CARITAU JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan permohonan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 pada hari ini, Senin (22/4/2024).
Ketua Himpunan Masyarakat Nusantara (Hasrat), Sugiyanto memprediksi enam dari delapan hakim MK akan menolak permohonan sengketa PHPU Pilpres 2024 itu.
"Saya memprediksi bahwa 6 atau 5 hakim akan menolak permohonan sengketa PHPU Pilpres 2024 yang diajukan oleh pasangan calon nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD, sementara 2 atau 3 hakim akan menerima," ujar Sugiyanto dalam keterangannya, Senin (22/4/2024).
Setidaknya, kata pria yang akrab disapa SGY itu, ada tujuh alasan mengapa mayoritas Hakim MK mungkin akan menolak permohonan sengketa PHPU Pilpres 2024 baik yang diajukan oleh pasangan calon Anies-Muhaimin maupun oleh pasangan calon Ganjar-Mahfud.
Ke-tujuh alasan itu, yakni: Pertama, "Kepatuhan Terhadap Aturan": Mahkamah Konstitusi menjaga standar tinggi dalam memastikan pemilihan umum sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tanpa bukti kuat pelanggaran, MK cenderung menolak sengketa hasil.
Kedua, "Tidak Cukup Bukti": Untuk memproses sengketa hasil pemilihan, diperlukan bukti kuat tentang pelanggaran dalam pemilu. Jika bukti yang diajukan tidak cukup kuat atau tidak ada, MK kemungkinan akan menolak permohonan tersebut. Dalam konteks ini, permohonan sengketa Pilpres 2024 mungkin gagal menyampaikan bukti yang memadai terkait PHPU Pilpres 2024.
Alasan ketiga, "Kecukupan Prosedural": MK akan memeriksa apakah pengajuan sengketa telah memenuhi persyaratan prosedural. Jika pengajuan tidak lengkap atau tidak sesuai dengan ketentuan hukum, MK akan menolak permohonan.
Keempat, "Kewenangan Terbatas": Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan yang terbatas dalam menangani sengketa pemilihan. Mereka hanya akan menangani sengketa yang menyangkut hasil pemilihan presiden, bukan masalah teknis atau administratif serta pelanggaran dalam proses pemilu yang merupakan tugas atau domain dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), yang dapat diajukan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) dan Mahkamah Agung (MA).
Alasan kelima, "Independensi MK": MK dikenal sebagai lembaga yang independen dan tidak berpihak. Keputusan mereka didasarkan pada bukti dan fakta, bukan tekanan politik atau publik. Meskipun banyak masyarakat yang mengajukan diri menjadi Amicus Curiae atau Sahabat Pengadilan ke MK, pengaruh mereka mungkin hanya memengaruhi beberapa putusan hakim, namun tidak mayoritas hakim MK.
Alasan keenam, "Putusan Sebelumnya": Keputusan MK dalam sengketa pemilihan sebelumnya cenderung konsisten. Jika sebelumnya mereka menolak kasus serupa karena kurangnya bukti, mereka mungkin akan mengikuti preseden tersebut.
Terakhir, alasan ketujuh, "Keinginan Menjaga Stabilitas": MK mungkin mempertimbangkan stabilitas nasional dan situasi politik saat mempertimbangkan permohonan sengketa. Keputusan untuk menolak permohonan bisa membantu menjaga stabilitas politik di negara tersebut, terutama mengingat jadwal pelantikan presiden dan wakil presiden pada 20 Oktober 2024. Dalam konteks ini, MK kemungkinan akan lebih mempertimbangkan pentingnya mencegah terjadinya kekosongan kekuasaan di Republik Ini.
"Jika itu terjadi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) kemungkinan besar akan memenangkan sengketa PHPU tersebut, yang berarti pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka akan bisa dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI pada hari Minggu, 20 Oktober 2024," bebernya. (DID)
mahkamah konstitusi tolak gugatan sengketa pemilu phpu pilpres 2024
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...