CARITAU JAKARTA – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tengah galau. Begitu deklarasi Capres Anies Baswedan dan Cawapres Muhaimin Iskandar di Surabaya pada Sabtu 2 September 2023, mereka yang sebelumnya bulat mendukung Anies tiba-tiba bersikap ‘wait and see’ atas koalisi baru yang dibentuk Partai NasDem dan Partai Kebangkitan Bangsa.
Kegalauan PKS diawali ketika mereka secara mendadak batal hadir pada deklarasi Anies-Muhaimin. Juru Bicara PKS Ahmad Mabruri segera menyebarkan pesan kepada wartawan bahwa partainya akan menggelar konferensi pers pada Sabtu sore yang disampaikan Presiden PKS Ahmad Syaikhu.
Baca Juga: Prabowo Silaturahim Dengan Pasukan Merah TBBR
Informasi tersebut cukup mengagetkan karena sebelumnya Ketua DPP PKS Al Muzammil Yusuf terlanjur mengatakan kepada wartawan, bahwa Syaikhu dan para petinggi PKS akan hadir di Surabaya. Mereka akan ikut mendeklarasikan Anies-Muhaimin bersama NasDem dan PKB di Hotel Majapahit.
Perubahan sikap PKS berlanjut ketika mereka memutuskan tak menghadiri rapat perdana bersama NasDem dan PKB di Nasdem Tower, Menteng, Jakarta, Rabu (6/9/2023). Sehari berikutnya, logo PKS juga tak muncul dalam baliho acara istighotsah dan Doa Bersama untuk Anies dan Cak Imin di Pulo Gadung, Jakarta Timur.
Kegalauan berlanjut pada Apel Siaga PKS di Palembang, Sumatera Selatan, Minggu (10/9/2023), karena Anies Baswedan diajak sementara Muhaimin tidak.
Sikap PKS itu, menurut pengamat politik Ujang Komarudin, terjadi karena PKS sedang galau karena koalisinya bersama Partai NasDem dan Partai Demokrat sudah bubar.
“Saya sih melihatnya, PKS dalam posisi galau untuk menentukan ke mana arah dukungannya? Karena kita lihat dukungan PKS ke Anies kan belum dicabut. Sesuai Musyawarah Majelis Syuro, mereka masih mengusung Anies sebagai capres. Jadi sampai hari ini sebenarnya masih mengusung Anies sebagai capres, tetapi secara formal belum berkoalisi dengan NasDem dan PKB,” kata Ujang kepada caritau.com, Sabtu (9/9/2023).
Meski belum menentukan secara pasti arah politik, Ujang memprediksi PKS akan tetap mengusung Anies karena selama 5-6 tahun terakhir, partai mereka sangat identik dengan mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
“Kita tidak tahu nanti seperti apa keputusan Majelis Syuro PKS, apakah memang berkoalisi dengan NasDem-PKB atau membuat poros baru? Saya sih melihatnya, PKS akan tetap mengusung Anies karena Anies identik dengan PKS sejak Pilkada DKI 2017. Kemudian ketika Anies jadi Gubernur DKI, mereka memback-up habis, menjaga jika ada yang menyerang dan jadi benteng Anies. Jadi Anies itu identik dengan PKS. Makanya bisa jadi PKS akan tetap mengusung Anies sebagai capres bergabung dengan Nasdem dan PKB,” kata Ujang.
Kegalauan PKS, lanjut Ujang, tak lepas dari posisi mereka saat ini yang tidak lagi menjadi pengusung utama Anies. Jika bergabung dengan koalisi NasDem dan PKB, maka status PKS akan berubah menjadi hanya sekadar parpol pendukung atau follower NasDem dan PKB.
“Dia (PKS) ketinggalan kereta. Artinya koalisi utamanya NasDem dengan PKB dan mereka follower,” tandas Dosen Universitas Al Azhar tersebut.
Menurut Ujang, meninggalkan gerbong Anies juga bukanlah hal mudah buat PKS. Ada tiga alasan kenapa PKS tidak memilih membuat poros koalisi baru, misalnya dengan Partai Demokrat dan PPP.
Pertama, posisi PPP masih terkunci, buntut dari Surat Keputusan Penetapan Plt Ketum Margiono belum dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Kondisi itu membuat PPP harus merapat ke partai penguasa PDIP, jika ingin mengamankan diri. Itu artinya, tanpa PPP poros baru tidak bakal terbentuk karena tak mencukupi presidential treshold 20% suara
Kedua, kalau pun PPP nekad membentuk poros baru, peluangnya sangat berat dan sulit menang.
“Kenapa? Karena tidak ada calon presiden yang bisa dijual yang memiliki elektabilitas yang tinggi. Coba siapa? Karena capres yang punya elektabilitas tinggi saat ini hanya Prabowo, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan. Yang lain, seperti Sandiaga Uno dan AHY, itu hanya bagus posisinya sebagai cawapres. Jadi kalau tidak ada capres bagus untuk dijual dan tidak punya peluang menang, maka koalisi tersebut percuma karena akan kalah dan tumbang,” papar Ujang.
Ketiga, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) itu melihat, terkait capres dan cawapres, partai politik-partai politik sedang membangun konstruksi bahwa kalau ada kader atau ketum partai yang menjadi capres atau cawapres maka partainya akan terkerek elektabilitasnya. Parpolnya akan mendapatkan dampak elektoral atau efek ekor jas karena Pileg digelar serentak dengan Pilpres.
“Nah dalam konteks ini, sudah pasti PKS akan berkalkulasi kalau berkoalisi dengan PPP. Apakah akan dapat dampak elektoral atau tidak?” imbuhnya.
Apalagi jika membuat poros baru pun, PKS hampir pasti tak akan mendapatkan posisi capres atau cawapres karena posisi tersebut akan diambil Sandiaga Uno dari PPP dan Agus Harumurti Yudhoyono (AHY) dari Demokrat.
Keputusan apakah PKS akan memberikan dukungan kepada Muhaimin Iskandar untuk menjadi cawapres Anies Baswedan memang baru akan ditentukan melalui sidang Majelis Syuro PKS. Meski begitu, Cak Imin selaku Ketum PKB berharap agar PKS tetap berada di barisan pendukung pasangan Anies-Cak Imin.
"Saya bersama Mas Anies Baswedan berharap PKS tetap menjadi salah satu pilar utama perekat persatuan bangsa dan menjadi pilar utama di Koalisi Perubahan," kata Cak Imin usai berziarah di makam Sunan Gunung Jati, Cirebon, Jawa Barat, Jumat (8/9/2023).
Selain itu, Cak Imin meyakini bahwa keberadaan PKS bisa semakin mempermudah mewujudkan cita-cita bersama untuk perubahan Indonesia lebih baik.
"Kami berharap keberadaan PKS bisa semakin memperkokoh semangat untuk terus menjaga persatuan antar-elemen bangsa, dan mewujudkan cita-`cita bersama untuk perubahan Indonesia lebih baik," imbuhnya.
Sementara itu, Anies Baswedan mengatakan bahwa hubungannya dengan PKS sudah terjalin sejak lama.
"Perjalanan kami dengan PKS ini sudah panjang sejak di Jakarta (gubernur) dan setelah di Jakarta. Jalan sama-sama. Agenda juga sama-sama," katanya.
Oleh sebab itu ia meyakini bahwa dukungan PKS secara resmi terhadap dirinya dan Cak Imin hanyalah persoalan waktu. Dia mengajak semua pihak menghormati prosedur yang harus ditempuh PKS, karena sesuatu yang diputuskan berdasarkan prosedur akan menghasilkan kenyamanan bagi semuanya.
“Kalau tidak mengikuti prosedur juga repot,” tandas Anies.
Catatan Pilpres menunjukkan, PKB dan PKS pernah berkoalisi pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun setelah itu keduanya berpisah jalan, PKB dan PKS berbeda kubu pada Pilpres 2014. PKB mendukung Jowo Widodo yang terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia periode 2014-2019. Sementara PKS yang mendukung Prabowo bersama koalisi besar antara lain Golkar dan PAN, kalah kompetisi dan memutuskan menjadi oposisi.
Namun menurut Cak Imin, di level Pilkada, kedua partai politik kerap terlibat kerja sama dan sukses memenangi puluhan pilkada di seluruh Indonesia.
"Kalau tidak salah, koalisi PKB dan PKS telah memenangkan 40 Pilkada di daerah, yakni 4 Pilgub, 36 Pilkada kabupaten dan kota," ungkap Cak Imin.
Pengalaman itu sudah cukup menjadi bukti bahwa PKB dan PKS bisa bekerja sama memenangkan pasangan Anies-Cak Imin di Pilpres 2024. Tak heran, kubu Koalisi Perubahan mengaku tak memiliki skenario pemenangan tanpa PKS.
"Sepengetahuan kami, PKS tetap istiqamah berada di jalur perubahan bersama Pak Anies dan kita tidak punya skenario tanpa PKS," ujar Juru Bicara Anies Baswedan, Sudirman Said di Kantor Sekretariat Perubahan, Jakarta, Jumat (8/9/2023).
Menurut Sudirman, kehadiran PKS sangat penting bukan saja soal suara Islam, tetapi lebih kepada penguatan basis suara.
“Dari segi kewilayahan, kalau bicara Jawa, PKS sangat kuat di Jawa Barat, Banten dan Jakarta. Sementara NasDem sangat kuat di luar Jawa,” ucapnya.
Sudirman menambahkan, sebelum bergabungnya PKB dan penunjukan Cak Imin sebagai cawapres, Koalisi Perubahan mengakui ada basis suara yang kurang untuk memaksimalkan langkah pemenangan Anies.
Kekurangan itu, imbuh Sudirman, kemudian dijawab dengan bergabungnya PKB yang memiliki basis suara di Jawa Timur.
“Selama ini kita lemah di Jawa Timur dan Jawa Tengah, ternyata Allah memberi jalan hadirnya PKB yang kuat di dua wilayah itu,” pungkas Sudirman.
Meski harus menunggu keputusan Majelis Syuro, suara internal di PKS tampaknya banyak yang cenderung memberikan dukungan untuk pasangan Anies-Cak Imin. Dukungan tersebut antara lain diungkapkan Sekretaris Jenderal Aboe Bakar Alhabsyi.
Ia mengatakan, hadirnya pasangan Anies dan Muhaimin merupakan kabar baik untuk partainya.
“Karena kami pendekatannya positive thinking. Apapun yang terjadi, fi sara’I wa darra, kami ada di situ,” tuturnya dalam akun YouTube Refly Harun yang tayang pada Kamis (7/9/2023).
Sementara juru bicara PKS Ahmad Mabruri mengatakan, sampai saat ini partainya tetap mendukung capres Anies Baswedan, sementara dukungan untuk cawapres Muhaimin Iskandar masih menunggu Musyawarah Majelis Syura, yang kabarnya baru akan digelar setelah Muhaimin mengunjungi PKS untuk berdialog.
Suara kalangan internal PKS itu sejalan dengan pemikiran pengamat politik Ujang Komarudin, bahwa pilihan mendukung Anies-Muhaimin tetap keputusan terbaik buat mereka meskipun hanya sebagai follower.
Sebab faktanya PKS, kata Ujang, secara politik tidak punya pilihan untuk mendukung capres lain atau membuat koalisi baru.
“Itu langkah realistis yang bisa dibangun oleh PKS. Walaupun ketinggalan kereta dan jadi follower, mengusung Anies tetap jadi pilihan terbaik karena Anies identik dengan PKS selama 5-6 tahun terakhir ,” pungkas Ujang.
Jadi bagaimana kira-kira keputusan sidang Majleis Syuro PKS? Kita tunggu saja, apakah membuat pilihan ralistis mendukung Aniies-Cak Imin atau hengkang ke koalisi lain.(DIM/DID)
Baca Juga: Kampanye di Live TikTok
pks anies-muhaimin cari presiden pilpres 2024 anies baswedan
PMJAK Desak Bawaslu DKI Tindaklanjuti Soal Dana Ka...
Yuks Ramaikan Kampanye Akbar Andalan Hati di GOR S...
Masyarakat Bantaeng Sambut Kunjungan Andi Sudirman...
GKJ Pererat Hubungan dengan Warga Melalui Jumat Be...
Demi Kepentingan Kaum Betawi, RK dan Eki Pitung Se...