CARITAU JAKARTA - Satu dari tiga relawan lembaga kemanusiaan Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) Farid Zanzabil Al Ayubi telah kembali di Tanah Air pada Selasa malam.
Farid merupakan satu dari tiga relawan MER-C yang bertugas di Rumah Sakit (RS) Indonesia di Jalur Gaza utara selama serangan Israel di daerah kantong Palestina tersebut.
Evakuasi Farid dari Gaza dibantu Kementerian Luar Negeri dan KBRI, melalui perbatasan Rafah di Mesir. Kedatangan Farid di Indonesia disambut relawan MER-C dan keluarganya, termasuk sang ibu yang menyambut dengan penuh haru.
Farid diketahui telah empat tahun tinggal di Gaza dan menjadi relawan MER-C di Rumah Sakit Indonesia di Gaza Utara.
Sejak RS Indonesia di Gaza Utara tidak beroperasi lagi akibat serangan Israel, Farid dan dua relawan MER-C lainnya, yaitu Fikri Rofiul Haq dan Reza Aldilla Kurniawan, pindah ke Gaza selatan yang dianggap relatif aman dibandingkan Gaza utara.
Farid kemudian memutuskan meminta bantuan evakuasi dari Jalur Gaza, sementara dua rekannya tersebut memilih bertahan dan melanjutkan kerja kemanusiaan mereka di Gaza.
Cerita dari Gaza
Kepulangan Farid tentu membawa banyak cerita dan kabar soal kondisi terkini di Jalur Gaza, utamanya kondisi Rumah Indonesia. Untuk itu, usai tiba tadi malam, pada sore ini, Rabu (13/12/2023) Farid menyempatkan untuk berbagi kabar kondisi terkini di Gaza melalui sebuah konferensi pers di kantor MER-C Indonesia.
“Alhamdulillah, atas izin Allah SWT, saya bisa kembali. Perjalanan panjang sekali, saya ingin berterima kasih keluarga dan warga Indonesia yang telah mendoakan kami, para relawan,” ujar Farid membuka konferensi pers, yang diikuti Caritau.com secara daring, Rabu (13/12/2023).
Dalam kesempatan tersebut, Farid Zanzabil Al Ayubi membagikan gambaran kondisinya dan para relawan yang ada di RS Indonesia pasca perang kembali pecah pada 7 Oktober lalu, brutalnya serangan Israel kepada RS Indonesia, hingga proses evakuasi para pasien dan relawan ke bagian Selatan Gaza.
Sebagai informasi, RS Indonesia adalah sebuah rumah sakit yang terletak di Bait Lahia, Kegubernuran Gaza Utara, Jalur Gaza, Palestina. Pembangunan rumah sakit dimulai pada tahun 2011 di atas tanah seluas 16.000 meter persegi.
RS Indonesia adalah rumah sakit terbesar nomor dua setelah Rumah Sakit Al-Shifa, atau yang dikenal dengan Rumah Sakit Dar Al-Shifa adalah kompleks pengobatan terbesar dan rumah sakit pusat di Jalur Gaza, yang terletak di kawasan Rimal Utara, Jalur Gaza,
Farid menceritakan, pada awal pecah konflik pada 7 Oktober lalu, RS Indonesia menampung sekitar 20.000 pengungsi dan juga para pasien luka-luka akibat serangan Israel. Selain itu, banyak jenazah yang juga di proses di RS Indonesia.
Pada periode tersebut, Israel juga membatasi akses ke untuk air minum, akses listrik dan internet. Satu–satunya sumber air yang tersedia adalah sumur di yang dibangun di RS Indonesia.
“Dengan segala keterbatasan akses air minum, atas pertolongan Allah SWT, sumber air dari sumur tersebut bisa menghidupi relawan, pegawai rumah sakit hingga 20.000 pengungsi,” ujar Farid.
Serangan Israel yang membabi buta Israel juga melumpuhkan Rumah Sakit Al-Shifa. Dengan lumpuhnya rumah sakit terbesar di Gaza tersebut menjadikan Rumah Sakit Indonesia menjad jadi tumpuan jadi untuk warga Gaza City dan wilayah utara.
Mengganti Solar dengan Minyak Goreng
Farid juga bercerita, di tengah gempuran Israel dan ditutupnya akses bahan bakar melalui Rafah, RS Indonesia kehabisan bahan bakar pada tanggal 11 November 2023. Di tengah keterbatasan tersebut, para relawan dipertemukan dengan seorang insinyur listrik asal Gaza, mereka melakukan eksperimen dengan mengganti solar dengan minyak goreng.
“Kami dipertemukan dengan insinyur dari Gaza, dan kami bereksperimen dengan mengganti solar dengan minyak goreng agar rumah sakit dan pengungsian di asrama sekitar dapat tetap beroperasi,” ujar Farid, menambahkan.
Pada percobaan pertama, dengan dibantu insinyur asal Gaza tersebut 300 liter minyak goreng tersebut dapat menyala dan membantu operasional RS Indonesia. Setelah itu, total MER-C membeli sampai 3152 liter yang sanggup memenuhi kebutuhan listrik selama 11 hari untuk keperluan rumah sakit dan pengungsi.
Evakuasi ke Selatan
Saat dievakuasi dari Jalur Gaza utara menuju Jalur Gaza selatan, Farid mengaku harus melewati pemeriksaan cukup sulit di pos pemeriksaan yang dijaga ketat oleh Israel.
Untungnya dia dan dua rekannya berhasil melewati pos pemeriksaan itu dan selanjutnya mencari tempat perlindungan di sekolah yang berada di belakang Rumah Sakit Eropa di Khan Yunis, Jalur Gaza selatan, bersama warga Gaza lainnya.
Selama di Jalur Gaza selatan, Farid dan relawan MER-C lainnya terus membantu warga Gaza di tempat penampungan dengan membuat program pembagian makanan bagi warga Gaza dengan bantuan yang diberikan oleh masyarakat Indonesia melalui MER-C. Farid akhirnya ditawari dievakuasi keluar Gaza, tapi dalam tidak bisa langsung keluar dari Gaza.
"Saya tidak bisa langsung keluar dari Rafah, enggak keluar dari Jalur Gaza. Saya menunggu kurang lebih dua minggu untuk mendapat konfirmasi bahwa saya bisa keluar dari Jalur Gaza," kata Farid.
Farid mengungkapkan hingga saat ini Israel memperluas serangan ke Jalur Gaza selatan. Oleh karena itu, demi alasan keamanan, Farid memilih kembali ke Indonesia.
Dua Relawan Mutuskan Tetap Tinggal
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan dua warga negara Indonesia relawan MER-C memutuskan untuk tetap tinggal dan melanjutkan kerja kemanusiaan di Gaza.
“Dengan berhasil dievakuasinya Mas Farid, maka masih terdapat dua warga negara Indonesia relawan MER-C yang dengan kemauannya sendiri tetap memilih untuk tinggal di Gaza,” kata Retno ketika menyampaikan keterangan pers secara daring, dikutip Rabu (13/12/2023).
Hal itu juga disampaikan oleh Farid Zanzabil Al Ayubi, dalam konferensi pers. Ia mengatakan dua rekannya memutuskan untuk tetap tinggal dan dalam kondisi sehat walafiat.
Retno memastikan bahwa kondisi dua WNI relawan lainnya, yaitu Fikri Rofiul Haq dan Reza Aldilla Kurniawan, sehat dan selamat.
“Mereka saat ini berada di Gaza selatan, di sebuah sekolah dekat Rumah Sakit Eropa,” kata dia.
Menlu mengatakan bahwa pemerintah akan terus menjalin komunikasi dan memantau keadaan kedua WNI tersebut.
Dia menjelaskan bahwa sejak Rumah Sakit Indonesia yang terletak di Gaza utara tidak lagi beroperasi akibat serangan Israel yang tiada henti, Farid beserta dua WNI relawan MER-C lainnya berpindah ke Gaza selatan.
Namun, Retno menggarisbawahi bahwa situasi di Gaza masih sangat berbahaya karena Israel terus melakukan serangan setelah jeda kemanusiaan berakhir pekan lalu.
Saat ini,serangan Israel bahkan telah menyasar sebagian Gaza selatan, terutama di wilayah Khan Younis. Gaza selatan sebelumnya merupakan daerah yang relatif aman dibandingkan Gaza utara. (IRN)
Farid Zanzabil relawan mer-c indonesia israel palestina gaza relawan kemanusiaan RS indonesia kbri
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024