CARITAU JAKARTA - NLR Indonesia melalui proyek suara untuk Indonesia bebas kusta (SUKA) bersama radio KBR menggelar kegiatan seminar dan media gatering dalam rangka melawan diskriminasi yang selama ini kerap kali terjadi terhadap orang dengan penyakit kusta.
Adapun kegiatan itu diselenggarakan dalam rangka untuk menyuarakan melawan arus disinformasi penyakit kusta kepada masyarakat yang sejauh ini belum massif teredukasi.
Baca Juga: Wujudkan Misi Dirikan Apotek di Seluruh Indonesia, Kimia Farma Bidik Layanan di Papua Pegunungan
Kegiatan tersebut dilaksanakan di Verse Lux Hotel, Wahid Hasyim, Jakarta, Jum'at (11/8/2023) dengan mengadirkan tiga narasumber yakni Paulan Aji Communication Officer NLR, Redaktur Pelaksana Detik Health, An Uyung Pramudiarja dan orang yang pernah mengalami kusta, Amirullah.
Paulan Aji mengungkapkan kegiatan seminar edukasi ini diselenggarakan oleh NLR indonesia yang merupakan yayasan nirlaba yang bekerja untuk mencegah ataupun menanggulangi orang dengan penyakit kusta.
Adapun dalam perjalananya, yayasan NLR Indonesia telah memiliki visi misi melanjutkan program-program pencegahan dan penanganan penyakit kusta yang dilakukan NLR internasional di Indonesia sejak 1978.
"Kami bekerja sama atau bermitra dengan siapa saja yang memiliki nilai, niat dan semangat yang sama dalam kerangka sistem dan budaya di Indonesia untuk mewujudkan Indonesia bebas dari kusta dan konsekuensinya," katanya.
Selain itu, NLR Indonesia dalam menjalankan program-program kerjanya juga memberikan perhatian khusus untuk pemenuhan hak anak dan kaum muda penyandang disabilitas akibat kusta dan disabilitas lainnya.
"Yayasan NLR Indonesia merupakan organisasi independen milik bangsa Indonesia dan merupakan anggota dari NLR Alliance di Belanda. Yayasan NLR Indonesia beraliansi dalam NLR Alliance bersama beberapa organisasi anggota dari 5 negara lainnya karena kami memiliki visi dan komitmen yang sama, yaitu Hingga Kita Bebas dari Kusta (Until No Leprosy Remains)," bebernya.
Kendati demikian, Paulan Aji berharap kedepan nya tidak ada lagi masyarakat yang melakukan tindakan diskriminasi terhadap orang pernah mengalami kusta (PMK).
Harapan itu akan di wujudkan melalui program kerja LNR yang telah bekerja sama dengan pihak perusahaan swasta yang konsen terhadap penyandang disabilitas akibat dari kusta.
"Tidak ada diskriminasi untuk mereka yang pernah mangalami kusta. Sejauh ini perusahaan swasta cukup baik menerima mereka yang mengalami penyakit kusta. Mereka banyak yang nggak tahu. Ketika mereka yang disabilitas saja, oh ini kusta. Biasanya mereka dijauhi, padahal itu mereka sudah berobat ke Puskesmas," ungkapnya.
"Ketika pasien ketika minum obat pertama kali, biasanya daya tularnya sudah agak turun. Kita mesti dapat menyemangati mereka, tidah usah khawatir dengan mereka, gak apa-apa ngobrol saja dengan mereka," sambung Paulan.
Menurut Paulan Aji, Stigma buruk masyarakat mengenai penyakit kusta mesti dihilangkan. Hal tersebut lantaran kusta bukan sebuah penyakit kutukan dan juga bukan penyakit yang tak bisa disembuhkan.
"Meski kuman Bakterium Lepra bisa menyebar melalui udara dan kontak langsung, tapi penularannya tak mudah. Butuh kontak dalam waktu lama, dominasi faktor genetik, serta dipengaruhi ketahanan tubuh," bebernya.
Kendati demikian, Paulan Aji menambahkan, kusta yang tak segera ditangani dapat berakibat pada kecacatan pada penderitanya. Oleh karena itu upaya pendeteksian dini harus dilakukan dengan harapa dapat tertangani sebelum kronis.
Adapun menurut Paula Aji, salah satu gejala awal yang harus diwaspadai yaitu adanya bercak putih mirip panu, tapi tidak terasa saat disentuh atau dicubit.
"Jika tertular, jadi bercak-bercak itu baru kita tahu selama lima tahun, cukup lama. Tertular itu butuh kontak dengan orang tertentu. Kusta itu bisa sembuh meski sampai saat ini belum ada vaksin nya, tapi ada obatnya. Kusta sangat sulit menular, akan tetapi tergantung dari pada kondisi tubuh kita," jelasnya.
"Biasanya orang kena kusta itu, mentalnya agak hancur, maka dari itu diharapkan kepada mereka tidak didiskriminasikan. Kusta itu buka kutukan, buka aib, tapi itu karena kuman," imbuhnya.
Sementara itu, Redaktur Pelaksana (Redpel) Detik Health, An Uyung Pramudiarja menilai bahwa keterlibatan media sangat efektif dalam melakukan edukasi terkait penyakit kusta di masyarakat. Apalagi, kata dia, berita soal kusta ini sangat sensintif.
"Penulisan berita soal kusta itu sensitif. Isu kesehatan lebih spesifik, kita selalu berhadapan langusung dengan masyarakat. Jika salah dalam penulisan akan berdampak pula pada pelayanan kesehatan di masyarakat," katanya.
Wartawan yang ditugaskan untuk meliput soal kesehatan itu, lanjut dia, memang perlu training dulu sebelum diterjunkan kelapangan. "Alangkah bagusnya memang orang paham soal kesehatan menulis atau meliput kesehatan juga. Mohon dihindari penulisan "penderita kusta", terus dicatat sebagai disabilitas penyakit kusta," jelasnya.
Mereka yang setiap hari bertugas untuk membantu menginformasikan berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat, juga harus paham tentang kusta sehingga mampu memberikan informasi yang tepat dalam menangani permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat, khususnya dalam isu kesehatan.
Kusta merupakan penyakit menular yang penularannya tidak mudah. Penyakit ini masuk dalam kategori penyakit tropis terabaikan /NTD (neglected tropical desease) karena sudah ada sejak tahun 1400 sebelum masehi dan masih mengintai masyarakat hingga saat ini. Penyakit kusta dan konsekuensinya masih menjadi tantangan bersama dalam mencapai status eliminasi.
Hal ini seperti yang dilami oleh Amirullah, orang yang pernah mengalami kusta (PMK). Amirullah dalam kesempatan diskusi itu mengaku bahwa ia mengalami kusta pada akhir tahun 2009 lalu.
"Saya mengalami kusta itu diakhir tahun 2009. Saat itu saya memberanikan diri memeriksa kondisi saya di Puskemas terdekat. Atas dorongan istri juga sih sebenarnya. Saya datang ke sebuah Puskesmas di Cipinang Muara. Saat itu saya langsung ditetapkan oleh dokter bahwa saya positif kusta," ungkapnya.
Dikatakannya bahwa, gejala kusta dialaminya itu terlibat bercak-bercak di bagian tubuhnya. "Saya tidak tahu itu dari mana. Karena sejak saya lulus kuliah itu, saya kerja dilapangan terus ya, saya kurir. Perawatan diri saya saat itu kurang, mandi, jarang, pakaian lama yang tidak bersih saya masih pakai lagi. Bercak-bercak itu awalnya di paha saya, ada ditangan. Awalnya itu kecil lama kelamaan membesar," jelasnya.
Menurut Amirullah, bahwa kusta tidak saja merupakan penyakit yang menyerang tubuh, namun bisa menggoyahkan mental mereka yang terinfeksi. "Kita sudah paham bahwa kusta ini ekstrim ya. Saat itu saya merasa dunia ini runtuh, saya down saat itu, saya merasa hancur, dunia terasa hancur. Bahkan orang tua saya juga kaget, tapi karena keluarga membantu dengan support mengobatinya. Alhamdulillah saya bisa sembuh," katanya.
"Saya melakukan cek lab disebuah rumah sakit nasional, alhamdulillah saya dinyatakan sembuh saat itu. Namun saya merasa sulit membangkitkan kepercayaan diri saya. Akan tetapi yang bikin saya bersyukur adalah keluarga saya hingga saat ini tidak terkena kusta. Saya meyakini dengan perawatan diri, kita bersih, insyaallah kita bisa terbebas dari kusta," tandas Amirullah. (GIB/DID)
Baca Juga: Pj Heru Apresiasi Layanan TBC Resisten Obat dan Kemoterapi di RSUD Koja
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...