CARITAU JAKARTA - Pengamat politik Citra Institute, Efriza menyoroti ikhwal isu mengenai memunculkan nama Puan Maharani dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Yusril Ihza Mahendra Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) sebagai Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) 2024.
Dalam keteranganya, Efriza menilai, jika memang benar akan dipasangkan, maka bakal dipastikan PDIP tidak akan meraup gelar hatrick di Pemilu 2024. Menurut Efriza, hal itu lantaran keduanya tidak potensial dalam mendapatkan dukungan publik dan elektabilitasnya sangat rendah.
Baca Juga: Komnas HAM Minta DKPP Cermati UU TP Kekerasan Seksual Kasus Ketua KPU
Selain itu, menurut Efriza, berdasarkan rekam jejaknya. Keduanya dinilai tidak cukup mumpuni untuk maju menjadi Capres dan Cawapres 2024. Efriza menambahkan, jika nantinya benar terjadi maka duet Puan-Yusril itu akan timpang dalam mendapat antusiasme publik dan bukan menjadi pasangan kuda hitam yang menarik simpatik.
"Pasangan ini timpang banyak hal, pasangan ini bukanlah pasangan alternatif maupun kuda hitam. Tapi pasangan kejutan yang tak menarik," kata Efriza dalam keterangan tertulisnya yang diterima Caritau.com, Kamis (2/2/2023).
Kendati demikian, dirinya menduga, kemungkinan duet Puan-Yusril yang kabarnya dipasangkan menjadi Capres dan Cawapres tidak terlepas dari latar belakang sejarah hubungan harmonis antara PDIP dan PBB. Efriza mengatakan, selain sisi sejarah, baik PDIP dan PBB saat ini juga telah memiliki pandangan sama mengenai pengunaan sistem pemilu proposional tertutup yang telah ramai ditolak masyarakat.
Selain itu, faktor lainya, menurut Efriza, sebagai partai bukan pendatang baru, PBB juga memiliki kedekatan emosional dengan sejumlah petinggi dan elit partai PDIP yakni Megawati dan Jokowi. Berdasarkan hal itulah dinilai Efriza, menjadi latar belakang kemungkinan menculnya wacana pengusungan Puan-Yusril sebagai Capres dan Cawapres pada Pemilu 2024.
"Keduanya memang dari sisi sejarah dan kesamaan pandangan PDIP dan PBB sedang cocok, seperti mengenai wacana ingin kembali menggunakan sistem proporsional tertutup, maupun hubungan sejarah masa lalu partai, Masyumi dan PNI, dan hubungan kerja antara Megawati dan Yusril, Jokowi dan Yusril," terang Efriza.
"Pasangan Puan-Yusril bukan pasangan yang ideal malah membagongkan. PDIP-PBB hanya baik dalam bekerjasama seperti Pemilu Proporsional Tertutup, bukan jadi pasangan ideal di Pilpres 2024," sambungnya.
Efriza mengatakan, sejauh ini Yusril amat dikenal hanya sebagai pakar hukum tata negara semata, bukan politikus yang memiliki catatan sejarah rekam jejak yang matang. Selain itu, Efriza juga melihat, bahwa duet Puan-Yusril tidak punya sisi sensitivitas terhadap suatu masalah tertentu yang sangat berhubungan dengan masyarakat banyak.
"Pasangan ini diprediksi tak akan menimbulkan antusiasme pemilih. Malah pasangan yang mengerutkan dahi, tak adanya lemparan isu yang patut disorongkan kepada masyarakat, sebab keduanya tidak punya segmen isu dari rekam diri masing-masing," tutur Efriza.
Efriza menuturkan, sebagai partai politik yang memiliki suara elektoral besar, disayangkan jika PDIP memilih Yusril untuk mendampingi Puan sebagai Cawapres 2024. Padahal disatu sisi, jika dihitung berdasarkan syarat ambang batas soal ketentuan pendaftaran pencalonan presiden (Presidetial Threshold) maka tanpa membangun kerjasama dengan PBB, PDIP bisa mengusung pasangan sendiri.
"PDIP sebagai partai yang dapat mengusung pasangan sendiri, malah pasangannya dengan PBB, partai yang tiga kali gagal di pemilu dan partai nol koma bahkan partai ini karena aturan electoral threshold pernah ganti nama menjadi partai bintang bulan pemilu 2009 lalu," jelas Efriza.
Oleh karena itu, menurut pria yang berprofesi menjadi Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Sutomo mengatakan, jika nantinya pasangan Puan-Yusril tetap dipasangkan, maka akan berisiko besar terhadap peluang hatrick PDIP.
Disisi lain, keputusan tersebut malah akan menguntungkan PBB dalam meraup suara dan antusiasme masyarakat dalam segi elektoral di sejumlah daerah.
"PDIP akan beresiko besar jika berpasangan dengan Yusril. Peluang Hattrick malah potensial lenyap, malah menguntungkan PBB dari segi elektoral sebab menyumbang peningkatan potensi suara-suara di daerah untuk partai ini," tandas Efriza. (GIB)
Baca Juga: Pengamat Nilai Kenaikan Suara Golkar Bukan karena Jokowi Efek
wysj2u
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...