CARITAU JAKARTA – Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae mencatat, hingga Maret 2024 sebanyak 43 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan/atau BPR Syariah (BPRS) telah melakukan konsolidasi melalui merger sehingga lebih ramping menjadi 14 BPR/S.
"Kemudian masih ada 25 BPR/S dalam proses konsolidasi menjadi 8 BPR/S. Dan terdapat 32 BPR/S yang sedang dalam pemenuhan kelengkapan dokumen konsolidasi menjadi 10 BPR/S. Jadi akan terus terjadi konsolidasi penguatan," kata Dian dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) April 2024 secara virtual di Jakarta, Senin (13/5/2024).
Per Maret 2024, OJK mencatat jumlah BPR/S menjadi 1.566 bank. Jumlah tersebut, kata Dian, berkurang signifikan jika dibandingkan dengan Desember 2021 yang tercatat sekitar 1.623 BPR/S. Dia menekankan bahwa konsolidasi BPR/S sebetulnya memperkuat ketahanan permodalan bank.
"Kalau kita lihat data statistiknya mengenai pertumbuhan aset, kredit, dan DPK itu justru menunjukkan pertumbuhan yang positif dan secara konsisten ini naik terus di atas 7 atau 8 persen. Pertumbuhan kreditnya 9,42 persen, DPK tumbuh 8,60 persen, kemudian asetnya sekitar 7,34 persen. Jadi sebetulnya konsolidasi BPR/S ini sudah terbukti memperkuat ketahanan permodalan bank," kata Dian.
Dengan penguatan penerapan tata kelola dan manajemen risiko di tubuh BPR/S, imbuh Dian, nilai tambah bank-bank tersebut terhadap masyarakat, UMKM, dan perekonomian itu justru akan semakin meningkat.
Namun begitu, Dian mencatat bahwa hingga saat ini masih cukup banyak BPR/S yang belum memenuhi ketentuan permodalan minimum. Padahal, imbuh dia, ketentuan modal minimum BPR/S nilainya tidak terlalu besar. Dengan penambahan modal oleh masing-masing pemegang saham maupun langkah merger secara sukarela yang dilakukan antar-BPR/S, diharapkan BPR/S dapat memenuhi modal minimum.
Dian juga menekankan, konsolidasi BPR/S bukan berarti mengurangi jumlah kantor setelah dilakukan penggabungan. Kantor-kantor BPR/S tetap ada, namun kemudian menjadi kantor-kantor cabang.
"Yang paling dekat tentu nanti setelah ketentuannya keluar, kita akan menerapkan apa yang disebut sebagai single presence policy. Jadi sekarang satu orang itu tidak boleh lagi memiliki bank lima BPR, misalnya. Tetapi satu orang itu hanya boleh memiliki satu BPR. Jadi BPR-BPR yang ada itu kemudian digabung, yang ada itu, yang surviving-nya itu tentu akan dijadikan cabang," kata Dian.
Terkait BPR/S yang ditutup atau dicabut izin usahanya, Dian menyampaikan bahwa BPR/S tersebut memang secara mendasar tidak mungkin lagi diselamatkan oleh OJK, baik itu terjadi fraud atau terdapat kelemahan keuangan yang sangat signifikan sehingga sudah tidak mungkin untuk mengundang investor.
Terbaru pada April 2024, OJK telah mencabut izin usaha PT BPR Sembilan Mutiara (2 April 2024), PT BPR Bali Artha Anugrah (4 April 2024), PT BPRS Saka Dana Mulia (19 April 2024) dan PT BPR Dananta (30 April 2024).
Sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Pengaturan Sektor Keuangan (UU P2SK), BPR nantinya menjadi tidak terlalu banyak berbeda dengan bank umum. Apabila telah memenuhi persyaratan, BPR juga dapat mencatatkan sahamnya (listing) atau melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Dengan upaya penyehatan dan penguatan BPR/S yang dilakukan OJK selama ini, Dian mengatakan bahwa langkah tersebut secara bersamaan turut meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap BPR/S yang beroperasi.
OJK terus memperkuat BPR/BPRS dengan mendorong konsolidasi dan penyesuaian regulasi serta pengawasan. OJK juga akan meluncurkan Peta Jalan (Roadmap) Penguatan BPR/S 2024-2027.
Peta jalan tersebut sebagai landasan kebijakan untuk memperkuat dan mengembangkan industri BPR dan BPRS, sekaligus menjawab tantangan industri BPR dan BPRS. (HAP)
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...