CARITAU JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Polri untuk transparan dan membuka dokumen pengadaan alat sadap mutakhir dengan metode ‘Zero Click’. Alat sadap bernama Pegasus tersebut diketahui produksi perusahaan teknologi Israel, NSO Group Technologies.
Sejumlah peneliti ICW bersama koalisi masyarakat sipil mendatangi Divisi Humas Polri, Jakarta, Senin (9/10/2023), dalam rangka mengajukan permintaan informasi terkait dengan dokumen pengadaan alat sadap Pegasus tersebut. Gabungan koalisi masyarakat tersebut khawatir adanya penggunaan alat tersebut dapat merusak demokrasi.
"ICW bersama sejumlah organisasi masyarakat sipil lain mengajukan permintaan informasi terkait dengan dokumen pengadaan sebuah sistem aplikasi yang dikenal Pegasus," kata Peneliti ICW Tibiko Zabar di Humas Polri.
Menurut Tibiko, permintaan tersebut berkaitan dengan temuan IndonesiaLeaks, bahwa Pegasus sudah beroperasi di Indonesia sejak 2018. Polri menjadi salah satu institusi penegak hukum yang menggunakan peralatan asal Israel tersebut.
Bahkan, kata dia, dari temuan IndonesiaLeaks, diduga Pegasus sudah digunakan saat Pemilu 2019 yang menargetkan sejumlah politisi.
"Karena itu, sebagai salah satu upaya masyarakat sipil untuk mendorong akuntabilitas dan bagian dari pertanggungjawaban kepolisian sebagai salah satu lembaga yang diketahui berdasarkan data dari Opentender.net yang ICW cek ikut mengadakan 'zero lick' sejak 2017-2018," tutur Tibiko.
Di menjelaskan, dari data situs Opentender.net yang dicek ICW, paket pengadaan Pegasus terlacak tahun 2017 dipesan untuk Polda Metro Jaya dengan nilai kontrak Rp98 miliar. Kemudian, di tahun 2018 kembali diadakan untuk pengembangan piranti dengan nilai kontrak Rp149 miliar.
Kedua paket pengadaan tersebut dimenangkan oleh PT Radika Karya Utama, yang berdasarkan penilaian dari website Opentender.net memiliki skor di atas 50 yang berarti memiliki potensi risiko kecurangan sedang.
Adanya kekhawatiran dimaksud di atas, seperti dlansir dari Antara, ICW dengan landasan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik serta Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2021, bahwa informasi yang diharap-nya seharusnya secara berkala dibuka, terkait dengan kontrak pengadaan.
"Karena itu. lewat mekanisme yang ada kami mengajukan informasi terkait dokumen pengadaan tersebut," ujar Tibiko.
Terkait ancaman merusak demokrasi, Tibiko menyebut, dilihat dari cara kerja alat Pegasus tersebut yang tidak menggunakan tautan atau dokumen, cukup menggunakan nomor ponsel target yang akan disadap. Kemudian, kejadian di luar negeri, merujuk dari laporan Citizen Lab, perangkat Pegasus pernah digunakan untuk operasi pembungkaman melawan demonstran di Thailand tahun 2020-2021, dikatakan 30 orang terinfeksi Pegasus.
"Sebetulnya kalau teman-teman ingat di kasus internasional ketika ada seorang jurnalis di Timur Tengah yang meninggal itu sebenarnya ada dugaan kuat di mata-matai lewat Pegasus," tutur Tibiko.
Kedatangan peneliti ICW dan koalisi masyarakat sipil di Divisi Humas Polri sambil membawa sejumlah poster berisi pesan-pesan, seperti ‘Waspada Pegasus Polri harus transparan’, "Pegasus mengancam demokrasi’ dan ‘Polri harus buka kontrak zero click intrusion system’.
Usai memberikan keterangan kepada wartawan, peneliti ICW dan koalisi masyarakat sipil diterima langsung Kepala Bagian Anev Biro Pengelolaan Data dan Dokumen Divisi Humas Polri Kombes Pol. Iroth Lauren Recky.
Kombes Pol. Iroth Lauren Recky menerima surat permintaan dokumentasi ICW ditandai dengan surat tanda terima tertanggal 9 Oktober 2023.
Menurut Tibiko, pihaknya memiliki waktu 14 hari untuk mendapatkan akses terhadap informasi tersebut, ICW bakal mengajukan keberatan dan sengketa informasi kepada Komisi Informasi Pusat.
"Ya kami tentu akan menggunakan mekanisme yang ada yaitu mengajukan keberatan. Bahkan jika ternyata juga masih belum mendapatkan respons ya bukan tidak mungkin kami bisa mengajukan sengketa informasi ke Komisi Informasi Pusat," kata Tibiko.
Sebagai informasi, Pakar perang dan konflik Timur Tengah Peter Beaumont menilai intelijen Israel yang menggunakan Spyware Pegasus gagal mendeteksi serangan Kelompok Militan Hamas pada Sabtu (7/10). (IRN)
Baca Juga: Dinilai Lebih Efektif, PBB Imbau Masyarakat Internasional Fokus Kirim Bantuan Gaza via Darat
Baca Juga: Sebanyak 15 Anak Gaza Meninggal Akibat Kurang Gizi
israel icw Alat Sadap Pegasus Spyware Pegasus IndoLeaks teknologi Penyadap Zero Click
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...