CARITAU JAKARTA - Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum dari Universitas Islam Negeri Jakarta (UIN Jakarta) Ahmad Tholabi Kharlie, menanggapi keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang telah mengabulkan gugatan Partai Prima dan memerintahkan KPU RI untuk menunda Pemilu hingga Juli 2025.
Tholabi menilai, keputusan Hakim PN Jakpus soal penundaan Pemilu itu tidak bisa dieksekusi lantaran disebabkan pokok perkara dalam kasus itu tidak bisa dikaitkan dengan proses tahapan pemilu yang hingga saat ini masih berlangsung.
Baca Juga: PKB Tepis Isu Cak Imin Maju Pilkada Jatim 2024
Tholabi mengungkapkan, meski secara normatif keputusan PN Jakpus tersebut harus dihormarti, namun pada pokok perkara yang diajukan Partai Prima itu sejatinya tidak dapat menghentikan proses sisa tahapan Pemilu yang tak lama lagi mulai masuk kedalam tahapan pendaftaran para Caleg dan juga Capres.
"Putusan PN Jakpus tersebut tidak bisa dieksekusi karena disebabkan pokok perkara terkait dengan perbuatan melanggar hukum (PMH) KPU, tidak bisa dikaitkan dengan tahapan pemilu yang telah berlangsung," katanya di Jakarta, Jumat (03/02/2023).
Tholabi menjelaskan, bahwa keputusan terkait Penundaan Pemilu yang ditetapkan oleh Hakim PN Jakpus tersebut bukan merupakan ranahnya melainkan ranah hukum ketatanegaraan dalam hal ini seharusnya yang memiliki kewenangan untuk mengujinya adalah Mahkamah Konstitusi (MK).
"Adapun urusan tahapan pelaksanaan Pemilu 2024 yang menjadi putusan PN Jakpus melampaui batas. Karena ini ranahnya hukum ketatanegaraan yang diatur oleh UUD 1945 dan aturan turunan lainnya," tutur Tholabi.
"Gugatan yang diajukan Partai Prima khususnya terkait dengan putusan yang memerintahkan KPU untuk menghentikan sisa tahapan Pemilu 2024 dan melaksanakan tahapan pemilu dari awal dalam kurun waktu 2 tahun, 4 bulan, 7 hari sejak putusan tersebut dibacakan, maka tak bisa dieksekusi," sambung Tholabi.
Kendati demikian, pria yang menjabat sebagai Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta ini juga tidak menampik soal dugaan perbuatan melawan hukum dalam aspek adminitrasi yang dilakukan KPU. Namun disisi lain, Tholabi juga menjelaskan, jika aspek dugaan pelanggaran hukum itu terbukti, maka keputusan yang harus ditetapkan Hakim PN Jakpus adalah pergantian kerugian atas perbuatan bukan menunda Pemilu.
“Namun, perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh penyelenggara administrasi negara lebih ke aspek pergantian kerugian yang dialami warga negara,” sebut Tholabi.
Disisi lain, Tholabi menambahkan, keputusan PN Jakpus atas penundaan Pemilu itu telah keluar batas dan tidak memiliki korelasi dengan pokok perkara keperdataan yang diuji melalui gugatan Partai Prima kepada KPU RI atas tidak lolosnya menjadi partai politik peserta pemilu 2024.
"Salah satu syarat utama penyelenggaraan pemilu dalam negara demokratis adalah fixed term, waktu yang berkala. Karena itu, dalam perspektif itu KPU harus melakukan banding atas putusan PN Pusat,” tandas Tholabi. (GIB/DID)
Baca Juga: Tolak Hasil Pilpres Curang
pakar hukum guru besar uin putusan pn jakpus tunda pemilu tak bisa dieksekusi pemilu 2024
Tradisi Plegung Sapi di Klaten
Menang Derby London Utara Lawan Spurs, Arsenal Jag...
Kerusakan Dampak Gempa Bumi Garut
Berduel Seru Lawan Marquez, Bagnaia Juarai MotoGP...
Bank DKI Kenalkan Jakarta Tourist Pass Kepada Tim...