CARITAU JAKARTA - Peneliti senior Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay menyoroti pernyataan Komisi Pemilihan Umum (KPU) soal tindak lanjut putusan Mahkamah Agung (MA) terkait syarat keterwakilan 30% Caleg Perempuan di setiap Daerah Pemilihan (Dapil) yang harus dipenuhi oleh Parpol peserta Pemilu 2024.
Adapun putusan MA itu tercatat dengan nomor 24/P/HUM/2023 soal judicial review PKPU No 10 tahun 2023. Sementara itu, KPU diketahui sudah menindaklanjuti putusan MA tersebut melalui isi Surat nota dinas yang telah dikeluarkan tertulis dengan nomor 1075/PL.01.4-SD/05/2023.
Baca Juga: Surabaya Siapkan Nakes Mobile dan Hotline 24 Jam di Pemilu 2024, Wali Kota: Semua Gratis
Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari mengaku tidak bisa memberikan sanksi tegas terhadap Parpol yang abai terhadap putusan MA tersebut. Alasanya, menurut Hasyim, sejuah ini tidak ada ketentuan yang mengatur mengenai penerapan sanksi ke parpol yang abaikan putusan MA perihal syarat keterwakilan perempuan sebesar 30% di setiap Dapil.
Hadar menilai imbas keputusan KPU yang tak memberi sanksi tersebut memiliki potensi besar semua partai abai terhadap putusan MA. Sebab, lanjut Hadar, berdasarkan DCS yang dikeluarkan oleh KPU RI, juga telah mencatat bahwa hampir seluruh partai politik peserta Pemilu 2024 caleg perempuannya tidak mencapai 30% di sejumlah dapil.
Disisi lain, sosok Mantan Komisioner KPU RI itu mengatakan berdasarkan data yang diambil dari jumlah keseluruhan DCS Bacaleg DPR RI, DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota, ditenggarai hampir semua partai politik tidak memenuhi syarat 30% keterwakilan Caleg perempuan pada sejumlah Dapil.
Sementara dalam data dokumen DCS yang telah dirangkum, jumlah bakal caleg perempuan yang diusung Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ditenggarai tidak mencapai 30 % dalam 31 Dapil.
Selain, PKB, masih berdasarkan DCS, Partai PDIP ditenhahfsi juga tidak mampu mencapai 30 % di 25 dapil. Kemudian Total dari 18 partai politik, ada 226 dapil yang caleg perempuannya juga tak mencapai 30 %.
Berkaitan dengan hal itu, menurut Hadar, jika KPU tak segera membenahi atau merevisi soal PKPU No 10 Tahun 2023, maka kedepanya akan berpotensi menimbulkan banjir sengketa paska penyelengaraan kontesasi Pileg 2024 yang akan datang.
Hal itu lantaran bisa saja Parpol yang tidak lolos ke parlemen mengajukan gugatan akibat sanksi di PKPU tersebut soal menghilangkan Dapil jika parpol tak penuhi syarat 30% Caleg Perempuan tidak diterapkan KPU.
"Kalau tidak dibenahi, sangat mungkin nanti partai politik peserta pemilu 2024 yang tidak dapat kursi menyengketakan dengan alasan partai seharusnya tidak boleh ikut Pemilu karena jumlah caleg pedempuanya dibawah 30%," ungkap Hadar, dikutip Rabu (11/10/2023).
"Kacau, memang, jadi ketidakmandirian dan ketidakprofesionalan mereka merusak semua ini. KPU harus bertanggungjawab secara etika," sambung Hadar.
Hadar menjelaskan, sedangkan dalam PKPU No 10 tahun 2023 pasal 40 ayat 3 huruf (c) juga telah menyebutkan bahwa KPU akan mengembalikan data berkas dokumen pendaftaran pada partai politik peserta pemilu 2024 apabila tidak dapat memenuhi syarat 30% keterwakilan perempuan di Dapil tersebut.
Hadar menerangkan, baleid yang diatur didalam PKPU Nomor 10 tahun 2023 tersebut merupakan bentuk tindak lanjut Undang-Undang Pemilu No 7 Tahun 2017 yang mengamanahkan kepada KPU memberi ruang kesempata perbaikan ke partai politik peserta Pemilu 2024 namun bukan pada saat DCS atau DCT ditetapkan.
"Jadi memang sesuai UU, KPU harus memberi ruang perbaikan. Sementara yang dimaksud ruang perbaikan ini adalah seperti dalam PKPU Pasal 40 ayat 3. Jadi bukan ruang perbaikan pas setelah ditetapkan jadi DCS atau DCT," terang Hadar.
Ia menegaskan, sebagai pihak yang memiliki tugas dan tanggung jawab menyelenggarakan kontestasi pemilu, KPU RI seharusnya memiliki sikap yang profesional dan berintegritas untuk tertib atas peraturan perundang-undangan.
"Jadi kalau KPU mau mengatur atau nantinya akan memaksudkan yang lain lagi, ya harus tertib dan pastikan selaras dalam peraturan, seperti perintah Undang-Undang," tegas Hadar.
Hadar menuturkan, perubahan atau revisi PKPU Nomor 10 Tahun 2023 tersebut sejatinya tidak hanya memberi landasan kuat untuk memaksa parpol memperbaiki, namun juga mencegah terjadinya banjir sengketa paska pelaksanaan Pileg 2024 mendatang.
Hadar menilai, keputusan surat dinas yang telah dikeluarkan oleh KPU RI dalam menindaklanjuti putusan MA, sangat mungkin tidak diikuti oleh parpol. Hal itu lantaran, tidak ada sanksi yang tegas untuk menindak parpol yang tidak dapat memenuhi persyaratan 30% Caleg perempuan di setiap Dapil.
Hadar menambahkan, keputusan untuk merevisi atau merubah PKPU Nomor 10 tahun 2023 dapat menjadi jalan tengah agar mengurangi sengketa parpol paska penyelengaraan kontestasi Pemilu 2024 mendatang.
"Jadi subtansi mendasarnya adala hak terkait pencalonan perempuan sesuai pengaturan afirmasi dalam Undang-Undang Pemilu, paling sedikit 30% pada setiap pemilih setiap Dapil itu harus diterapkan," tandas Hadar. (GIB/DID)
Baca Juga: Dana Kampanye Prabowo-Gibran Paling Tinggi, Segini Anggaran Paslon Peserta Pemilu 2024
kpu putusan ma keterwakilan 30 persen caleg perempuan pileg 2024 pemilu 2024
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...