CARITAU JAKARTA - Joyland Festival Jakarta 2023 sudah lewat sepekan, tapi euforia lini massa masih terus bergulir jika kita menelusuri tagar #joyland2023. Daya pikat helatan tahunan dari Plainsong Live yang digelar pada 24 - 26 November 2023 sejauh ini masih jadi yang paling subtil. Alur festival rapi, penyelenggara yang tak banyak gimik serta kurasi penampil yang menjanjikan, menjadi poin dari banyak penilaian yang dari dari pengunjung.
Menjalankan festival musik atau konser dengan skala ribuan penonton di Indonesia bisa jadi sesuatu yang luar biasa, tak jarang juga jadi “bencana” tersendiri. Dalam rentang 1 bulan sebelum Joyland 2023 yang digelar di Lapangan Baseball Senayan, SUGBK, Jakarta selatan ini pemberitaan ramai oleh kegagalan beberapa festival, harus dihentikannya konser BMTH di tengah jalan, hingga kekacauan ticketing pada saat Coldplay mentas.
Sebagai salah satu festival musik terbesar di Indonesia, dari tiga tahun penyelenggaraannya yang saya hadiri, Plainsong Live punya formulanya sendiri untuk menjadikan Joyland sebagai festival yang ramah untuk segala usia dan dinanti banyak orang, yakni “pengalaman” menghadiri festival musik yang menyenangkan.
Line up tentu jadi sajian utama, namun tak sedikit penyelenggara acara yang luput pada detil lainnya. Sebagai festival untuk semua usia, Joyland menjadi salah satu yang punya kesadaran lebih untuk hal tersebut. Joyland menghadirkan area “White Peacock”, yang dikhususkan untuk penonton dewasa yang membawa anak-anak dengan segala aktivitas di dalamnya. Dari mulai crafting, arena bermain anak, face painting hingga workshop penulisan lagu. Selain itu, pemisahan area dewasa yang khusus diperuntukkan bagi perokok dan peminum alkohol menjadi detil tambahan yang harus diapresiasi.
Untuk mengakomodir penonton yang ingin menghabiskan waktu menunggu idolanya tampil, Joyland juga menghadirkan “Cinerillaz” area untuk menonton film yang dikurasi Palari Film, dan juga “Shroom Garden” yang menampilkan komika seperti Egi Haw, Arief Didu, Bene Dion dan lainnya hasil kurasi dari Soleh Solihun.
Penyelenggaraan Joyland 2023 bukan tanpa kendala. Berlangsung 3 hari, pada hari pertama Senayan diguyur hujan deras. Hal tersebut memaksa pertunjukan dihentikan untuk sementara waktu dengan alasan keselamatan. Beberapa line-up di hari pertama juga harus rela memangkas waktu tampilnya. korban. Grup band rock psikedelik ALI dan musisi jazz asal Inggris, Kamaal Williams harus memangkas penampilannya tak lebih dari 30 menit.
Beberapa area di dalam venue berubah menjadi jadi kubangan, ada yang masih bertahan di tengah lapangan dengan jas hujan, sisanya mencari area untuk berteduh. Mengingat acara diselenggarakan pada musim hujan, tentu para penonton pun sudah berdama dengan force majeure. Plainsong Live sebagai penyelenggara cukup sigap, di hari kedua, area yang menjadi titik genangan dialasi dengan papan agar mudah dilintasi penonton.
Malam Magis ‘Copenhagen Brigade’
Terlepas dari faktor cuaca di hari pertama yang tidak bisa dihindarkan, banyak penonton yang hadir menantikan Copenhagen Brigade, atau Mew yang menjadi penampil puncak hari itu. Sebagai catatan, penampilan band asal Denmark yang beranggotakan Jonas Bjerre (vokal), Johan Wohlert (bass), Silas Utke Graae Jørgensen (drum), Bo Madsen (gitar) merupakan yang keenam kalinya di Indonesia.
Sebelumnya, Jonas dkk mentas di Indonesia untuk pertama kalinya pada Java Rockingland pada 2009 silam, setahun kemudian mereka mentas di Bandung dan Surabaya. Setelahnya, pada tahun 2013 mereka tampil di Arthur Days, JIEXPO dan terakhir kali Mew tampi di Indonesia pada 2018 silam di Stellar Fest.
Sebelum hujan turun, hari pertama dibuka oleh penampilan dari Lomba Sihir di Plainsong Stage. Tampil tanpa Baskara (Hindia), sang gitaris Rayhan Noor menambal departemen vokal bersama Natasha Udu. Band pop asal Jakarta ini memainkan set terbaik mereka seperti “Pesona”, “Apa Ada Asmara” sampai “Hati dan Paru-Paru”.
Usia Lomba Sihir, bergeser ke panggung Joyland, David Bayu tampil di saat hujan mulai turun. Meski begitu, para penonton yang hadir setia menyaksikan pentolan grup Naif tersebut. Sore itu, David membawakan banyak lagu Naif di repertoarnya. Ia pun turun ke area barikade hingga penonton untuk bernyanyi bersama sembari hujan-hujanan.
Sementara itu, di Lilypad Stage, yang merupakan panggung hasil kurasi Whiteboard Journal, tampil Jevin Julian, L'alphalpha, The Panturas, hingga White Shoes and The Couple Company. Meski panggung tersebut lebih kecil dibanding dua panggung utama, band yang tampil di panggung tersebut menjadi yang cukup menarik untuk disaksikan Joyland 2023. Ada Bayangan (Malaysia), SOBS (Singapore), Yeonlapa (Thailand), hingga Leipzig dan Gabber Modus Operandi.
Sebelum menuju Mew, penonton terlebih dahulu menyaksikan Fazerdaze. Penyanyi asal Selandia Baru keturunan Indonesia yang bernama asli Amelia Rahayu Murray ini tampil atraktif. Memainkan dream pop, Amelia memainkan set panjang. Ia juga mengenalkan lagu barunya.
“Ini lagu baru kami,” ujarnya sebelum memulai lagu “Bigger”.
Selain itu, pada penampilannya di lagu “Shoulder” ia juga mengganti sepenggal liriknya dengan menggunakan Bahasa Indonesia. Fazerdaze total membawakan 11 lagu, dengan “Lucky Girl” dan “Thick of the Honey” yang jadi penutup.
Salah satu yang perlu diberi apresiasi adalah kesigapan tim show Joyland Festival, ketat dalam manajemen waktu menjadikan flow acara dan perpindahan panggung berjalan mulus. Setelah menyaksikan band asal Australia, Last Dinosaur, penonton langsung memadati panggung utama untuk menyaksikan Mew.
Tanpa basa-basi, Jonas dan kawan-kawan membuka penampilan dengan tiga nomor populer mereka “Special”, “The Zookeeper's Boy”, dan “Snow Brigade” secara berurutan. Ini adalah kali kedua saya menyaksikan Mew secara langsung. Perbedaannya, kali ini saya menyaksikan dengan produksi panggung dan tata suara yang lebih baik dibanding yang pertama kali.
Mew memainkan set yang menarik malam itu. Dari mulai “She Spider”, “Introducing Palace Players”, hingga “Cartoons and Macramé Wounds” mereka mainkan. Semua disambut meriah tak hanya oleh Frangers Army (sebutan untuk fans Mew ) tapi juga dari penonton lainnya yang hadir.
Koor massal tak terelakan di nomor “Am I Wry? No”, “156”. Salah satu momen paling magis malam tersebut yakni saat Mew memainkan “Comforting Sounds” sebagai encore. Mew sebenarnya bagi saya terdengar memainkan rock yang sederhana jika didengarkan dalam versi rilisan fisik maupun digital. Namun, pandangan saya berubah drastis saat menyaksikan penampilan panggung mereka dengan tata suara yang apik.
Instrumentasi mereka rumit, megah dam terselip di banyak layer suara. Penampilan mereka secara live juga prima. Suara Jonas hadir tanpa cela. Bagian interlude menuju coda di lagu “Comforting Sound”, pada malam itu adalah salah satu pengalaman audial terbaik yang saya pernah alami, magis dan tak sedikit membuat beberapa penonton yang hadir, setidaknya yang saya temui menitikkan air.
“Bahasa Musik”
Ada hal yang menarik dari tiga penampil utama di Joyland 2023 kemarin. Seperti sebuah kebetulan, tiga front man dari band yang jadi penutup di acara acara tersebut semuanya irit bicara. Jonas Bjerre (Mew), Robin Pecknold (Fleet Foxes), hingga Paul Banks (Interpol) ketiganya memang minim interaksi di atas panggung.
Sepengingat saya, selain menyebutkan lagu, kata-kata yang keluar dari mulut mereka dan paling sering terucap hanya “Thank you”. Meski begitu, bukan berarti mereka tanpa interaksi. Ketiganya berinteraksi dengan “bahasa musik” yang personal. Penampilan tanpa cela, dan kharisma contohnya. Tanpa mengecilkan penampilan band lainnya, ketiga vokalis tersebut memiliki auranya tersendiri.
Di hari kedua Joyland 2023, hujan masih turun namun tak sebesar hari pertama. Sejak sore hari suasana sudah dimeriahkan oleh penampilan Homeshake, Luby Sparks dan Curb. Salah satu yang menjadi highlight sore itu adalah penampilan Glass Beams, band asal Melbourne, Australia.
Band yang memulai debutnya pada tahun 2020, ini menghadirkan bebunyian pop, dengan sedikit sentuhan rock psikedelik yang dipadu dengan sound khas Asia Selatan hingga timur tengah. Meski tanpa vokal, sajian musik Glass Beams berhasil mengajak penonton berjoget di tengah hujan di lapangan Baseball, Senayan.
Bergeser ke panggung Lilypad, selepas maghrib, unit rock n’roll ibu kota, The Brandals memanaskan suasana. Membawakan beberapa materi di album barunya seperti “Preambule”, Eka Annash dan kawan-kawan mengajak penontonnya untuk memberikan dukungan kepada Fathia dan Haris Azhar yang saat ini tengah menghadapi tuntutan 4 tahun penjara karena dugaan pencemaran nama baik terhadap Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan.
Selain itu, band yang dikenal dengan lagu “100 Km/Jam” ini juga menyuarakan keberpihakannya kepada Palestina yang tengah digempur dari Israel. The Brandals membuka penampilannya dengan mengibarkan bendera Palestina, dan beberapa personilnya menggunakan Keffiyeh.
Lelah berkeliling, saya baru bergeser ke panggung utama pada saat Squid mau naik pentas. Band post-punk unik asal Inggris ini tampil dengan solid. Malam itu juga banyak penonton yang hadir untuk menyaksikan penampilan perdana mereka di Indonesia.
Setelah Squiq, di panggung utama tampil The Adams. Seperti panggung-panggung mereka biasanya, penampilan The Adams selalu disambut nyanyian massal dari penonton. Nomor-nomor serti “Timur”, “Pelantur” hingga “Hanya Kau” yang anthemic selalu sukses membuat semua orang bernyanyi.
“Band kurang ajar nih. Kita dibuka sama Squid, sama Mildlife. Mau minta main sore enggak boleh,” kelakar sang gitaris, Saleh Husein dijeda penampilannya.
Penampil utama hari kedua memang Fleet Foxes, namun tak sedikit juga malam itu yang menantikan Bloc Party tampil. Malam itu adalah penampilan kedua Kele Oreke, Russel Lissack, Gordon Moakes dan Matt Tong mentas di Jakarta setelah sebelumnya tampil pada 2013 lalu.
Kele Reke dkk membuka set dengan "In Situ" yang diambil dari album studio keenam mereka. Lucunya, Kele beberapa kali menyapa penonton dengan ungkapan kasar khas Ingris, "London Bloke" yang berarti 'pria rata-rata'.
Menariknya, pada saat Bloc Party mentas, area penonton bagian depan terlihat didominasi oleh penonton yang "sudah berumur" yang mungkin sudah mendengarkan mereka sejak debut pertama “Silent Alarm” dirilis pada 2005.
Suasana makin pecah saat "Banquet" dibawakan tanpa jeda dari lagu "Song for Clay" dan kemudian disambung dengan "She's Hearing Voices", dan "Helicopter" menjelang akhir set mereka.
"Satu dekade lalu kami pertama ke Jakarta. Siapa yang hadir waktu itu?" tanya Kele yang dijawab dengan beberapa tangan yang terangkat.
Jelang tengah malam, semua penonton merapat ke panggung Joyland. Area depan tentu langsung dipadati penonton yang ingin menyaksikan pop baroque asal Seattle, Amerika Serikat, Fleet Foxes.
Robin Pecknold dan kawan-kawan membuka penampilannya dengan “Sunblind”. Tak butuh waktu lama, penonton pun menyambut dengan nyanyian massal dan tepuk tangan meriah. Musik yang dihadirkan roster Sub Pop ini sedikit banyak mengingatkan saya pada folk hero, Bob Dylan. Sederhana, manis dan puitik.
Malam itu Fleet Foxes memainkan set panjang dengan total 19 lagu. Penampilan mereka di Joyland 2023 selain untuk kali pertama di Indonesia, juga merupakan penampilan ekslusif di Asia. Dari “Can I Believe You”, “Maestranza”, “Blue Ridge Mountains” hingga “White Winter Hymnal” mereka suguhkan. Jika Mew menutup hari pertama dengan magis, tak berlebihan rasanya jika saya bilang Fleet Foxes menutup hari kedua dengan manis.
Kultus Interpol
Sejak pertama kali diumumkan menjadi salah satu penampil di Joyland 2023, kehadiran band beranggotakan Paul Banks (vokal, gitar), Daniel Kessler (gitaris utama, backing vokal), Carlos Dengler (bass), Sam Fogarino (drum) yang sangat dinantikan oleh para penggemar di Indonesia akhirnya terbayar lunas.
Berbeda dengan penampil yang lain, set panggung Interpol terbilang cukup sederhana. Tata cahaya minimalis dengan banyak nuansa biru, hijau dan sesekali merah mendukung penampilan mereka yang “dingin” secara interaksi, namun kharismatik dan bikin berigidik.
"Halo, kami Interpol," ujar Paul Banks, sebelum penampilannya.
Tak lama berselang, intro “Untitled” dimainkan dan membuat penonton yang hadir euforia. Maklum, ini adalah kali pertama band rock asal New York di Indonesia. Pun ketika Interpol memainkan “C’mere” ingatan saya mundur ke medio 2013 saat kali pertama mengenal mereka melalui album penuh “Antics”.
Pada era itu, suara Paul Banks menghipnotis lewat lagu “Evil”. Mungkin cukup telat dibandingkan yang lain, lantaran albumnya sendiri dirilis pada 2004. Namun kharisma Paul Banks memang sekuat itu, dan membuat saya menjelajah album mereka mundur ke belakang.
Lebih dari dua dekade, Interpol menjadi salah satu band rock yang dikultuskan oleh banyak fansnya. Terutama debut album mereka “Turn On the Bright Lights?”. Bagi banyak orang, album tersebut tuah tersendiri. Setidaknya bagi saya, album itu dengan cakap menangkap suasana muram dan bisa menjadi soundtrack untuk merenung di keramaian.
Malam itu, Interpol membawakan repertoar yang yang beragam. Tak hanya hitsnya, mereka juga memainkan banyak lagu dari diskografinya seperti. Dari mulai “The Rover”, “My Desire”, “Take You on a Cruise”, “Into the Night”, “Toni” dan tentunya “Evil” hingga “PDA” serta “Slow Hands” yang menutup penampilan set sepanjang satu jam tersebut.
Fanbase Interpol di Indonesia cukup besar. Tak terbatas usia, dari pantauan saat mencari spot terbaik untuk menyaksikan penampilan mereka, tampak para fans yang asik menyanyi dan berjingkrak-jingkrak menikmati setlist. Tak sedikit juga yang menikmatinya sambil rebahan atau sekadar duduk-duduk di atas kain piknik.
Sebelum menutup hari dengan penampilan Interpol, para penonton terlebih dihibur dengan penampilan grup indie pop asal Kanada, Alvvays. Melihat respon dari penonton, kehadiran Alvvays juga menjadi salah satu yang paling dinanti para fans. Selain itu, ada juga The Beths, yang digawangi Elizabeth Stokes yang lahir di Jakarta, beberapa kali berinteraksi dengan bahasa Indonesia yang cukup lancar.
Setelahnya, band punk rock asal Jepang, Otoboke Beaver mencuri perhatian pada di hari terakhir Joyland Festival 2023. Grup yang beranggotakan 4 perempuan, Accorinrin (vokal), Yoyoyoshie (gitar, vokal), Kahokiss (drum), dan Hiro-Chan (bas) itu begitu liar dan energik.
Sepanjang penampilan Otoboke Beaver, para penonton Joyland Festival 2023 tampak sangat antusias. Tepuk tangan selalu diberikan hadirin di setiap jeda lagu yang dimainkan grup asal Jepang itu. "Terima kasih, kami sangat senang berada di sini,” ujar Accorinrin.
Selain nama penampil di atas, Joyland Festival 2023 hari ketiga juga dimeriahkan oleh grup musik asal Indonesia. seperti Dongker, Gabber Modus Operandi, Grrrl Gang, Lair, Leipzig, Mocca, Reality Club, Rock n Roll Mafia, Santamonica, Sore dan sebagainya.
Baca Juga: Imigrasi Tangkap Buronan Interpol Asal Cina
Bukan Festival Biasa
Meski sempat hujan di hari pertama dan kedua, hal itu tak mengurangi antusiasme penonton yang hadir. Sebagai festival “all-age”, sepanjang kehadiran saya 3 hari perhelatan Joyland, Plainsong tahu betul bagaimana cara “memperlakukan” penonton. Tak hanya “inklusifitas” genre musik, mereka juga membagi area dengan layout yang menarik dan tidak membingungkan.
Seperti dituliskan sebelumnya, Joyland menjadi festival yang ramah anak. Pemilihan venue yang luas membuat penonton cukup nyaman dan tak berdesakan. Area yang luas juga menjadi nilai plus bagi pengunjung dengan anak, lantaran bisa dimanfaatkan untuk mengajak anak-anaknya bermain, atau kalau pun malas, para orang tua bisa membawa anak mereka ke area White Peacock dengan segala ragam aktivitasnya.
Meski disponsori rokok, Joyland nyatanya menjadi salah satu festival yang cukup tegas dengan aturan merokok. Salah satu siasatnya dengan memisahkan area perokok dan booth minuman beralkohol untuk 21+ di area terpisah.
Mereka juga menyediakan steward, atau crowd control yang berkeliling untuk memastikan dan menegur penonton yang merokok di luar area merokok.
Joyland Festival Jakarta 2023 juga mengusung konsep ramah lingkungan dalam penyelenggaraannya. Dari mulai tata artistik panggung, instalasi instalasi dan instalasi seni seluruh area terbuat dari bahan ramah lingkungan yang dihadirkan dengan desain yang menarik.
Penyelenggara juga menerapkan larangan membawa botol plastik sekali pakai ke dalam venue. Para pengunjung diwajibkan membawa tempat minum pribadi karena di dam area festival disediakan banyak water station yang bisa dinikmati secara gratis selama festival berlangsung.
Pengalaman menghadiri Joyland Festival untuk kedua kalinya membuat saya berpikir, sudah seharusnya menonton festival se-menyenangkan itu. Tak hanya perkara musikal, Joyland berhasil memberikan “pengalaman” lain yang sama berkesannya dari pertunjukan musik itu sendiri. Bukan tidak mungkin dalam rentang waktu beberapa tahun ke depan Joyland akan menjadi destinasi konser bagi penikmat musik di Asia. (Irfan Nasution)
Baca Juga: King of Convenience dan Menikmati 'Asia' di Panggung Lily Pad Joyland Festival Bali 2024
Plainsong live joyland festival joyland 2023 interpol fleet foxes bloc party festival ramah anak paul banks
PMJAK Desak Bawaslu DKI Tindaklanjuti Soal Dana Ka...
Yuks Ramaikan Kampanye Akbar Andalan Hati di GOR S...
Masyarakat Bantaeng Sambut Kunjungan Andi Sudirman...
GKJ Pererat Hubungan dengan Warga Melalui Jumat Be...
Demi Kepentingan Kaum Betawi, RK dan Eki Pitung Se...