CARITAU JAKARTA – Kepolisian Republik Indonesia (Polri) umumkan Fakta baru terkait peristiwa tewasnya ratusan supporter Aremania saat berlangsungnya laga antara Arema Malang vs Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur pada Sabtu (1/10/2022) lalu.
Dalam keterangannya, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo mengkonfirmasi hal tersebut.
Baca Juga: Jelang Satu Tahun Tragedi Kanjuruhan, Laga Arema vs PSS Diawali dengan Mengheningkan Cipta
Namun Dedi mengatakan, pihaknya belum dapat memastikan berapa jumlah pasti gas air mata kadaluarsa yang digunakan oleh anggota pada saat peristiwa Tragedi Kanjuruhan.
"Ya ada beberapa yang diketemukan ya. Yang tahun 2021, ada beberapa ya. Saya belum tahu jumlahnya tapi masih didalami oleh labfor," ujar Dedi Prasetyo dalam konferensi pers di gedung TNCC Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (10/10/2022).
Kendati demikian, Dedi mengklaim penggunaan gas air mata yang telah kadaluarsa tidak berbahaya bagi para penonton yang hadir.
Namun faktanya dalam peristiwa tersebut telah merenggut nyawa manusia mencapai 131 jiwa. Tak hanya orang dewasa yang menjadi korban, peristiwa itu juga menewaskan anak di bawah umur sebanyak 33 orang.
Sayangnya Dedi menampik fakta yang telah terjadi di lapangan. Dia mengatakan, senyawa dalam gas air mata kadaluarsa berbeda dengan makanan yang kadaluarsa.
Bahkan menurut dia, gas air mata yang telah memasuki masa kedaluwarsa, kadar zat kimianya justru semakin menurun.
"Jadi kalau sudah expired justru kadarnya dia berkurang zat kimia, kemudian kemampuannya juga akan menurun," ungkap Dedi.
Ia juga mengklaim, berdasarkan hasil investigasi penyidik, ratusan korban yang tewas dalam Tragedi Kanjuruhan itu bukan karena gas air mata melainkan karena kekurangan oksigen.
Baca juga: Kumpulkan Informasi, TGIPF Temui Berbagai Pihak Terkait Tragedi Kanjuruhan
Bahkan, Dedi menyebutkan, berdasarkan keterangan dari sejumlah ahli, gas air mata tidak menyebabkan kematian.
"Mengutip pendapat dari Prof. Made Gegel adalah guru besar dari Universitas Udayana. Beliau ahli di bidang toksiologi atau racun. Termasuk dari Prof Massayu Elita bahwa gas air mata dalam skala tinggi pun tidak mematikan," kata Dedi.
Selain itu, Dedi pun menjelaskan terkait tiga jenis peluru gas air mata yang ditembakkan saat kejadian di Kanjuruhan maupun yang biasa digunakan oleh aparat dalam menangani massa.
Tiga jenis peluru itu, kata Dedi, masing-masing memiliki fungsi kandungan zat yang berbeda dan juga memiliki tiga jenis warna yang berbeda yaitu hijau, biru dan merah.
Untuk peluru berwarna hijau, lanjut Dedi, hanya memiliki kadar zat gas airmata yang sedang serta mengeluarkan asap tebal berwarna putih.
Sedangkan untuk peluru gas airmata berwarna biru, menurut Dedi, memiliki kadar gas air mata yang bersifat sedang untuk mengurai massa. Sementara untuk gas airmata berwarna merah memiliki kandungan zat yang lumayan tinggi untuk mengurai massa dalam jumlah besar.
"Semua tingkatan ini saya sekali lagi saya bukan expert-nya saya hanya bisa mengutip para pakar menyampaikan yah CS atau gas air mata dalam tingkatannya tertinggipun tidak mematikan," ujarnya.
Berdasarkan hal itu dan penjelasan para ahli, Dedi mengklaim bahwa korban yang tewas saat tragedi Kanjuruhan bukan disebabkan oleh gas air mata melainkan karena kehabisan oksigen serta karena kondisi yang berdesak-desakan.
"Tidak satu pun yang menyebutkan bahwa penyebab kematian adalah gas air mata tapi penyebab kematian adalah kekurangan oksigen. Karena apa? Terjadi berdesak-desakan, terinjak-injak, bertumpuk-bertumpukan mengakibatkan kekurangan oksigen di pada pintu 13, pintu 11, pintu 14, dan pintu 3. Ini yang jadi korbannya cukup banyak," tandas Dedi. (GIB)
Baca Juga: Erick Thohir: Apapun Upaya dari Seluruh Pihak, Duka Tragedi Kanjuruhan Tidak Akan Terobati
Dortmund Pecundangi PSG 1-0
Perempat Final Piala Uber 2024, Indonesia Lawan Th...
Jelang Timnas Indonesia vs Irak, STY Minta AFC Ber...
Pembentangan Bendera Merah Putih di Kota Jayapura
Kecelakaan Mobil Dengan Kereta Api di Klaten