CARITAU JAKARTA - Pengamat politik Citra Institute, Efriza menyoroti keputusan dari Ketua Umum Partai Kebangkitan (PKB) Muhaimin Iskandar (Cak Imin) yang berlabuh ke barisan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh.
Cak Imin diketahui menerima pinangan NasDem menjadi Cawapres dampingi Anies Baswedan di kontestasi Pilpres 2024.
Baca Juga: Eks Jurnalis dan Aktivis Relawan Pemimpin Muda Deklarasikan Dukungan ke Prabowo-Gibran
Kabar berlabuhnya Cak Imin ke Nasdem itu telah berhasil menghebohkan publik dan juga kancah perpolitikan nasional. Sebab, Partai PKB sedari awal telah menyepakati hubungan kerjasama politik dengan Partai Gerindra guna mengusung Prabowo Subianto menjadi Capres 2024.
Adapun kabar Cak Imin dipinang oleh Nasdem mendampingi Anies Baswedan dalam Pilpres 2024 itu pertama kali mencuat berdasarkan informasi yang diungkap oleh Partai Demokrat yang merasa kecewa lantaran Surya Paloh telah memberikan keputusan sepihak.
Efriza menilai, manuver Cak Imin dengan merapat ke kubu Anies Baswedan telah menunjukkan sikap pragmatisme yang didorong nafsu kekuasaan semata, untuk menduduki kursi kandidat sebagai Cawapres dampingi Anies di Pilpres 2024.
Menurut Efriza, posisi Cak Imin yang berlabuh ke lain hati itu, lantaran dirinya telah membaca peluang kemungkinan tidak dapat mengisi kursi Cawapres mendampingi Prabowo. Kondisi itu, mulai muncul sejak Golkar dan PAN resmi masuk kedalam Koalisi yang dipimpin oleh Prabowo tersebut.
"Sejak Golkar dan PAN bergabung ke Prabowo, Cak Imin sudah membaca peluang Cawapres Prabowo tertutup. Sehingga dengan cepat dirinya beralih tempat. Semua itu hanya kekuasaan semata, tidak ada lagi pertimbangan ideologi ataupun soal ide dan gagasan ke depan," kata Efriza dalam keterangan tertulis yang diterima caritau.com, Jumat (1/9/2023).
Dalam keteranganya, Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Sutomo itu meyakini sejak awal dimulainya tahapan penyelenggaraan Pemilu 2024 Cak Imin terus bermanufer untuk mencari peluang menjadi Cawapres. Adapun manufer Cak Imin itu nampak terlihat ketika akhir-akhir ini nampak gelisah lantaran Prabowo tak juga kunjung mengumumkan Cawapres.
"Karena dari manuver-manuver politik dari PKB dan Muhaimin yang selalu terlihat gelisah, ketika Prabowo tak kunjung untuk mengumumkan cawapresnya" ujar Efriza.
Disisi lain, dirinya melihat, dengan bergabungnya Cak Imin kedalam koalisi Anies Baswedan telah mengejutkan banyak pihak terutama barisan organisasi Islam Nahdatul Ulama (NU). Sebab, keputusan Surya Paloh meminjam Cak Imin itu tak pernah terbayangkan sebelumnya.
"Bergabungnya Cak Imin dengan koalisi Anies Baswedan juga telah mengejutkan banyak pihak terutama Kalangan Nahdlatul Ulama (NU)," terang Efriza.
Disisi lain, menurutnya, peluang untuk cawapres Prabowo masih terbuka, begitu juga dengan cawapres Ganjar Pranowo. Namun, keputusan Nasdem meminang Cak Imin diawal merupakan kesempatan yang tak akan disia-siakan oleh PKB.
"Tapi kegelisahan dan hasrat pribadi, sepertinya membuat Cak Imin memilih yang lebih jelas saja. Sudah pasti itu tanpa mempertimbangkan situasi di Kalangan NU. Nahdliyin pasti bingung dengan keputusan Cak Imin ini," jelas Efriza.
Efriza menerangkan, konstelasi pilpres 2014 dan 2019 sebelumnya telah membuat jarak antara Islam tradisional yang melekat di NU dengan islam Moderat yang melekat pada PKS maupun para pendukung Anies Baswedan.
Adapun saat ini, keputusan Surya Paloh untuk meminang Cak Imin merupakan salah satu upaya strategi usaha untuk menyatukan suara kedua kelompok organisasi Islam terbesar se Indonesia itu.
"Jadi itu, jelas bukan pekerjaan mudah bagi Anies dan Muhaimin," terangnya.
Disatu sisi Efriza menekankan, bahwa masuknya PKB ke koalisi dan menjadikan Cak Imin sebagaj Cawapres telah menimbulkan kekecewaan yang mendalam Partai Demokrat lantaran sosok Ketua umum AHY yang sebelumnya digadang-gadang bakal mendampingi Anies di Pilpres 2024.
Menurut Efriza, keputusan Paloh meminang Cak Imin menjadi Cawapres Anies Baswedan secara otomatis juga telah merubah semangat perjuangan koalisi yang memiliki nama Koalisi Perubahan menjadi koalisi arahan.
Sebab, Efriza menjelaskan, jika dirunut, kedua Partai itu yakni Nasdem dan PKB merupakan partai yang selama ini menjalankan kerjasama politik dengan pemerintahan Presiden Jokowi.
"Tidak hanya itu, masuknya PKB menjadi bagian dari Koalisi Anies dan juga keluarnya Demokrat menjadikan tagline 'perubahan' itu menjadi naif.
"Nasdem dan PKB jelas merupakan pendukung garis keras Presiden Jokowi, jadi perubahan seperti apa yang mereka usung. Sekali lagi terlihat, Pilpres 2024 hanya sekedar pergantian kekuasaan saja," sambung Efriza.
Efriza menambahkan, denga begitu, semangat perubahan yang selama ini telah dinarasikan Anies Baswedan merupakan bentuk framing politik yang tidak menemukan ujung klimaks secara harfiah.
"Tidak akan ada adu ide dan gagasan, seperti yang digaung-gaungkan Anies sebelumnya. Anti klimaks sudah," tandas Efriza. (GIB/DID)
Baca Juga: Soal Ekonomi Hijau, Gibran Klaim Pemerintah Telah Lakukan yang Terbaik
cak imin pkb anies baswedan cawapres pilpres 2024 pemilu 2024
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...