CARITAU JAKARTA - Tim Kuasa Hukum Narasi melayangkan laporan ke Mabes Polri di Jakarta terkait serangan DDOS (Distributed Denial of Service) atau Penolakan Layanan secara terdistribusi yang menimpa portalnya.
Sebagai informasi, serangan DDoS tersebut adalah rangkaian serangan digital yang dialami Narasi, setelah aset-aset digital 37 kru redaksi dan eks redaksinya diretas sejak Sabtu 24 September 2022.
Baca Juga: Polri Siap Lakukan Pengamanan Pengumuman Pemilu 2024
“Gangguan tersebut mengakibatkan tim Narasi tidak bisa mengunggah konten dan juga publik tidak bisa mengaksesnya,” ungkap Ade Wahyudin selaku Direktur Eksekutif LBH Pers, yang turut mendampingi tim Narasi saat melapor ke polisi, Jumat (30/9/2022).
Lanjutnya, serangan DDoS tersebut merupakan tindak kejahatan digital yang melanggar Pasal 30, Pasal 32 UU No 19 Tahun 2016 tentang Internet dan Transaksi Elektronik (ITE) yang menyebabkan terganggunya kegiatan jurnalistik tim redaksi Narasi. Berbagai bentuk perbuatan menghalang-halangi kegiatan jurnalistik juga melanggar Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Pers.
"Pasal 30 dan Pasal 32 UU ITE mengatur tentang tindak pidana mengakses secara tidak sah dan atau kejahatan terhadap setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan informasi elektronik milik orang lain atau publik," terang dia.
Sementara itu, pasal 18 UU Pers berisi tentang setiap orang yang secara melarang hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja pers.
"Temuan dari tim internal Narasi memperlihatkan adanya dampak yang signifikan pasca DDoS pada portal mereka pada Kamis, 29 September 2022 petang," terangnya.
Senada dengan Ade, Ketua Umum AJI Indonesia, Sasmito mengatakan serangan DDoS terhadap Narasi, menjadi bukti baru upaya sistematis lanjutan untuk membungkam Narasi dan bertujuan agar publik tidak dapat mengakses konten jurnalistik di Narasi. Ia mendesak penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus tersebut.
“Karena hal ini semakin membuktikan ada intensi tidak baik (terhadap pers dan publik),” ujarnya.
Sasmito menegaskan aktor-aktor yang terlibat dalam serangan itu harus diadili hingga ke pengadilan agar memberikan efek jera, sehingga peristiwa serupa tidak terjadi lagi masa mendatang.
Sebelumnya, sedikitnya 37 karyawan dan eks karyawan Narasi pada akun Whatsapp, Telegram, Instagram, Facebook, hingga Twitter sejak 23 September 2022.
Dampak peretasan itu mengakibatkan kru Narasi tidak dapat bekerja secara aman guna memproduksi konten jurnalistik yang berdampak. Mereka merasa “dimata-matai” oleh pihak tertentu (surveillance). Kru Narasi juga terpaksa menutup seluruh email redaksi sehingga mengganggu koordinasi dan komunikasi internal, hingga tidak dapat menerima informasi dari publik. (RMA)
Baca Juga: Densus 88 Amankan Seorang Terduga Teroris di Boyolali
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024