui sebelumya, partai politik peserta pemilu selalu berdalih bahwa sejak munculnya isu ramai-ramai mantan narapidana nyaleg di Pileg 2024 dikembalikan kepada masyarakat apabila tidak setuju dengan majunya para caleg mantan terpidana, sebaiknya jangan dipilih.
"Alasan itu sebenarnya sudah tidak relevan lagi diucapkan. Sebab, Mahkamah Konstitusi melalui putusannya pada tahun 2007 telah menegaskan bahwa masyarakat tidak dapat begitu saja diminta untuk menentukan pilihan tanpa ada mekanisme penyaringan terlebih dahulu di internal partai, utamanya dalam hal integritas kandidat," ungkapnya.
Kurnia menilai pada poin selanjutnya, apabila nomor urut 1 dan 2 dalam pemilu itu dianggap calon prioritas, maka partai politik menilai keberadaan mantan terpidana korupsi penting pada kontestasi elektoral mendatang.
Temuan ICW, dari 56 mantan terpidana korupsi yang mencalonkan diri sebagai anggota DPRD dan DPR RI, 27 orang diantaranya mendapatkan nomor urut 1 dan 2. Hal ini menandakan bahwa partai politik masih memberikan “karpet merah" terhadap mantan narapidana nyaleg di Pemilu 2024.
"Bukan hanya mencalonkan, akan tetapi memberikan nomor unggulan kepada mantan terpidana korupsi," ujar Kurniam
Adapun pada poin kelima, menurut Kurnia, narasi keberpihakan pada pemberantasan korupsi yang selalu digunakan oleh seluruh partai politik terbukti hanya omong kosong.
Hal itu dapat dilihat, lanjut Kurnia melalui sikap Parpol sendiri yang sejauh ini malah terkesan memberikan karpet merah kepada mantan napi untuk menjadi Caleg di Pileg 2024. Adapun jika partai politik peserta pemilu memahami, kondisi pemberantasan korupsi di Indonesia, mestinya tidak mencalonkan mantan napi lantaran saat ini tingkat kasus korupsi berada pada titik yang mengkhawatirkan.
"Apalagi berkaitan dengan korupsi politik, di mana sebagian atau sekitar satu per tiga aktor yang dijerat oleh KPK dari 2004-2022 berasal dari klaster politik," terangnya.
"Permasalahan ini juga kerap mengantarkan partai politik menempati posisi paling rendah dalam survei tingkat kepercayaan masyarakat," pungkasnya. (GIB/DID)
Baca Juga: Ratusan Pemuda di Bone 'Adu Gagasan' dengan Andi Amar, Bahas UMKM hingga Kesetaraan Gender
icw caleg mantan napi mantan napi korupsi kaderisasi partai pileg 2024 pemilu 2024
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...