CARITAU SURABAYA – Stigma yang sudah tertanam dalam pikiran masyarakat terkait pengunaan Monosodium Glutamat (MSG) atau yang populer disebut micin dalam makanan yang bisa menimbulkan kebodohan, obesitas hingga kanker dibantah oleh pakar pangan dan dokter gizi.
Pakar Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Dr Hanifah Nuryani Lioe dan dr Maretha Primariayu sepakat menyatakan Monosodium Glutamat (MSG) atau micin aman dikonsumsi dan tidak mengganggu kesehatan
Baca Juga: Micin Bisa Perburuk Radang Amandel? Begini Kata Ahli
"Hal ini pun juga sudah diizinkan oleh BPOM melalui regulasi BPOM No 11 tahun 2019, yang menyatakan bahwa MSG sebagai tambahan pangan penguat rasa," kata Prof Hanifah dalam acara talkshow bertajuk ‘Cinta Pakai Micin, Why Not?’ yang diadakan Perkumpulan Pabrik Mononatrium Glutamat dan Asam Glutamat Indonesia (P2MI) di Surabaya, Selasa, (23/5/2023).
Hanifah menjelaskan bentuk garam dari natrium (Na) dan asam glutamat alami juga sudah terdapat di bahan makanan, seperti keju parmesan, daging ayam, dan tomat.
"Sejak bayi sebenarnya kita sudah dikenalkan dengan makanan yang enak, karena dalam air susu ibu terdapat 22mg/100g kadar glutamat," terangnya.
Meski penggunaan MSG atau micin diperbolehkan, Hanifah tetap mengingatkan agar tidak berlebihan. Tambahkan MSG secukupnya, asal sudah memberi rasa yang diinginkan.
"Penggunaan MSG berlebihan akan menumpuk kandungan natrium berlebihan pada tubuh. Hal ini bisa memicu hipertensi di masa depan, itu memang tidak langsung tapi di masa depan apabila kita sering mengonsumsi makanan yang tinggi sodium natrium," jelasnya.
Untuk itu, ia pun berpesan pada masyarakat agar bijak dalam menggunakan MSG seperti halnya mengkonsumsi makanan lainnya.
"Kita sendiri sebenarnya juga sudah mengetahui sejak dulu kalau apa pun yang dikonsumsi secara berlebihan bisa menjadi racun di dalam tubuh, akan berbahaya jika dosisnya berlebihan," tegasnya.
Terkait anggapan dampak konsumsi micin bisa mempengaruhi fungsi otak atau menyebabkan kebodohan, secara tegas Hanifah mengungkapkan bahwa hal tersebut belum bisa dibuktikan dan belum ada pembuktiannya.
"Dari hasil percobaan hewan belum ada pembuktian bahwa konsumsi MSG melalui makanan dapat menyebabkan penumpukan MSG di otak. Ada hasil percobaan hewan yang menemukan itu, tapi itu MSG-nya disuntikkan di kulit. Jadi tidak melalui makanan," paparnya.
Dia menjelaskan kandungan Natrium di MSG lebih sedikit dibandingkan garam dapur sehingga risiko hipertensi akibat konsumsi Natrium berlebih, lebih tinggi pada garam dapur pada takaran yang sama.
"MSG mengandung 13,6 persen Natrium atau 12 persen Matrium dalam bentuk MSG Monohidrat, sedangkan garam dapur 39 persen Natrium. Penggunaan MSG dalam masakan bahkan dapat menurunkan penggunaan garam dapur yang normal," ujarnya.
Hanifah membeberkan penggunaan micin ini tidak menimbulkan efek negatif karena memiliki nilai acuan keamanan yang disebut Acceptable Daily Intakeatau (ADI) atau asupan harian yang dapat diterima.
Selain itu komite dunia yakni JECFA telah mengkaji risiko penggunaan bahan tambahan pangan seperti MSG di bawah Food and Drug Administration (FDA) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang membuat MSG aman jika ditambahkan pada masakan.
Dia menjelaskan MSG pertama kali ditemukan di Jepang pada tahun 1908 oleh Profesor Kikunae Ikeda.
"Kikunae lkeda mengekstrak dan mengkristalkan glutamat dari kaldu rumput laut konbu untuk dijadikan butiran MSG ini. Sebelum dipasarkan ke masyarakat luas beliau telah melakukan percobaan pada hewan," ujarnya.
Dokter gizi dr Maretha menyatakan penambahan MSG pada makanan tidak mengurangi kaandungan gizi dari makanan tersebut.
“Bahkan asama amino glutamat yang terkandung dalam bumbu umami seperti MSG dapat membantu meningkatkan selera makan. Dan peningkatan selera makan ini membantu dalam pemenuhan asupan gizi yang baik,” katanya.
Dr Maretha menganjurkan sebaiknya MSG diberikan pada anak setelah usia satu tahun. Sementara untuk bayi di bawah 1 tahun sebaiknya menggunakan MSG alami yang ada pada bahan makanan tersebut.
Sementara itu Ketua Bidang Komunikasi P2MI Satria Gentur Pinandita mengatakan selama ini banyak informasi yang salah di masyarakat terkait MSG.
Selama ini, makanan yang menggunakan micin dianggap bisa mengakibatkan sejumlah gangguan kesehatan, seperti pemicu terjadinya kelebihan berat badan (obesitas), kanker, hingga penyebab kebodohan.
"Natrium yang sama sebagaimana terdapat dalam garam dapur atau garam meja, sedangkan asam glutamat adalah asam amino yang secara alami terdapat dalam daging, ikan/seafood, sayuran seperti tomat, bawang putih, kentang dan sayuran lainnya, serta dalam rumput laut jenis konbu," kata Satria.
Tidak itu saja, lanjut Satria, asam glutamat lebih banyak lagi terdapat dalam makanan berprotein tinggi yang difermentasi dalam waktu relatif lama seperti keju, kecap kedelai, kecap ikan, ikan peda, dan sejenisnya.
Guna memastikan penggunaan penyedap rasa, Satria mengatakan P2MI akan membidik pasar edukasi pada masyarakat luas di mana akan memberi pemaparan manfaat penggunaan micin.(HAP)
Baca Juga: Begini Cara Penuhi Kebutuhan Cairan Tubuh saat Puasa Menurut Dokter Gizi
msg penambah selera makan pada anak pakar gizi msg aman dikonsumsi
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...