CARITAU JAKARTA – Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Persatuan Advokat (Perekat) Nusantara melaporkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman, Presiden Joko Widodo beserta nama-nama lainnya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan tindak pidana nepotisme.
Koordinator TPDI, Erick S. Paat mengatakan ada kejanggalan yang tercipta pada putusan MK di sidang uji materiil Pasal 169 huruf q UU No.7 tahun 2017.
Baca Juga: Mahfud Mundur dari Kabinet, Pengamat: Dongkrak Elektoral di Pilpres 2024
Di mana, MK sebelumnya telah menambahkan frasa bunyi Pasal 169 huruf q UU 7/2017 menjadi "berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah".
Hal ini membuat putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka yang saat ini menjabat sebagai Walikota Solo bisa maju sebagai Cawapres-nya Prabowo Subianto.
"Kami TPDI dan Parekat Nusantara melaporkan dugaan kolusi dan nepotisme yang dilakukan oleh Presiden Jokowi, Ketua MK Anwar Usman, Gibran Rakabuming, Kaesang dan lain-lain," kata Erick di depan Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (23/10/2023).
Dia menuturkan bahwa laporan tersebut telah diterima pihak pelayanan pelaporan dan pengaduan masyarakat (Dumas) KPK.
Erick menuturkan, ada sembilan dasar hukum laporan yang diadukan pihaknya ke KPK. Pertama mencakup UUD 1945 ayat 1 dan 3 yang menyebut, negara Indonesia adalah negara hukum.
Kemudian TAP MPR No. XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Kolusi, Korupsi Dan Nepotisme. Ketiga, TAP MPR No. VIII/MPR/2001 Tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan Dan Pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Selanjutnya, UU No. 28/1999 Tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme Kelima, UU No. 31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Keenam, UU No. 19/2019 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Setelah itu, UU No. 18/2003 Tentang Advokat. Kedelapan, PP No. 43/2018 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Terakhir, PP No. 68 /1999 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Negara Erick menerangkan, laporan TPDI telah diterima oleh KPK. Dia menegaskan, KPK harus cepat tanggap dalam menindaklanjuti laporan yang ditujukan kepada Jokowi dan keluarga itu.
Erick menjelaskan, dugaan kolusi dan nepotisme yang dilaporkan ke KPK, melihat hubungan kekeluargaan Presiden Jokowi dengan MK, di mana Ketua MK Anwar Usman merupakan ipar. Hal ini disinyalir mempengaruhi putusan pada sidang batas usia Cawapres yang dilakukan pekan lalu.
"Sesuai dengan UU daripada kekuasaan kehakiman, kalau punya hubungan kekeluargaan, itu ketuanya majelisnya harus mengundurkan diri. Tapi kenapa Ketua MK membiarkan dirinya tetap menjadi Ketua Majelis Hakim," terang Erick.
Atas dasar tersebut, Erick mengatakan Presiden Jokowi seharusnya meminta Anwar Usman untuk mengundurkan diri dari Ketua Majelis Hakim MK, sebelum putusan sidang perkara batas usia capres-cawapres tersebut.
"Sebagai Ketua MK, masa tidak tahu UU daripada kekuasaan kehakiman. Harusnya dengan tegas dari awal, 'saya tidak berhak, karena berbenturan kepentingan'.
"Nyatanya kan tidak, diam-diam saja. Lebih-lebih lagi di sini Presiden Jokowi juga tidak menyatakan meminta supaya ketua MK yaitu Ketua Majelis Hakim itu pak Anwar mundur, karena berbenturan kepentingan," paparnya. (RMA)
Baca Juga: PKB DKI Wajibkan Calegnya Pasang Gambar Anies di APK
Cara Upgrade Skill Gaming dengan Samsung Galaxy A1...
Masuk Minggu Tenang, Pj Teguh Pastikan Jakarta Ber...
Cawagub 02 Fatmawati Dua Bulan Keliling 24 Kabupat...
Kampanye Akbar 02 Andalan Hati, Panglima Dozer: Su...
PMJAK Desak Bawaslu DKI Tindaklanjuti Soal Dana Ka...