CARITAU MALANG – Teriakan demi teriakan terdengar lantang di dalam stadion. Namun, teriakan itu bukan untuk merayakan sebuah gol atau indahnya sebuah kemenangan, melainkan teriakan menjerit menahan perih atas duka yang dialami suporter.
Situasi teramat kalut, begitulah gambarannya. Tembakan gas air mata dilancarkan berkali ke arah tribun 12-14 Stadion Kanjuruhan. Asap mengepul, membuat penonton kocar-kacir mencari situasi yang aman.
Baca Juga: Kritik Sanksi yang Diberikan PSSI ke Wahyudi Hamisi, Paul Munster: Ini Menggelikan!
Namun apa daya? Kedukaan datang begitu dengan cepat. Pintu yang teramat sedikit tak mampu mengeluarkan ribuan suporter yang panik. Bahkan kejamnya lagi, pintu di tribun 13-14 ditutup.
Hujan Air Mata
Roy (nama samaran) sejatinya telah lama mengabdikan diri sebagai Aremania. Bagi dirinya, Stadion Kanjuruhan bukan hanya sekadar tempat biasa seperti suporter pada umumnya, melainkan juga tempat ia mengais nafkah. Konon, tak jauh dari kandang Arema FC itu, Roy mengaku membuka usaha di sekitar Kanjuruhan.
Dalam Derby Super Jatim yang mempertemukan Arema FC vs Persebaya Surabaya, Roy membeli tiga tiket untuk dirinya Bersama dua anaknya. Roy menyebut pertandingan tersebut tiap tahunnya berjalan dengan menarik, sehingga wajib hukumnya untuk menyaksikan laga klasik itu.
Adalah hal yang lazim, melihat Stadion Kanjuruhan tiap laganya dipadati oleh masyarakat segala lapisan. Baik itu, tua, remaja, anak-anak hingga perempuan bersatu menggemakan satu suara mendukung Arema FC.
Namun, petaka datang begitu cepat, sangat cepat.
“Perasaan saya tidak enak saat itu. Saya memutuskan keluar sebelum pertandingan berakhir,” tutur Roy kepada caritau.com.
Roy mengaku, biasanya ketika ada pertandingan yang digelar di Stadion Kanjuruhan, ia tak sampai habis menyaksikan sampai peluit panjang ditiupkan sang wasit. Alasanya dirinya karena tidak ingin berdesak-desakan saat hendak keluar pintu stadion yang pintunya kecil.
Ia keluar tatkala pertandingan menyisakan beberapa menit lagi. Roy pamit dulu kepada dua orang anaknya untuk kembali ke ruko miliknya yang berjarak 50 meter dari stadion.
Namun, baru saja ia memutuskan kembali ke ruko, suara kepanikan pecah dari arah stadion. Ia bergegas kembali, memastikan keadaan apakah benar-benar kondusif.
Namun ia menyaksikan pemandangan yang tak lazim. Kekalutan ada di mana-mana. Kedatangan Roy ke stadion tak lain menjemput kedua buah hatinya memastikan agar selamat dalam pangkuan.
Kecemasan, kepanikan, tangisan, kedukaan dibalut menjadi satu. Tak ada yang menyangka sebelumnya, bahwa hadir langsung di stadion untuk mendukung klub tercinta, berakhir dengan kapanikan yang tiada tara.
Lebih rinci, perjuangan ia kembali masuk ke stadion tidak mudah. Roy menyebut, sesampai di lokasi (Stadion Kanjuruhan), ribuan suporter berhamburan ke sejumlah titik untuk keluar. Berdesak-desakan.
Ia menyaksikan di depan mata ia sendiri, para suporter yang tak hanya didominasi oleh anak muda, melainkan juga banyak kaum hawa dan anak-anak yang juga ikut terjebak tertindih bahkan terinjak-injak oleh suporter lain yang berlarian menghindari pedasnya gas air mata yang ditembakkan oleh polisi dari dalam stadion.
Alasan ribuan suporter untuk keluar hanya satu, menghindari gas air mata yang sangat pedih jika terkena di sekujur badan. Namun, penumpukan masal di depan pintu dan ruangan yang sempit, membuat Roy yakin dalang dari terbunuhnya ratusan jiwa itu ialah tindakan aparat menembaki gas air mata.
Banyak suporter yang terhimpit, jatuh dan terbentur oleh kerasnya lantai. Hal ini yang membuat lantai di pintu-pintu tempat keluar bukan hanya sempit oleh ratusan suporter, melainkan darah yang mengucur di permukaan menghiasi tragisnya malam itu.
“Di sekitar teras salah satu pintu keluar stadion, saya melihat ratusan orang saling berebut untuk keluar karena tak kuasa menahan sesaknya gas air mata yang menghambat saluran pernafasan. Bahkan, kondisi teras luar stadion itu telah dibanjiri darah yang mengucur dari tubuh para korban akibat benturan saat berdesak-desakan,” kenang Roy.
Beruntung, ia bertemu dengan putra sulungnya saat momen-momen menegangkan itu. Roy melihat putranya tengah mengevakuasi korban hingga menetralisir lantai agar tidak licin lantaran banyaknya darah dan air.
"Tak berselang lama, saya menemukan satu anak saya lagi. Alhamdulilah anak saya dua-duanya selamat, jadi memang kita kalau nonton di Kanjuruhan itu tidak sampai selesai, karena gak mau desak-desakan kalau pas pulang selesai nonton," tutur Roy.
Gas air mata terus menghujani, Gate 13 dan 14 saksi Ratusan Suporter Aremania Mati Karena Terkunci.
Rusuh di Luar Lantaran Tak Terima Ditembaki Gas Air Mata
Sebelum mengetahui bahwa terdapat korban tewas dalam tragedi itu, suasana di luar stadion sempat kondusif. Bahkan beberapa personil dari aparat kepolisan juga turut membantu suporter yang saat itu berhasil keluar dari pintu gate dalam keadaan nafas terdesak menuju area teras stadion luar Kanjuruhan.
Roy melanjutkan, dua orang temannya yang merupakan sepasang kekasih juga turut menjadi korban dampak dari ganasnya serangan gas air mata di dalam stadion.
“Kendati demikian, saya melihat seorang polisi juga turut membantu dua orang temanya itu yang kondisinya kritis saat berhasil keluar dari kerumunan massa serta berdesakan di pintu keluar stadion dengan memberikan air mineral,” tandasnya.
Namun, lanjut Roy, takdir berkata lain, kedua temannya itu tidak dapat pergi untuk selamanya mengingat kondisi saat itu sangat ramai hingga berakibat sulitnya menempuh jalur evakuasi bagi para korban yang sedang kritis, akibat nafas tersengal lantaran tak kuasa menahan perihnya asap gas air mata.
"Kalau sepenglihatan saya di luar tadinya agak kondusif, bahkan ada polisi yang juga menolong kawan saya yang terdesak. Kawan saya itu bersama pacarnya. Sempat dibantu sama polisi dikipasin dan dikasih air terus polisi tersebut membantu membuka seragamnya namun dua orang temen saya itu akhirnya meninggal di tempat. Dua temen saya itu meninggal di tempat,” ucapnya dengan nada lirih.
Namun tak lama berselang, kondisi yang tadinya kondusif perlahan berangsur berubah menjadi mencekam lantaran ribuan massa mengetahui banyaknya korban tewas yang diduga akibat derasnya tembakan selongsong gas air mata didalam arema stadion Kanjuruhan.
"Kerusuhan di luar itu kira-kira pas pluit Panjang ya sekitar jam 10-an di dalam lalu sampai keluar itu sekitar jam setengah sebelas malam. Nah jadi masalahnya itu seperti apa yang sudah saya sampaikan, kenapa pluit Panjang sudah dibunyikan kenapa pintu gate 13-14 itu tidak dibuka. Nah dari situ kemudian berlanjut keluar lapangan," tutur Roy.
Ribuan supporter yang berhasil keluar kemudian meluapkan amarah dengan menyerang balik aparat kepolisian yang sedang berjaga diluar arena serta merusak sejumlah mobil-mobil milik aparat kepolisian yang terparkir di sekitar arena Stadion Kanjuruhan.
"Nah setelah kejadian itu, akhirnya saya dapat informasi bahwa yang di dalam banyak yang meninggal. Bahkan sempat ada yang berhasil keluar stadion pun tapi akhirnya meninggal juga di luar stadion. Nah usai mengetahui hal itu baru para suporter Aremania meluapkan emosinya bakar-bakar mobil milik polisi itu," terang Roy.
Luapan amarah ribuan suporter di luar lapangan, berawal dari tindakan personil kepolisian yang menembakan gas air mata dari segala lini sudut tribun penonton mulai dari tribun 1 sampai tribun 14. Tak hanya itu, kondisi tribun 13 dan 14 yang terkunci pintunya itu pun menjadi salah satu penyebab dari kemarahan para suporter yang berhasil keluar dari dalam lapangan.
"Jadi di luar itu terjadi bentrokan lagi karena massa menganggap bahwa hal yang memulai itu dari aparat ketika didalam stadion. Kan gini sekarang logikanya, di dalam aturan FIFA itu kan penggunaan gas air mata di sekitar stadion itu kan gak boleh," terang Roy.
"Terus yang kedua marahnya suporter kenapa harus ditembakan kearah tribun penonton yang padahal ditribun itu kan orangnya gak rusuh kalo di sana. Kemudian yang seharusnya ditertibkan ya yang di area lapangan, nah kemudian itu yang menjadi persoalan," imbuh Roy.
Meski bentrokan berangsur lama, kericuhan yang terjadi diluar stadion tidak menimbulkan korban jiwa ataupun korban luka-luka. Walaupun sempat terjadi lempar-lemparan antara kedua belah pihak yakni dari pihak kepolisian dengan suporter Aremania dengan menggunakan batu dan paving-paving di sekitar Kanjuruhan.
"Sepenglihatan saya mereka (polisi) hanya bertahan dengan tameng, mereka dilempari oleh massa yang kesal tapi tidak ada perlawanan balik dari polisi karena memang dia mungkin menyadari bahwa di dalam sudah banyak berjatuhan korban," tutur Roy.
Kendati demikian, akibat bentrokan tersebut, kendaraan dari kepolisian telah menjadi sasaran luapan kemarahan para suporter. Para suporter membakar kendaraan serta merusak kendaraan polisi yang sedang terparkir di sekitar stadion.
"Di depan ruko saya itu ada tiga mobil yang dibakar, di luar ada juga tiga, kemudian di belakang ruko saya itu ada satu mobil yang dirusak oleh massa. Jadi total ada empat yang terbakar sementara yang dirusak tiga mobil," sambung Roy.
Tak hanya itu, Roy juga menyaksikan betapa lebih mencekamnya lagi di rumah sakit. Kata dia, jenazah dan korban luka-luka pada malam itu, dokter-dokter dan pihak rumah sakit seakan panik mau menangani dari mana.
“Saya sampai merinding melihat kejadian itu, bahkan waktu saya pergi ke rumah sakit itu saat hendak melihat teman-teman Aremania itu aduh jenazahnya sampai berserakan di rumah sakit, saya sampai merinding saya tidak kuat melihat teman-teman Arema yang meninggal dunia,” papar dia.
“Kebetulan waktu saya ke rumah sakit yang tidak jauh lokasinya dari Stadion Kanjuruhan, masih banyak korban yang sedang dirawat, mungkin sekitar 25 pasien yang dirawat termasuk temen saya juga dirawat disana,” terangnya.
Lantas, Siapa yang Mesti Tanggung Jawab?
Roy mengatakan, dalam tragedi yang menjadi sorotan hingga dunia internasional itu pihaknya meminta agar seluruh pihak baik individu atau intansi yang terlibat agar dapat bertanggung jawab atas peristiwa tragedi tersebut.
Ia pun tak ingin berspekulasi lebih jauh terkait untuk menyudutkan pihak-pihak dari kejadian tersebut. Kendari demikian, Roy pun meminta kepada pihak penyelenggara, lembaga ataupun pemerintah agar dapat transparan dalam rangka mengusut siapa saja pelaku yang terlibat atas tragedi Kanjuruhan tersebut.
"Jadi kalau menurut saya dalam tragedy itu saya tidak bisa menyudutkan pihak-pihak seperti suporter ataupun pihak keamanan," imbuh Roy.
"Tapi semua itu menurut saya tergantung pihak - pihak penyelenggaranya, apakah mereka bisa mempertanggungjawabkan semuanya, kaya seperti pihak Kemenpora, pihak Liga Indonesia Baru (LIB) juga Ketua PSSI itu harus bertanggung jawab sepenuhnya ya kalo melihat peristiwa ini," pungkasnya. (GIB)
Baca Juga: Timnas Indonesia U-16 Lakukan Seleksi Ketat Demi Gapai Prestasi, Ratusan Pemain Bakal Terlibat
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...