CARITAU JAKARTA - Direktur Eksekutif Yayasan Sativa Nusantara (YSN), Dhira Narayana menyoroti pernyataan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Petrus Reinhard Golose yang menyebut bahwa dirinya tidak akan pernah menyetujui untuk melegalkan penggunaan ganja medis di Indonesia.
Pernyataan penolakan terhadap penggunaan ganja medis itu disampaikan Kepala BNN RI Petrus Reinhard Golose dalam agenda Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR RI, yang digelar di komplek gedung parlemen, Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (18/1/2023).
Baca Juga: Legislator Minta Kasus Anggota KPPS yang Keracunan di Cilacap, Diusut Tuntas
Dalam keteranganya Dhira menilai, pernyataan dari Petrus Golose salah kaprah dalam melihat perspektif manfaat ganja medis untuk pengobatan masyarakat di Indonesia terutama terhadap pasien yang telah menderita penyakit akut dan sulit untuk diobati dengan resep kesehatan yang telah dilegalkan di Indonesia.
Menurut Dhira, ganja medis adalah produk yang berbahan dasar ganja yang diolah dan dikontrol sedemikian rupa dalam sebuah payung regulasi hukum nasional dengan tujuan untuk diresepkankembali oleh ahli kesehatan dalam rangka untuk membantu meringankan atau mengobati pasien yang menderita penyakit akut atau langka dan belum ditemukan obat medis untuk pengobatan.
"Yayasan Sativa Nusantara (YSN) melihat, bahwa terdapat salah kaprah dalam pemikiran Kepala BNN tersebut. Ganja medis adalah produk ganja yang diolah dan dikontrol sedemikian rupa dalam sebuah payung regulasi hukum nasional," kata Dhira melalui keterangan tertulis yang diterima oleh Caritau.com Sabtu (28/01/2023).
Lebih lanjut, Dhira menepis pemikiran kepala BNN RI yang menyebut bahwa jika nanti ganja medis dilegalkan maka akan berdampak seperti rokok dalam kehidupan sehari-hari yang telah menggandrungi pergaulan anak muda dan generasi bangsa yang sulit dikontrol penggunaanya oleh pemerintah.
Dhira menegaskan, tujuan pelegalan ganja medis bukan seperti apa yang disampaikan Petrus yang menyebut ganja nantinya bila legal maka dapat digunakan sembarangan dirumah. Sebaliknya, menurutnya, jika ganja medis dilegalkan maka bentuk penggunaanya bukan seperti ganja yang dibeli di pasar gelap, melainkan akan diatur oleh regulasi yang ketat dan diawasi oleh pemerintah.
"Ganja medis bukan ganja yang dibeli di pasar gelap lalu digunakan secara sembarangan di rumah, seperti yang dikatakan oleh Kepala BNN RI. Pernyataan ini adalah salah kaprah pertama yang menjadi catatan kami," tegasnya.
Dalam catatannya, Dhira mengungkapkan, jika dilihat dari perspektif budaya, Ganja medis itu sejatinya adalah bagian yang tidak terpisahkan dari catatan sejarah budaya bangsa Indonesia. Bahkan, menurut Dhira, sejarah panjang budaya penggunaan ganja medis di Indonesia tercatat dalam sejumlah kitab atau buku dari peradaban bangsa Aceh dan Bali pada abad ke 16.
"Persoalan budaya. Ganja medis adalah bagian yang tidak terpisahkan dari budaya bangsa Indonesia. Kitab Tajul Muluk dari Aceh dan Lontar Tenung Usada Tanya Lara dari Bali yang berasal dari abad ke-16 adalah bukti sejarah digunakannya ganja dalam pengobatan tradisional nusantara," terang Dhira.
"Pernyataan beliau soal budaya ganja medis di Indonesia itu terlalu sempit untuk dijadikan landasan berpikir," sambung Dhira.
Disisi lain, menurut Dhira, penggunaan tanaman ganja untuk tujuan medis merupakan sebuah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah berkembang di dunia kesehatan. Bagi Dhira, negara-negara yang dikategorikan sebagai negara maju adalah negara yang melek terhadap ilmu pengetahuan. Dengan begitu, menurutnya, sikap Petrus juga menunjukan bahwa institusi BNN adalah institusi yang secara tegas menolak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
"Jika sikap seperti ini dibiarkan hidup, Bangsa Indonesia tidak akan pernah meraih cita-cita untuk menegakkan Pilar Indonesia 2045 yang mana menyasar antara lain; peningkatan peran kebudayaan dalam pembangunan, peningkatan sumbangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pembangunan, dan peningkatan derajat kesehatan dan kualitas hidup rakyat," tandas Dhira.
Diberitakan sebelumnya Kepala BNN RI Petrus Reinhard Golose dalam agenda Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPR RI menyatakan bahwa pihaknya tidak akan pernah menyetujui penggunaan ganja untuk medis di Indonesia.
Hal itu disampaikan Petrus setelah mendengar pandangan dari anggota DPRI Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), I Wayan Sudiarta, yang mendukung pemanfaatan ganja untuk tujuan pelayanan kesehatan.
"Saya hanya satu aja menyampaikan, seandainya bapak pulang ke rumah lihat cucu bapak lagi nge-gele’, kira-kira perasaan bapak seperti apa? Lihat anak kita lagi memakai ganja (weed) itu seperti apa kita? Kita melihat anak merokok aja kita marah. Itu kalau seperti ganja. Itu dari saya," kata Petrus di kompleks gedung parlemen, Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (18/1/2023).
Petrus menambahkan, BNN tidak akan pernah setuju terhadap aspirasi masyarakat yang ingin ganja medis legal di Indonesia. Hal itu menurut Petrus, keputusan ketidaksetujuan penggunaan ganja medis itu dilakukan lantaran sebagai cara untuk menyelamatkan anak-anak bangsa dan budaya bangsa dari pengaruh negatif dari ganja.
"Saya sebagai Kepala BNN RI saya tidak akan pak, selama saya menjadi kepala, menyetujui ganja itu untuk menjadi apakah kita sebut ganja medis, kita bicara tentang CBD atau THC nya, tetapi kita lebih menjaga cenderung untuk menyelamatkan anak-anak bangsa dan budaya bangsa." tandas Petrus. (GIB)
Baca Juga: Pemusnahan Ladang Ganja di Aceh Utara
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...