CARITAU OPINI - "Bajingan bermakna positif kalau menjalankan tugas secara adil. Sebaliknya, Bajingan bermakna negatif kalau Presiden menjalankan tugas secara tidak adil, sehingga membuat rakyat menderita"
Rocky Gerung membuat (relawan) Jokowi gelisah, karena Jokowi disebut ‘bajingan tolol’ dan ‘pengecut’.
Baca Juga: Mimbar Bebas Akademik, Mewujudkan Harmoni dan Keberagaman
Segerombolan relawan Jokowi bereaksi. Benny Rhamdani dkk melaporkan Rocky Gerung ke polisi dengan tuduhan menghina Presiden, melanggar pasal 218 KUHP.
Aksi gerombolan Benny Rhamdani dkk ini terkesan sangat bodoh, seperti dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, KUHP yang baru, baru akan berlaku 2 Januari 2026, seperti tertulis di Pasal 624: Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan._ (yaitu 2 Januari 2023).
Maka itu, laporan Benny Rhamdani dkk pasti ditolak polisi. Bagaimana bisa mengadukan seseorang dengan UU yang belum berlaku?
Kedua, menurut pasal 218 KUHP, penghinaan hanya berlaku kalau dilakukan di muka umum. Sedangkan Rocky Gerung bicara di seminar 'Konsolidasi Akbar, Aliansi Aksi Sejuta Buruh', diselenggarakan oleh salah satu organisasi buruh di Bekasi, dihadiri oleh para pimpinan organisasi buruh. Artinya, acara tertutup, bukan di muka umum.
Pasal 218 (1) KUHP: “Setiap orang yang di Muka Umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden dan / atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.”
Ketiga, pasal 218 ayat (2) mengatakan: “Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.”
Rocky Gerung bicara di acara seminar untuk kepentingan umum, khususnya untuk kepentingan buruh dan masyarakat luas, yang mencari keadilan karena presiden menetapkan UU yang sangat tidak adil, sewenang-wenang, dan diduga keras melanggar konstitusi.
Antara lain UU Cipta Kerja yang sebelumnya divonis inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi. Bukannya membatalkan UU inkonstitusional tersebut, Presiden malah menerbitkan kembali, dengan menggunakan PERPPU yang secara jelas melanggar konstitusi.
Karena alasan kegentingan memaksa di PERPPU Cipta Kerja sangat mengada-ada, tidak berdasarkan kondisi obyektif krisis ekonomi global, tetapi hanya berdasarkan kondisi subyektif dan manipulatif, seolah-olah akan ada krisis ekonomi global yang faktanya hanya ilusi. Karena, setelah tujuh bulan berjalan, ternyata tidak ada krisis ekonomi sama sekali.
Sebaliknya, penerimaan perpajakan untuk semester pertama 2023 bahkan naik 8,5% dibandingkan periode sama 2022.
Artinya, pemerintah telah membohongi publik, dan melanggar alasan obyektif kegentingan memaksa di dalam penetapan PERPPU Cipta Kerja.
Oleh karena itu, penyampaian materi seminar Rocky Gerung di acara Konsolidasi Akbar organisasi buruh tersebut sangat jelas untuk kepentingan umum.
Keempat, kata ‘Bajingan’ adalah sebutan untuk profesi yang sangat mulia: bagusing jiwo angen-angening pangeran: Artinya, orang baik yang dicintai Tuhan.
Bajingan menjadi profesi tidak mulia ketika Bajingan tidak memiliki keberanian menegakkan keadilan, sehingga membuat rakyat menderita, sehingga sebutan Bajingan bukan merupakan penghinaan.
Bajingan bermakna positif kalau menjalankan tugas secara adil. Sebaliknya, Bajingan bermakna negatif kalau presiden menjalankan tugas secara tidak adil, sehingga membuat rakyat menderita seperti menetapkan UU Cipta Kerja, UU Kesehatan, dan UU yang tidak adil lainnya.
Kelima, mengatakan seseorang bodoh, termasuk presiden, juga bukan merupakan penghinaan.
Donald Trump disebut Presiden Amerika Serikat paling bodoh, tetapi yang bersangkutan dan pendukungnya biasa-biasa saja, tidak panik.
Padahal Trump diperkirakan masuk kategori orang super jenius.
Artinya, presiden disebut ‘Presiden Bodoh’ atau ‘Bajingan Bodoh’ bukan karena IQ rendah, tetapi karena menetapkan kebijakan yang tidak normal, tidak adil, dan melanggar konstitusi.
Sedangkan menurut UU Pemilu, pelanggaran konstitusi masuk kategori pengkhianatan negara. Jauh lebih buruk dari kebijakan bodoh.
Rocky Gerung masih sangat sopan mengatakan Presiden ‘Bodoh’ atau ‘Tolol’, bukan presiden pengkhianat negara, meskipun UU Cipta Kerja terindikasi kuat melanggar konstitusi.
Mungkin harapannya agar Jokowi bisa segera koreksi dan mencabut semua UU yang bermasalah, sehingga menjadi Presiden ‘Pinter’.
Keenam, demo buruh sudah berlangsung sejak lama, jauh sebelum RUU Cipta Kerja disahkan menjadi UU.
Rencana demo Akbar 10 Agustus 2023 merupakan bagian dari rencana gelombang demo yang akan diikuti oleh para buruh, petani, mahasiswa dan elemen rakyat lainnya, untuk mencari keadilan yang sudah dibajak oleh para tiran. Rencana demo Akbar tersebut sudah disosialisasikan sejak tiga bulan yang lalu, sejak Mei 2023.
Ke mana saja Benny Rhamdani selama ini, kok bisa bilang Rocky Gerung provokasi demo buruh dan memecah belah bangsa?
Yang memecah belah bangsa sejatinya adalah pihak pembuat UU yang tidak adil dan merugikan masyarakat luas, yaitu pemerintah, dalam hal ini Presiden dan DPR, termasuk para anteknya. Karena UU yang tidak adil ini, maka masyarakat melakukan demo untuk membela haknya.
Ketujuh, kata ‘pengecut’ juga bukan penghinaan, tetapi kondisi di mana seseorang tidak berani bertanggung jawab atas perbuatannya. Rocky Gerung mengatakan, Jokowi seharusnya berani menghadapi buruh, berani debat dengan Ketua Umum KSPSI Jumhur Hidayat, tentang UU Cipta Kerja, sebagai bentuk tanggung jawabnya karena memberlakukan UU Cipta Kerja, UU Kesehatan, dan UU lainnya yang dianggap masyarakat bermasalah.
Kalau Jokowi tidak berani berdebat, dan terus menghindar, maka tidak salah mengatakan pengecut. Yaitu lari dari tanggung jawab. Itu adalah sebuah fakta yang disampaikan oleh Rocky Gerung: bukan penghinaan.
Terakhir, pasal penghinaan adalah delik aduan. Jokowi harus melapor sendiri kalau merasa dihina seperti yang dilakukan Presiden SBY. Relawan tidak berhak mengatasnamakan Jokowi. Sebaiknya relawan Jokowi belajar dari SBY, belajar menjadi ksatria.
Benny Rhamdani yang mau cari muka, asal melapor dan asal Bapak Senang, akhirnya kehilangan muka: laporan ditolak polisi.
Penulis: Anthony Budiawan (Managing Director PEPS - Political Economy and Policy Studies) (DID)
Artikel penulis tidak mewakili pandangan dari Redaksi Caritau.com.
Baca Juga: Polda Metro Jaya Gandeng TNI dan Pemprov DKI Kawal Agenda Kampanye Pemilu 2024
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...