CARITAU JAKARTA – KRL Commuter Line merupakan layanan kereta rel listrik (KRL) komuter yang dioperasikan oleh PT Kereta Commuter Indonesia (KCI), anak perusahaan PT Kereta Api Indonesia (PT KAI). KRL telah beroperasi di wilayah Jakarta sejak tahun 1925.
KRL dahulu dihadirkan di Hindia Belanda sejak tahun 1925 untuk memperingati 50 tahun Staatsspoorwegen beroperasi di Pulau Jawa. Staatsspoorwegen (SS) adalah sebuah perusahaan kereta api Hindia Belanda yang beroperasi di Jawa.
Baca Juga: Stasiun Semarang Tawang Terendam Banjir, Penumpang Dialihkan
Dahulu, SS lah yang mewacanakan elektrifikasi jalur kereta api pada tahun 1917. Elektrifikasi jalur kereta api dilakukan dari Tanjung Priuk sampai dengan Meester Cornelis (Jatinegara) yang dimulai pada tahun 1923 dan pembangunan selesai pada 24 Desember 1924. Sedangkan untuk jJalur lingkar Jakarta selesai dielektrifikasi pada 1 Mei 1927 dan pada 1930, elektrifikasi jalur Jakarta-Bogor sudah mulai dioperasikan.
Pascakemerdekaan, jalur kereta yang terelektrifikasi tersebut terus digunakan dan diperluas wilayah operasionalnya. Setelah merdeka, pengoperasian jalur kereta api di Indonesia dilaksanakan oleh Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKA). Namun, saat ini pengoperasian jalur kereta api sudah diambil alih oleh PT Kereta Api Indonesia.
Perjalanan kereta api di Indonesia tidak selamanya mulus. Pada tahun 1960-an, transportasi listrik di Jakarta berada pada titik nadirnya karena dicap sebagai penyebab kemacetan Jakarta. Hingga akhirnya Term Batavia harus ditutup dan KRL dibatasi. Kereta listrik akhirya benar-benar dihentikan operasinya pada akhir 1965.
Setelah hampir tujuh tahun dihentikan, baru pada tahun 1972 kereta listrik mulai muncul kembali. Saat itu PNKA memesan 10 set kereta listrik dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan kereta di Jakarta. Akhirnya, empat tahun kemudian KRL dan kereta rel diesel (KRD) dari Jepang tiba di Jakarta pada tahun 1976. KRL yang datang dari Jepang tersebut yang menggantikan lokomotif listrik lama peninggalan Belanda. Tiap rangkaian KRL terdiri dari empat kereta dengan kapasistas angkut 134 penumpang per kereta. KRL pada generasi pertama ini dikenal sebagai KRL Rheostatik dan telah melayani masyarakat Jakarta hingga akhir pengoperasian KRL Ekonomi di tahun 2013.
Pada tahun 2000, pemerintah Jepang melalui JICA dan Pemerintah Kota Tokyo menghibahkan 72 unit KRL bekas kepada Indonesia. Kereta tersebut diresmikan di Indonesia pada tanggal 25 Agustus 2000 dan menjadi KRL ber-AC pertama di Indonesia. Sejak saat itu, Indonesia rutin mendatangkan KRL bekas Jepang untuk memperkuat armada KRL di Jakarta.
Pada tahun 2008, akhirnya dibentuk anak perusahaan PT KA yang khusus menangani pengoperasian KRL di Jabodetabek, yakni bernama PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ). PT KCJ fokus pada pengoperasian jalur kereta listrik di wilayah Daerah Operasional (DAOP) 1 Jabodetabek, yang saat itu memiliki 37 rute kereta di Jakarta Raya.
Pada tahun 2011, PT KCJ mulai proyek modernisasi angkutan KRL, dengan menyederhanakan rute yang ada menjadi 5 rute utama, penghapusan KRL komuter ekspres, penerapan gerbong khusus wanita, dan mengubah nama KRL ekonomi-AC menjadi kereta commuter.
PT Kereta Commuter Jakarta (KCJ) melakukan pembenahan besar-besaran di area stasiun, yaitu pembersihan peron dari pedagang, perpanjangan peron sehingga memungkinkan penambahan rangkaian menjadi 10 gerbong setiap rangkaian (dari delapan gerbong) dan penambahan frekuensi memungkinkan penambahan kapasitas angkut yang sangat signifikan.
Ini membuat kereta commuter di Jakarta sungguh berfungsi sebagai alat transportasi massal yang bisa diandalkan.
Transformasi KRL Commuter Line
Nama Ignasius Jonan lekat dengan perkeretaapian Indonesia. Selama menjabat Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) dari 2009-2014, Jonan berhasil mengubah wajah perkeretaapian di Indonesia dari yang sebelumnya kumuh, semrawut dan tak manusiawi, menjadi bersih, tertib dan terpelihara.
Di tangan Jonan lah Kereta Api Commuter berkembang pesat. Salah satu keputusan berani yang dibuat Jonan adalah menghapus KRL ekonomi pada Agustus 2013. Saat itu, Jonan mengatakan subsidi untuk kereta ekonomi akan berakhir Juli 2013. Meski sadar keputusannya akan mendapat penentangan dari masyarakat, Jonan tak sedikitpun bergeming.
“Nggak takut saya (dengan biaya sosial penghapusan kereta ekonomi),” kata Jonan.
Beberapa bulan sebelum menghapus KRL ekonomi, Jonan juga melakukan terobosan bersejarah dengan menerapkan tarif progresif, yaitu pembayaran sesuai dengan jumlah stasiun yang dilalui setiap penumpang.
Berlakunya tarif progresif dibarengi dengan diperkenalkannya tiket elektronik (E-ticketing) oleh Jonan. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kala itu, Dahlan Iskan menyatakan penggunaan tarif progesif dan tiket elektronik menjadi sejarah di dunia perkeretaapian khususnya KRL Commuter line, meski pada awalnya sempat dikeluhkan masyarakat karena belum terbiasa.
"Apapun meski ada keluhan, hari ini adalah sejarah. Siapapun orang awam, harus dibiasakan menggunakan sarana modern," kata dia saat menghadiri peluncuran E-ticketing di Stasiun Manggarai, Jakarta, Senin (1/7/2013).
Dia menilai penggunaan E- Ticketing akan menringankan masyrakat pengguna KRL. Sebab dengan menggunakan tiket elektronik dan tarif propgresif pun akan berlaku. Jadi masyarakat dikenakan tarif sesuai dengan jarak tujuannya.
"Ini sarana modern yang murah. Ini misinya tidak sekedar menurunkan harga tetapi misinya melakukan modernisasi," ungkap dia.
Terobosan e-ticketing Jonan berbuah manis dengan pemberian subsidi dari pemerintah berupa Public Service Obligation (PSO) untuk layanan KRL AC senilai Rp 286 miliar.
Jonan mengaku pasca subsidi untuk penumpang ini, harga tiket dipastikan turun drastis. Seperti dari Bogor-Jakarta Kota, pasca subsidi penumpang cukup membayar Rp 5.000 dari sebelumnya Rp 9.000. Bahkan dibandingkan dengan menggunakan moda transportasi lain seperti taksi, masyarakat harus membayar hingga Rp 150.000 dari Bogor-Jakarta Kota.
"Taksi Bogor-Jakarta kira-kira Rp 150.000. Bayangin dengan Rp 5.000 bisa naik KRL AC," ucap Jonan 2013 silam seperti dinukil dari detik.com.
Dari KCJ ke KCI
Pada tahun 2017, PT KAI Commuter Jabodetabek kembali berganti nama menjadi PT Kereta Commuter Indonesia (KCI). Perubahan nama ini juga sekaligus mewadahi penugasan penyelenggaraan kereta api komuter yang lebih luas di seluruh Indonesia. Sehingga nantinya jalur KRL Commuter Line di Jabodetabek bukan satu-satunya kalur kereta api perkotaan yang dioperasikan oleh PT KCI. Hingga saat ini, sudah ada kereta listrik yang juga dioperasikan oleh PT KCI yakni KRL lintas Yogyakarta-Solo.
KAI Commuter mencatat jumlah penumpang KRL mencapai 12,4 juta orang per November 2021. Rata-rata penumpang KRL sebanyak 413.337 orang per hari di Jabodetabek. Sementara, rata-rata penumpang di KRL Yogyakarta-Solo sebanyak 219.696 per hari.
Targetnya, jumlah rata-rata penumpang per hari bisa menyentuh angka 1,2 juta. Untuk itu PT KCI melakukan switch over atau pengalihan rute KRL Commuterline di Stasiun Manggarai yang ditujukan untuk mengakomodasi perjalanan kereta api yang lebih baik di masa mendatang. (FAS
Baca Juga: Dear Pemudik, KAI Buka Pemesanan Tiket 24 KA Tambahan Lebaran Tahap Pertama
krl commuter line sempat mati kini jadi andalan transportasi publik kereta api stasiun manggarai
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024