CARITAU JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pekan ini baru saja merayakan hari Ulang Tahun (HUT) yang ke 16 tahun, yang jatuh pada 09 April 2024.
Di usia yang memasuki dewasa itu, tentunya Bawaslu memiliki kewajiban beban tugas dan tanggung jawab yang cukup berat dalam rangka mengawasi kegiatan penyelenggaraan pemilu di Indonesia.
Sementara itu, berdirinya Bawaslu saat ini, tidak terlepas dari sejarah yang cukup panjang tepatnya pada pasca kemerdekaan yakni bermula tahun 1955-1977.
Diketahui pada pegelaran pemilu di tahun itu belum mengenal kata atau istilah pengawasan pemilu, melainkan hanya berupa bentuk kesadaran membangun trust yang muncul dari para peserta pemilu dan warga negara membentuk konstituante (lembaga parlemen) saat itu.
Pada era pemilu 1955, minim terjadi kecurangan dalam pelaksanaan tahapannya. Kalaupun ada, gesekan itu hanya terjadi di luar wilayah pelaksanaan pemilu. Gesekan yang muncul itu merupakan bentuk konsekuensi logis pertarungan ideologi pada saat itu pasca penjajahan belanda.
Pelaksanaan pesta demokrasi digelar sebanyak tiga kali, yaitu tahun 1955, tahun 1967, serta tahapan tahun 1977. Protes-protes atas banyaknya pelanggaran dan menipulasi penghitungan suara yang dilakukan oleh petugas pemilu mulai muncul pada Pemilu 1971.
Pelanggaran dan kecurangan jauh lebih masif terjadi pada Pemilu 1977. Karena pelanggaran dan kecurangan Pemilu yang terjadi pada Pemilui 1977 sangat masif, protes-protes dari masyarakat lantas direspon pemerintah dan DPR.
Ditetapkanlah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1980 yang mengamanatkan pembentukan kelembagaan resmi pengawas Pemilu adhoc dengan nama Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilu (Panwaslak Pemilu).
Munculnya undang-undang ini tidak lepas dari pelaksanaan Pemilu 1977 yang ditenggarai banyak kecurangan.
Pemilu 1982
Pengawasan Pemilu tahun 1982 dilakukan oleh lembaga adhoc yaitu Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilu Pusat (Panwaslakpus) di tingak pusat, Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilu Tingkat I (Panwaslak I) di tingkat provinsi.
Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilu Tingkat II (Panwaslak II) di tingkat kabupaten/kota, dan Panitia Pengawas Pelaksanaan Tingkat Kecamatan (Panwaslakcam).
Pada tingkat pusat, Panwaslakpus teridir dari seorang ketua yang dijabat Jaksa Agung, wakil ketua, serta anggota yang terdiri atas unsur-unsur pemerintah, unsur Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), unsur peserta Pemilu yang terdiri atas Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Pemilu 1999
Pada Pemilu pertama era Reformasi ini pengawasan Pemilu dilakukan dengan membentuk organisasi mandiri bernama Panitia Pengawas Pemilu yang bersifat adhoc dan independen, yang keanggotaannya terdiri dari akademisi, tokoh masyarakat, serta organsasi non pemerintah/masyarakat sipil.
Panitia pengawas pemilu bekerja berdampingan dengan KPU. Pengawas pada tingkat pusat dibentuk dan bertanggung jawab kepada Ketua Mahkamah Agung. Pada tingkat provinsi dibentuk dan bertanggung jawab kepada Ketua Pengadilan Tinggi. Pengawas tingkat kabupaten/kota hingga kecamatan dibentuk dan bertanggung jawab kepada Ketua Pengadilan Negeri.
Transformasi Bawaslu Dimulai dari Tahun 2003
Pada tahun 2003, pemberlakuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum mengubah struktur organisasi lembaga pengawas secara mendasar. Tidak ada lagi unsur KPU, pemerintah, hingga partai politik dalam anggota Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu).
Masuk Era Demokrasi
Pada tahun 2004, Indonesia memasuki era demokrasi langsung, peran pengawasn Pemilu semakin dibutuhkan.
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003, Panwaslu baik dari tingkat pusat hingga kecamatan telah dibentuk dan keanggotaannya terdiri dari unsur kepolisian, kejaksaan, pers, dan tokoh masyarakat. Lembaga pengawas ini masih bersifat adhoc.
Bawaslu Bersifat Tetap
Pada tahun 2007, lembaga pengawas Pemilu kian kukuh melalui UU Nomor 2 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu. Institusi ini bertransformasi dari yang sebelumnya adhoc menjadi bersifat tetap dengan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
Lembaga pengawas tertinggi hingga terendah adalah Bawaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwascam hingga Pengawas Pemilu Lapangan (PPL).
Selain itu di tingkat pusat yang telah bersifat permanen, kelembagaan pengawas Pemilu di tingkat lainnya masih bersifat adhoc.
Asal Muasal HUT Bawaslu
Pada tahun 2008, sejak disahkannya UU 22/2007 yang menjadikan Bawaslu sebagai lembaga yang bersifat tetap, dilaksanakanlah pelantikan 5 (lima) pimpinan Bawaslu periode pertama pada tanggal 9 April 2008. Hari ini kemudian diperingati sebagai Hari Ulang Tahun Bawaslu.
Rekrutmen Pengawas Tanpa Libatkan KPU
Pada tahun 2010, Bawaslu mengajukan Uji Materi (Judicial Review) UU 22/2007 agar rekrutmen Pengawas Pemilu di daerah tidak lagi melibatkan KPU, melainkan oleh Bawaslu sendiri. MK kemudian mengabulkan permohonan uji materi tersebut.
Wewenang Tangani Sengketa Proses Pemilu
Pada tahun 2011, Dalam Undang-Undang 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu, Bawaslu memiliki kewenangan untuk menangani sengketa Pemilu.
Di tahun yang sama, berdasarkan UU 15/2011, secara kelembagaan pengawas Pemilu diperkuat dengan dibentuknya lembaga tetap pengawas Pemilu di tingkat provinsi dengan nama Badan Pengawas Pemilu Provinsi (Bawaslu Provinsi).
Bentuk Kesekretariatan Bawaslu
Pada tahun 2013, kesekretariatan Bawaslu tingkat pusat juga diperkuat dengan dukungan unit kesekretariatan dengan nomenklatur Sekretaris Jenderal Bawaslu.
Lahirnya Pengawas TPS
Pada Tahun 2015, melalui UU 1/2015, peran Bawalsu dalam pengawasan semakin diperluas dengan hadirnya pengawas tempat pemungutan suara (Pengawas TPS) yang berjumlah 1 orang pada setiap TPS.
Wewenang Atasi Pelanggaran Administrasi Pemilu
Baca Juga: Bawaslu RI Gelar Kampanye Pilkada Damai 2024 di CFD
Pada Tahun 2017, melalui UU 7/2017, kewenangan Bawaslu kembali diperkuat. Bawaslu tidak lagi hanya sebagai pemberi rekomendasi, tetapi sebagai eksekutor atau pemutus perkara terhadap pelanggaran administrasi Pemilu.
Lahirnya Bawaslu Daerah
Melalui UU/2017, struktur kelembagaan pengawas Pemilu juga diperkuat. Pengawas pemilu tingkat kabupaten/kota yang sebelumnya bersifat adhoc, diubah menjadi bersifat tetap dengan nomenklatur Bawaslu Kabupaten/Kota.
UU tersebut juga mengamanatkan penambahan jumlah anggota Bawaslu tingkat provinsi dari 3 menjadi 5-7 komisioner, sedangkan anggota Bawslu tingkat kabupaten/kota berjumlah 3-5 orang, disesuaikan dengan tingkat cakupan yang diawasi. (GIB/DID)
Baca Juga: Bawaslu Rekomendasikan Dua TPS di Trenggalek Jatim Gelar PSU
bawaslu program bawaslu ri 2024 sejarah bawaslu pemilihan umum pemilu 2024
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...