CARITAU JAKARTA – Kualitas udara di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi atau dikenal dengan istilah Jabodetabek kian mengkhawatirkan. Teranyar, Kota Tangerang Selatan dan Provinsi DKI Jakarta menjadi dua daerah paling tidak sehat di dunia.
Berdasarkan informasi yang diterbitkan oleh IQ Air pada Jumat (11/8/2023), indeks kualitas udara saat ini di Tangerang Selatan mencapai angka 170. Skor ini mengindikasikan bahwa tingkat polusi udara di daerah tersebut dinilai sebagai kondisi yang tidak sehat.
Baca Juga: Jadikan Udara Sehat, Pemprov DKI Gandeng Astra Gelar Uji Emisi Kendaraan Pelanggan
Adapun di posisi kedua dan ketiga diisi oleh Kota Tangerang (IQ Air 165) dan Kota Serang (IQ Air 162). Sedangkan Jakarta menghuni posisi keempat (IQ Air 161).
Untuk menekan angka polusi di wilayah tersebut, terutama DKI Jakarta, Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL), Sigit Reliantoro mengatakan kebijakan Work From Home (WFH) mesti dilakukan. Meski begitu, dia menyerahkan keputusan itu kepada sejumlah pihak maupun perusahaan.
"Informasi kualitas udara tadi, kan, sudah tersedia di berbagai website. Nah, itu bisa digunakan masing-masing manajemen untuk menentukan apakah perlu WFH atau tidak. Fleksibilitasnya kita berikan kepada masing-masing lembaga untuk mengambil keputusan sendiri," kata Sigit kepada sejumlah wartawan di Kantor Dirjen PPKL, Jakarta Timur, Jumat (11/8/2023).
Dia melanjutkan, ada berbagai alasan mengapa kualitas udara di Jabodetabek kian memburuk. Di antaranya adalah faktor cuaca Indonesia yang saat ini memasuki musim kemarau, hingga penggunaan kendaraan bermotor yang masih masif.
"Kalau dilihat dari segi siklus, memang bulang Juli dan Agustus itu selalu terjadi peningkatan polusi udara di Jakarata karena dipengaruhi oleh udara dari timur yang kering.
"Kita juga sudah melakukan upaya dari mana sebetulnya sumber pencemaran di DKI Jakarta. Penggunaan kendaraan bermotor ternyata menjadi faktor utama polusi udara di Jakarta. Menurut data KLHK, sektor transportasi menyumbang 44 persen polusi ke udara, industri energi 31 persen, manufaktur 10 persen, perumahan 14 persen, dan komersial 1 persen," lanjutnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menegaskan pihaknya tidak memiliki wewenang membatasi penggunaan kendaraan pribadi. Hal tersebut, kata dia, mengacu pada Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
"Jakarta saat ini sudah ada yang namanya ganjil genap pada 25 ruas jalan dan pembatasan pada waktu tertentu di beberapa ruas jalan di Jakarta, apakah itu di jalan tol dalam kota maupun di jalan arteri. Jadi, lebih kepada pengaturan terhadap operasional, tidak kepada pembatasan produksi kendaraan bermotor dan kepemilikan," terangnya. (RMA)
Baca Juga: Terus Berupaya Kurangi Dampak Penurunan Kualitas Udara, Ini Langkah Pemprov DKI
polusi udara kualitas udara jakarta buruk indeks kualitas udara polusi udara di jakarta
Keberangkatan Jamaah Calon Haji di Pelabuhan Dumai
Menkeu Serahkan Kebijakan PPN 12% ke Pemerintah Ba...
Elektrifikasi Pertanian Nganjuk Berdampak Penghema...
Patroli Laut Pengamanan KTT WWF
Kawasan Sub Urban Talaga Bestari Resmikan Masjid J...