CARITAU ISTANBUL - Akhir penantian yang sempurna. Begitulah kalimat yang pantas disematkan melihat kiprah Manchester City di musim ini. Tim asuhan Pep Guardiola itu berhasil menyudahi penantian panjangnya untuk bisa mendapatkan gelar Liga Champions Eropa, terlebih mereka mendapatkannya dengan cara yang teramat istimewa; treble winner.
The Cityzens, julukan Manchester City menempuh jalan berliku di musim ini. Dan Istanbul kembali menjadi tempat yang tepat untuk mengukir cerita manis klub asal Inggris.
Baca Juga: Klopp Berang Liverpool Tak Dapat Penalti Usai Macca Dilanggar Doku di Menit Akhir
Bermain di Ataturk Olympic Stadium, duel Man City vs Inter Milan sempat berjalan alot. City yang merupakan kekuatan besar di Liga Inggris, tampak bermain tegang dan tampil di bawah standar. Mereka tampil tidak istimewa dan beberapa kali menciptakan kesalahan mendasar. Hal ini membuat Pep Guardiola di luar lapangan tampak risau dan meneriaki beberapa pemain.
Meski Haaland dan Kevin de Bruyne mencetak sepakan tepat sasaran di babak pertama, Inter juga menciptakan peluang berbahaya yang memanfaatkan kelengahan lini belakang City. Di menit ke-25, kiper City Ederson melepaskan umpan yang tidak sempurna di sepertiga akhir zona pertahanan sendiri. Bola direbut oleh Barella dan langsung melepaskan tembakan kencang, meski tidak mengarah tepat ke gawang.
Usai turun minum, tempo permainan tak banyak berubah seperti babak pertama, sebelum Rodri berhasil mencetak gol untuk Man City di menit ke-68. Aksi Rodri menjadi ironi bagi City, karena salah satu perdebatan utama yang muncul usai kekalahan mengecewakan dari Chelsea di Porto, adalah keputusan membingungkan Guardiola untuk tidak memainkan pemain kelahiran Madrid itu.
"Gol ini hadiah luar biasa. Ini melebihi mimpi terbaik sejak saya kecil karena bisa mencetak gol yang menentukan untuk kemenangan,” kata Rodri dia kepada BT Sport.
Unggul satu gol membuat Inter menaikkan intensitas permainannya. Mereka melakukan perjudian besar dengan memasukkan Romelu Lukaku. Namun, kesialan kembali mendera Lukaku. Dia dituding menggagalkan upaya Di Marco, serta tidak memanfaatkan peluang dengan baik.
Di balik itu semua, kredit khusus patut disematkan kepada Ederson yang tampil sangat gemilang di pertandingan ini. Kiper asal Brasil itu berhasil mencatatkan lima save, salah satunya menghalau upaya Robin Gosens di akhir babak kedua.
Wasit Polandia, Szymon Marciniak meniup peluit panjang bak simfoni termanis bagi Man City. Seluruh pemain dan staff berlari ke tengah lapangan. Adapun di tribun puluhan ribu suporter setia The Cityzens yang membaluti tubuhnya dengan atribut serba 'biru langit' tampak gegap gempita.
Di momen kemenangannya, Guardiola bereaksi dengan relatif tenang saat dia berbalik untuk berjalan jauh di pinggir lapangan, memberikan kata-kata penghiburan kepada lawan mainnya di Inter, Simone Inzaghi. Luar biasa!
Treble Winner dan Musim Sempurna
Emosi Pep Guardiola tampak terkuras saat pemain City melakukan selebrasi dengan bahagia di sekelilingnya. Hal tersebut bisa dimengerti, karena itu bakal sangat berarti baginya.
Sepanjang musim dan beberapa tahun sebelumnya, nada sumbang dari beberapa pihak kerap melontarkan kritik ke mantan pelatih Bayern Munich dan FC Barcelona itu. Meski City mendominasi kompetisi di dalam negeri; lima gelar Liga Premier dalam enam tahun, Guardiola tetap ditagih karena belum juga mendaratkan trofi UCL ke publik Manchester.
Di musim ini, Ilkay Gundogan dan kolega sempat absen lama menduduki puncak klasemen Liga Premier Inggris. Pasalnya, hingga pekan ke-30, mereka tertinggal delapan angka dari Arsenal yang saat itu digadang-gadang bakal juara.
Namun, Arsenal yang dikomandoi oleh Mikel Arteta tampak kehabisan bensin jelang pekan-pekan terakhir. Kedua tim sempat bersua di pekan ke-33 dan City berhasil mengamankan pertandingan tersebut.
Dan selanjutnya, The Gunners tampil di bawah tekanan dan mendapati hasil negatif. Adapun Man City terus melejit dan memastikan trofi Liga Premier Inggris di pekan ke-37.
Sementara di ajang FA Cup, Derby Manchester tersaji di partai puncak. Man United berambisi untuk menahan laju treble winner. Kendati demikian, The Red Devils tak mampu menghadang ambisi penggawa 'The Sky Blue' untuk bersinar terang. Dwigol Ilkay Gundogan di masing-masing babak hanya dibalas satu gol penalti Bruno Fernandes. Misi kedua berjalan tuntas.
Dan di Istanbul? Cerita indah kembali terukir. City melengkapi perjalanannya di musim ini dengan trofi perdana di kancah Eropa.
“Kadang-kadang terlihat seperti kompetisi tahun ini, final ini tertulis di antara bintang-bintang. Golnya, peluang yang mereka miliki. Penyelamatan Ederson di mana pada perpanjangan waktu Anda bisa kehilangan permainan," kata Guardiola.
Manchester City menjadi klub ke-23 yang berhasil meraih trofi 'Si Kuping Besar' dan menjadi tim kedua di Inggris yang berhasil meraih treble winner, menyamai pencapaian Man United di musim 1998/1999.
Hebatnya lagi, Guardiola menjadi pelatih pertama yang meraih dua trofi Liga Champions dengan meraih treble winner. Sebelum bersama Manchester City, prestasi itu digapai bersama Barcelona pada 2009.
“Saya akan menjadi orang yang sama dan kami akan menjadi tim yang sama dan kami akan menjadi Klub yang sama. Hari ini adalah tahun kami, tetapi di masa lalu untuk melakukannya tentu saja kami sangat puas untuk mencapai sesuatu yang unik, Treble untuk klub ini," terang juru taktik asal Spanyol itu, dikutip situs resmi klub.
Magis Klub Inggris di Istanbul
Istanbul, kota yang terletak di antara Benua Asia dan Benua Eropa telah menjelma jadi cerita-cerita indah di berbagai lini kehidupan, termasuk di dunia si kulit bundar.
Di daerah yang memiliki luas 2,576,85 km itu, terdapat cerita dan cinta yang indah bagi klub asal Inggris. Jika di tahun 2023 Man City dapat tuahnya, Liverpool 18 tahun yang lalu mendapatkan keajaibannya.
'Miracle of Istanbul' begitulah para Kopites mengenang masa yang teramat mendebarkan itu. Liverpool yang dipimpin oleh Rafael Benitez sejatinya hampir mengukir kisah nan kelam di pertandingan final UCL melawan AC Milan.
Laga puncak yang diprediksi berjalan ketat, tampak tidak seimbang di babak pertama. Il Rossoneri memimpin 3-0 di babak pertama berkat gol Paulo Maldini dan brace Hernan Crespo. Satu tangan AC Milan telah menggenggam trofi UCL.
"Apa yang terjadi di babak kedua, bagaimana pun membuat Final UCL 2005 menjadi ibu dari semua momen?
"Saya ada di sana. Setiap penggemar sepak bola, tidak perlu menjadi penggemar Liverpool dan Milan, mengingat pertandingan itu.
“Sungguh luar biasa kami tertinggal 3-0 melawan tim Italia di babak pertama dan kami berhasil memenangkannya pada akhir adu penalti,” ujar Mantan Bek Liverpool Sami Hyypia kepada CNN Sport pada 2020.
Momen comeback Liverpool tersebut, hanya ada tujuh menit antara kapten Liverpool Steven Gerrard mencetak gol pertama. Lalu Xabi Alonso menyamakan skor tepat setelah satu jam, periode yang mendebarkan dan kacau di mana The Reds tampaknya melakukan hal yang mustahil.
Tim asuhan Rafael Benitez tampil di babak kedua seperti tim yang sama sekali berbeda, tim penuh keyakinan yang bermain dengan keberanian dan tujuan. Namun, apa yang memicu perubahan yang tiba-tiba ini?
“Saya pikir pertanyaan yang paling banyak ditanyakan adalah apa yang terjadi di paruh waktu?,” kata Hyypia.
“Saya sudah lupa berapa kali saya menjelaskan apa yang terjadi. Awalnya sangat sepi dan kami mendengar penonton menyanyikan “You’ll Never Walk Alone” di luar, dan itu luar biasa,” ia menambahkan.
Ia menceritakan, tim Anda tertinggal 3-0 dan penonton beryanyi sepanjang babak pertama dan mungkin itu memberi kami sedikit kekuatan. Namun, Rafael Benitez cukup tenang.
“Dengar, tidak bisa terus seperti ini. Kita harus memberi penggemar sesuatu untuk disemangai di babak kedua, banyak dari mereka telah melakukan perjalanan jauh, bahkan dengan mobil ke Istanbul untuk mendukung kami,” ujar dia.
Bahkan setelah Gerrard mencetak gol pertama, sebuah sundulan yang dia rayakan dengan melambaikan tangannya dan berteriak dalam upaya membangkitkan semangat rekan satu timnya. Hyypia menuturkan, tim masih tidak percaya bisa melakukan comeback.
Adapun comeback Liverpool tersebut berlangsung di Stadion Ataturk Istanbul, stadion yang juga menjadi saksi sejarah Manchester City memperoleh piala Liga Champions untuk pertama kali.
Paket Komplit
Kemenangan Man City di partai puncak Liga Champions terasa sangat istimewa, karena pemilik klub Sheik Mansour menonton langsung pertandingan tersebut.
Diketahui, Mansour membeli City pada 2008 dari Thaksin Shinawatra, mantan perdana menteri Thailand, tetapi hanya menghadiri satu pertandingan dalam 15 tahun berikutnya. Pria berusia 52 tahun, yang merupakan wakil presiden Uni Emirat Arab, difoto di kursi VIP di Stadion Olimpiade Ataturk di Istanbul mengenakan syal Man City.
Dia telah menghabiskan hampir £2 miliar (Rp 37,432 Triliun) untuk membangun Man City, dengan tujuan menjadikan City sebagai salah satu klub terbesar di dunia. Dibalut syal Manchester City, dia tersenyum ramah saat menyaksikan buah kekayaannya meraih kemenangan akhir.
Guardiola telah mengakui bahwa dia membutuhkan Liga Champions untuk memuaskan hierarki klub, mungkin untuk memperkuat warisannya dan itu adalah malam ketika kemenangan tidak pernah pasti.
“Perasaan yang saya miliki saat ini adalah kami meninggalkan Liga Champions dan memberikan kredit kepada lima Liga Premier. Dalam tujuh tahun, dua Piala FA, empat Piala Carabao, Community Shields.
“Itu memberikan penghargaan atas apa yang telah kami lakukan. Kami harus memenangkan Eropa untuk dianggap sebagai salah satu tim yang sangat bagus dan kami memenangkannya.
“Menderita, Anda bisa mengharapkannya karena Inter adalah tim yang luar biasa. Fisik yang berjuang untuk menang. Terkadang Anda membutuhkan jenis keberuntungan seperti ini di masa lalu, melawan Tottenham dan di pertandingan lain, final melawan Chelsea, kami tidak memilikinya. Hari ini kami memilikinya,” ujarnya.
Namun, dia telah meminta para pemainnya untuk membangun kesuksesan itu ke depan, dan memastikan kami terus menantang untuk mendapatkan hadiah utama.
Sementara itu, Haaland turut mengungkapkan rasa bahagianya dapat meraih UCL bersama Man City.
"Ini pertandingan yang sangat besar, tekanannya luar biasa, Anda semua tahu itu. Bekerja dengan Pep benar-benar istimewa. Kami memiliki hubungan yang baik dan dia banyak membantu saya. Saya berharap untuk lebih berkembang lagi.
“Saya masih muda, saya memiliki banyak tahun tersisa. Untuk dilatih olehnya setiap hari, pelatih terbaik di dunia, ini adalah tempat yang bagus," kata dia, dikutip situs resmi klub.
Dengan 52 gol di semua kompetisi, Haaland telah memainkan peran besar dalam kesuksesan itu, dan percaya kemenangan tersebut memperkuat reputasi Guardiola sebagai salah satu pelatih hebat sejati.
Berkaca pada mengamankan Liga Champions, Haaland mengaku pencapaian tersebut melebihi semua ekspektasinya di usia yang begitu muda.
Namun, Haaland menegaskan dia dan rekan satu timnya harus mencurahkan seluruh energi kita untuk meniru prestasi di tahun-tahun mendatang.
"[It's] Unbelievable. Dalam mimpi terliar saya, saya tidak akan pernah menganggap ini sebagai saya yang berusia 22 tahun jujur. Tapi itu menunjukkan bahwa itu mungkin bagi seorang pria dari kota kecil di Norwegia.
“Menurut saya, ini juga memberi motivasi kepada anak muda lain dalam situasi yang sama seperti saya bermain sepak bola di aula dalam ruangan di kampung halaman saya.
“Kami harus mempertahankan apa yang kami capai musim ini. Begitulah cara kerjanya. Dalam sebulan, dua bulan semuanya dilupakan dan kami harus menyerangnya lagi.” tutup dia. (RMA)
Baca Juga: Jelang Super Sunday, Klopp: Saya Tak Pernah Frustasi Terhadap Pep
manchester city pep guardiola istanbul final liga champions eropa 2023 treble winners city juara liga champions the citizens
vtg37p
PMJAK Desak Bawaslu DKI Tindaklanjuti Soal Dana Ka...
Yuks Ramaikan Kampanye Akbar Andalan Hati di GOR S...
Masyarakat Bantaeng Sambut Kunjungan Andi Sudirman...
GKJ Pererat Hubungan dengan Warga Melalui Jumat Be...
Demi Kepentingan Kaum Betawi, RK dan Eki Pitung Se...