CARITAU JAKARTA – Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) solar bersubsidi yang terjadi di berbagai daerah saat ini tak hanya pada suplai namun juga peralihan peruntukan ke industri besar.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta, Senin (28/3/2022) Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan kelangkaan solar subsidi yang terjadi karena permintaan masyarakat naik, namun kuota solar subsidi pada 2022 ini dipangkas 5% dibandingkan tahun lalu.
"Gap inilah yang menyebabkan terjadinya masalah di suplai. Demand naik 10% tetapi dari sisi suplai itu kuotanya turun 5%," kata Nicke.
Pada 2021 kuota solar subsidi Pertamina tercatat sebanyak 14,85 juta kiloliter dengan angka realisasi penyaluran sebesar 14,75 juta kiloliter.
Namun pada 2022 kuota solar subsidi Pertamina ditargetkan hanya sebanyak 14,05 juta kiloliter dengan angka estimasi permintaan mencapai 16 juta kiloliter atau naik 14%.
"Sampai dengan akhir tahun ada peningkatan 14% kuotanya, tetapi di sisi lain suplai malah turun 5%," ujar Nicke.
Selain faktor pasokan dan permintaan faktor disparitas harga antara solar subsidi dengan solar nonsubsidi yang mencapai Rp7.800 per liter juga menjadi penyebab kelangkaan tersebut.
Nicke mengatakan disparitas harga telah mendorong peralihan konsumsi masyarakat dan industri yang semula menggunakan solar nonsubsidi, lalu kini memakai solar subsidi akibat selisih harga yang tinggi.
Saat ini porsi solar subsidi terhadap keseluruhan penjualan solar yang dilakukan Pertamina mencapai 93 %. Sedangkan porsi solar nonsubsidi hanya sebesar 7%.
Nicke mengungkapkan antrian kendaraan yang terjadi justru dari industri-industri besar, seperti sawit dan tambang sehingga perlu ditertibkan karena solar subsidi tidak diperuntukkan untuk kendaraan industri sawit dan tambang.
"Antrian ini banyak yang dari industri sawit dan tambang. Kita duga banyak yang pakai solar subsidi. Dan ini kelihatannya, penjualan solar nonsubsidi turun dan solar subsidi naik, padahal industri naik," jelasnya.
Nicke berharap regulasi solar subsidi tidak hanya dalam bentuk Peraturan Presiden tetapi juga Keputusan Menteri agar regulasi itu bisa digunakan sebagai dasar petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis di lapangan.
"Kami menggandeng aparat penegak hukum untuk melakukan pengendalian dan monitoring di lapangan agar solar nonsubsidi ini sesuai dengan yang diperuntukkan," kata Nicke.(HAP)
Baca Juga: Dirut Pertamina: Produksi Migas Pertamina Naik Sekitar 7%
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024