CARITAU JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyoroti Ikhwal agenda kegiatan proses pemutakhiran data pemilih yang sedang berjalan di Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI). Hal yang tengah disoroti Komnas HAM, salah satunya yakni, mengenai persoalan jumlah warga tanpa identitas (KTP) akan berpotensi kehilangan hak pilih dalam kontestasi pemilu 2024.
Wakil Ketua Komnas HAM, Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan, berdasarkan rekam data yang berhasil dihimpun, Komnas HAM menyebut bahwa masih terdapat sejumlah persoalan yang harus diselesaikan lantaran akan berdampak terhadap kerentanan hak pilih masyarakat.
Pria yang akrab disapa Pramono itu menyebut, salah satu yang harus menjadi fokus bagi pihak KPU RI yakni mendorong dan mempercepat pemutakhiran data masyarakat terutama bagi pemilih pemula, pemilih tanpa KTP, suku-suku pedalaman dan pekerja imigran.
"Hak memilih bagi warga negara tanpa identitas sangat rentan. Misalnya pemilih pemula, pemilih non KTP elektronik, suku-suku terasing dan juga PMI (Pekerja Migran Indonesia) tanpa identitas," kata Pramono dalam diskusi yang disiarkan akun YouTube Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri Kemendagri, dikutip Rabu (22/2/2023).
Pramono mengungkapkan, pemutakhiran data penting dilakukan KPU RI yakni sebagai upaya untuk mencegah permasalahan kerentanan warga tanpa hak pilih. Hal itu menurut, Pramono dapat dilihat dari pemilu sebelumnya, dimana masih banyak daerah yang warganya kehilangan hak pilihnya.
"Contoh di Pilgub Jambi 2020, dilaksanakan PSU (Pemungutan Suara Ulang) di 88 TPS. Hal itu karena pemilih non KTP elektronik yang telah dinyatakan Mahkamah Konstitusi (MK) tidak berhak memilih. Itu besar sekali," tutur Promono.
"Lalu Pemungutan Suara Ulang (PSU) jilid 2 TPS di Pilkada Labuhanbatu 2020, itu pemilih non KTP elektronik menggunakan KK sebagai pengganti KTP Elektronik, namun itu dinyatakan
MK tidak sah," sambung Pramono.
Selain itu, Pramono menjelaskan, bahwa juga ada permasalahan lain yang terjadi pada proses
penyelenggaraan Pemilu lalu. Misalnya, soal pemutakhiran data jumlah warga yang tinggal atau bekerja di luar negeri yang datanya tidak terakomodir dengan baik.
"Soal PMi, itu jumlah PMI di luar negeri sekitar 9 juta jiwa. Tapi data pemilih di luar negeri pada 2019 lalu cuma 2,05 juga Daftar Pemilih Tetap (DPT). Lalu sisanya kemana? Nah ini problem," terang Pramono.
Dalam keteranganya, Pramono menjelaskan, bahwa potensi masalah-masalah itu muncul lantaran kurang cermatnya pihak penyelenggara pemilu dalam melakukan rekam data identitas masyarakat. selain itu, menurut Pramono, soal masalah tersebut juga tidak terlepas dari kurang aktifnya Dirjen Dukcapil dalam melaksanakan tugas merekam identitas (KTP) masyarakat.
"Kemendagri perlu didorong mempercepat dan mempermudah perekaman KTP elektronik. Misal di beberapa Provinsi perekaman dibawah 80% itu harus dipercepat. Selain itu, KPU juga harus lebih keras dalam pemutakhiran data pemilih rentan," tegas Pramono.
Berdasarkan poin-poin tersebut, Pramono berharap KPU RI, Bawaslu RI dan Kemendagri dapat berkoordinasi dan bekerjasama untuk mengatasi problematika kerentanan hak pilih dengan melakukan pemutakhiran perekaman data identitas (KTP) masyarakat.
"KPU Bawaslu berkoordinasi dengan Kemendagri terkait identitas kependudukan warga negara yang sudah punya hak pilih tapi belum punya KTP elektronik belum punya perekaman. Koordinasi itu kata yang mudah diucapkan tapi sulit dipraktekan. Saya tahu karena saya bagian dari itu dulu," tandas Pramono. (GIB)/(IRN)
kpu bawaslu ktp. hak pilih ktp elektronik pemutakhiran data masyarakat data pemilih komnas ham pemilu 2024 pilpres 2024 cari presiden 2024
Bawaslu RI Gelar Media Gathering untuk Evaluasi Pe...
RDF Rorotan Segera Beroperasi di Jakarta, Olah 2.5...
DPRD DKI Jakarta Dukung PAM Jaya Tingkatkan Layana...
Karutan Makassar Perketat Pengawasan Penyalahgunaa...
Sekda Marullah Beri Penghargaan Siddhakarya Bagi 1...