CARITAU JAKARTA – Kunci kemenangan pasangan Jokowi-KH Ma’ruf Amin pada Pilpres 2019 berada di Provinsi Jawa Timur, di mana mereka menang telak 31% suara atas pasangan Prabowo-Sandi dengan perolehan 16,2 juta suara (65.7%) berbanding 8,4 juta suara (34.3%). Kemenangan Jokowi di Jatim itu berubah dratis dari Pilpres 2014, di mana Jokowi-Jusuf Kalla hanya menang tipis 6,4% dengan perolehan suara 53,2 % dibanding Prabowo-Hatta Rajasa 46,8%. Kemenangan besar di Jatim oleh salah satu pasangan calon pada Pilpres 2019 bisa terulang di Pilpres 2024.
Kemenangan mencolok 31% di Jatim itu ternyata buah dari strategi Tim Pemenangan Jokowi untuk mengganti sosok cawapres di detik-detik akhir, dari Mahfud MD menjadi KH Ma’ruf Amin. Pemilihan Kyai Ma’ruf yang saat itu menjabat Rais Aam PBNU ternyata telah membuat mayoritas kalangan Nahdliyin di Jawa Timur, baik struktural maupun kultural, bersatu-padu memenangkan Jokowi-KH Ma’ruf Amin.
Baca Juga: Menko Perekonomian Tegaskan di MK, Perlinsos untuk Membantu Masyarakat
“Nah, mayoritas para Gus (putra kyai) penggerak pemenangan Jokowi-Ma’ruf pada Pilpres 2019, saat ini telah menyatu di Gerakan Nahdliyin Bersatu atau GNB untuk memenangkan pasangan AMIN (Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar) di Pilpres 2024,” kata KH Abdussalam Shohib, Koordinator Wilayah GNB Jatim, di Swiss-Belinn Hotel, Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Rabu sore (18/10/2023).
Gus Salam, panggilan akrab KH Abdussalam Shohib yang merupakan cucu pendiri NU KH Bisri Syansuri dari Ponpes Denanyar Jombang, bersama 18 Kyai dan Gus lainnya dari Jatim memang secara khusus datang ke Jakarta sehari sebelum pasangan AMIN mendaftar Pilpres 2024 ke KPU pada Kamis (19/10/2023).
Menurut Gus Salam, GNB mendukung AMIN karena ingin kalangan pondok pesantren bisa ikut berperan menentukan perjalanan biduk bangsa dan tidak hanya menjadi penonton. Selama ini mereka hanya diperlukan saat kontestasi, namun dilupakan setelah kemenangan diraih. Kini, GNB hanya bisa berharap pada sosok Gus Muhaimin Iskandar yang merupakan Ketua Umum PKB yang konstituen utamanya adalah warga Nahdliyin.
Berkat jaringan GNB inilah, pasangan AMIN begitu dideklarasikan di Hotel Yamato Surabaya pada Sabtu (2/9/2023), bisa segera tancap gas sowan kepada para kyai-kyai ‘sepuh’ di ponpes-ponpes besar di Jatim. Sebut saja Bumi Shalawat Sidoarjo, Sidogiri Pasuruan, Salafiyah Safi’iyah Sutobondo, Nurul Jadid Probolinggo, Syaikhona Kholil Bangkalan, juga tentu saja Denanyar Jombang dan Al Falah Ploso Kediri.
Mengapa GNB berani memasang target AMIN menang 50% atau minimal 40% di Jatim? Bagaimana mereka menghapus stigma Anies radikal? Apakah GNB yakin bahwa Gus Muhaimin jika menang bakal dilibatkan oleh Anies untuk membuat keputusan penting negara? Bagaimana munculnya Mahfud MD yang disebut banyak pihak salah satunya untuk menarik suara warga Nahdliyin?
Berikut wawancara wartawan Caritau.com, Kukuh Bhimo Nugroho dengan Gus Salam:
PDI Perjuangan memutuskan Mahfud MD pendamping Capres Ganjar Pranowo?
Kita sambut baik. Kita ucapkan selamat kepada Pak Ganjar dan Pak Mahfud yang sudah dideklarasikan oleh PDIP dan koalisinya. Mari kita berkompetisi dengan fair, dengan niat sama-sama ingin mengabdi kepada bangsa dan negara. Munculnya Pak Mahfud ini merupakan perkembangan politik yang baik. Dan ini juga atas berkahnya Gus Muhaimin. Sebelum Gus Muhaimin jadi pasangan Pak Anies, nama Pak Mahfud sempat hilang dari survei-survei. Tapi setelah Cak imin muncul dengan Pak Anies, sekarang Pak Ganjar digandengkan Pak Mahfud.
Banyak yang bilang Mahfud MD merupakan representasi NU untuk meraih simpati Nahdliyin?
Kalau Pak Mahfud disebut sebagai representasi NU, hal itu masih ada pertanyaan, karena selama ini secara struktural maupun pengabdiannya kepada NU belum nyata. Bahwa beliau pernah di PKB, beliau juga punya komunikasi yang baik dengan para kyai, memang iya. Tapi bahwa beliau pernah memberikan pengabdian kepada NU, sampai sekarang belum terlihat nyata.
Artinya munculnya cawapres Mahfud bukan sesuatu yang perlu ditakutkan oleh GNB dan pendukung Anies di Jatim?
Saya kira tidak, karena kita di Jatim sudah lama mengawal Gus Imin dengan basis-basis yang cukup jelas. Kita juga belum melihat Pak Mahfud punya basis kuat di jatim, meski mungkin ada dukungan di sebagian Madura. Tapi saya kira masyarakat di Madura pemahaman politiknya juga sudah lebih bagus.
Apa beda Cawapres Muhaimin dan Cawapres Mahfud?
Kalau Gus Imin punya partai sehingga kalau beliau menang, tentu kebijakan-kebijakan pemerintah bisa diaplikasikan dari tingkat pusat hingga daerah lewat PKB. Begitu juga sebaliknya, aspirasi dari bawah bisa Gus Imin realisasi di pemerintahan maupun legislatif.
Sampai sejauh ini seperti apa perkembangan dukungan ke AMIN di Jatim?
Kami melihat adanya penerimaan yang cukup baik dari berbagai kalangan. Jatim memang basisnya ulama dan Nahdliyin. Tinggal memaksimalkan sosialisasi dan silaturahmi kepada masyarakat. Dan kami yakin, dalam jangka waktu empat bulan sampai pencoblosan pada 14 Februari 2024, bakal banyak kemajuan.
Pada Rabu ini, kami baru menerima informasi dari hasil survei Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), bahwa hanya dalam sebulan setelah deklarasi, Pak Anies mempunyai kenaikan elektabilitas sangat pesat di Jatim.
Ada angkanya?
Sebuah kabupaten yang elektabilitas awalnya hanya 7%, dalam sebulan naik sampai 16%. Ada yang awalnya 10%, naik sampai 19%. Berarti ada kenaikan hampir 10% dalam sebulan. Nah hitungan rasional GNB, jika dalam empat bulan naik katakanlah 7% saja per bulan, tidak usah 10% anggap saja margin error, maka akan ada tambahan 28%.
Jika sekarang AMIN sudah 16% atau 19%, maka saat pencoblosan elektabilitas AMIN di Jatim ada di kisaran 40% sampai 50%. Saya insyaallah yakin mendapatkan itu dan GNB akan berjuang AMIN menang 50% di Jatim.
Bisa diceritakan tentang GNB?
GNB bermula dari diskusi menjelang Pilpres 2019. Dulu namanya Forum Nahdliyiin Bersatu atau FNB. Kita diskusi dengan banyak aktivis NU, baik yang di struktural maupun kultural, tentang bagaimana pentingnya peran politik NU. Kita banyak berdiskusi dengan masyarakat, mulai dari guru TPQ, para hafidz Al-Qur’an, kemudian juga aktivis-aktivis NU. Kita sepakat bahwa FNB bertujuan menumbuhkan kesadaran akan pentingnya peran politik NU di era sekarang.
Kemudian pasca pandemi sekitar tahun 2021, kita berfikir bahwa apa yang kita diskusikan tidak bisa hanya sekedar wacana. Harus ada bentuk konkritnya di akar rumput. Kemudian kita keliling dan mendapat respon baik. Nah kemudian sepertinya tidak cukup kalau hanya berbentuk ‘forum’, maka kita ubah menjadi ‘gerakan’. Makanya kemudian kita namakan Gerakan Nahdliyiin Bersatu sekitar akhir 2021.
FNB dibentuk jelang Pilpres 2019, apakah FNB bekerja untuk kemenangan KH Ma’ruf Amin?
Awal terbentuk FNB, Kyai Ma’ruf belum ditetapkan sebagai cawapres pendamping Jokowi. Waktu itu kita juga bersama Gus Imin. Target utama kita adalah bagaimana agar ada kader NU yang diakomodir menjadi salah satu dari capres atau cawapres. Dan alhamdulillah berhasil dengan terpilihnya Kyai Ma’ruf.
Artinya ikut berjuang memenangkan Jokowi-Ma’ruf ?
Kita ikut bekerja. Saat kampanye, kita laksanakan kegiatan besar di enam titik di Jatim, berkolaborasi dengan struktur NU dan kultur NU di Jatim. Makanya hasil Pilpres 2019 menunjukkan Pak Jokowi menang dengan selisih sangat besar dari Pak Prabowo. Kalau Pilpres 2014 itu selisihnya hanya 6% persen saja.
Itulah kenapa Jatim disebut kunci kemenangan di Pilpres 2019?
Betul. Kesimpulannya adalah: mengonsolodisaikan suara NU di Pilpres penting sekali.
Bagaimana cara kerja FNB di Pilpres 2019?
Aktivis FNB yang mayoritas Gus dan santri hampir merata di seluruh kabupaten dan kota. Kita dulu memakai istilah zona. Ada zona Madura (Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep), zona Tapal Kuda (Situbondo, Pasuruan, Probolinggo, dan Jember), zona Mataraman Selatan (Kediri dan Blitar), zona Mataraman Barat, zona Pantura (Tuban, Gresik, Lamongan), Zona Arek (Surabaya, Mojokerto dan Jombang), dll. Total ada tujuh zona.
Lalu bagaimana kini setelah menjadi GNB?
Hampir di setiap kabupaten dan kota di Jatim sudah ada koordinator atau aktivisnya. Para koordinator itulah yang bertugas melobi siapa saja kyai yang bersedia mendukung GNB, baik kyai sepuh atau kyai muda, atau tokoh-tokoh ulama lainnya untuk disowani. Begitu berjalan setahun sejak akhir 2021, GNB saat ini sudah semakin komplit dan massif.
GNB itu strukturnya seperti apa?
Tidak ada struktur seperti ormas, apalagi seperti parpol. Ketuanya kita sebut kornas atau koordinator nasional. Jadi begini, GNB ini penggeraknya kebanyakan dari kalangan Gus-Gus. Kita tau bahwa Gus dan Kyai itu sensitif untuk diatur dalam struktur. Supaya semua merasa sama, makanya dipakai istilah koordinator. Dalam artian hanya sekedar menjadi pengkoordinir, sehingga semua merasa pada tataran yang sama.
Siapa Kornas GNB?
Gus Kautsar. (Muhammad Abdurrahman Al Kautsar, putra KH Nurul Huda Djazuli dari Ponpes Al Falah Ploso Kediri).
Gus Salam menjabat apa?
Saya ya anggotalah. Tapi saya konsentrasi Jawa Timur (Korwil GNB Jatim).
GNB sudah solid dukung AMIN?
Iya, pastilah. Karena memang sejak awal kita menyimpulkan dari berbagai diskusi, kita mendorong Cak Imin untuk ikut kontestasi dengan berbagai alasan. Satu, dia punya partai dan Pilpres tidak bisa lepas dari partai. Kedua, dia punya cukup pengalaman. Ketiga, kontribusi Cak Imin kepada NU juga jelas. Dengan tiga alasan utama itu, kita sepakat ayo kita mengawal beliau. Alhmdulillah sekarang sudah jadi cawapres dan kami akan mengawal beliau dan bertanggung jawab sampai dilantik (jadi wapres).
Apakah GNB ada kerja politik dengan PKB?
Sifatnya koordinasi karena kami di luar partai.
Adakah anggota GNB yang struktural PKB?
Gak ada. GNB ini orang-orang yang memang secara kultur mendorong PKB untuk menjadi besar. Yang harus dipahami, basisnya PKB di kultural ini sangat kuat.
Adakah kaitan GNB dengan PBNU atau PWNU Jatim?
Tidak ada hubungan. Memang di antara kami banyak yang menjadi pengurus struktural NU, mulai dari tingkat PB (Pengurus Besar NU-pusat) sampai tingkat paling kecil Pengurus Anak Ranting (PARNU). Tapi GNB ini kan sifatnya pribadi. Apalagi sejak awal PBNU tidak terafiliasi dengan calon manapun dan partai manapun. Itu kita hormati dan kita sepakati, sebagai bentuk ketaatan kita. Makanya kami buat GNB sebagai saluran aspirasi produktif dari pribadi-pribadi.
Ada yang bilang posisi wapres hanya pelengkap dan tidak punya power. Bagaimana kaitannya dengan Cak Imin?
Makanya sejak awal kita mengatakan, Cak Imin punya partai. Siapapun yang punya partai, pasti dia punya bargain sehingga tidak mungkin beliau sebagai wapres hanya akan diparkir sama presiden.
Kedua, pengalaman Cak Imin sebagai politisi sudah kita ketahui bagaimana kecanggihannya. Ketiga, Pak Anies sudah menyampaikan bahwa AMIN adalah pasangan dwi-tunggal. Jadi berbeda dengan misalnya pasangan SBY-Boediyono dan Jokowi-Kyai Ma’ruf. Kedua wapres itu tidak punya partai, sehingga kesan yang dilihat masyarakat, keduanya tidak punya peran di pemerintahan. Jadi akan berbeda dengan Cak Imin. Dia akan seperti Wapres Mega saat mendampingi Gus Dur, atau Jusuf Kalla saat mendampingi SBY dan Jokowi.
Artinya ada harapan bahwa Nahdliyin tidak sekedar jadi kendaraan politik seperti Pilpres-Pilpres sebelumnya?
Iya. Jadi dengan tampilnya Cak Imin ini akan membawa keberkahan buat warga Nahdiyiin di Jatim maupun di manapun. Kami pastikan itu, karena track record Cak Imin bisa diandalkan.
Bagaimana GNB meyakinkan masyarakat yang ‘khawatir’ dengan stigma radikal di Anies?
Itu memang framing. Makanya salah satu hasil diskusi saya dengan Cak Imin di awal, anda boleh berpasangan dengan siapapun. Tapi kalau anda berpasangan dengan Pak Anies, kami minta harus secepatnya dideklarasikan.
Kenapa? Karena GNB harus meyakinkan para Kyai, Gus dan Nahdiyiin. Dan itu butuh waktu lebih. Kenapa? Karena framing radikal itu dibentuk oleh grand design. Padahal kita tahu bahwa itu hanya framing. Makanya begitu disetujui langsung deklarasi. Alhamdulillah, hasil survei UMM tadi telah menunjukkan tren kenaikan elektabilitas Anies di Jatim.
Bagaimana ikhtiar GNB menghapus stigma radikal?
Narasi yang kita bawa, kalaupun ‘orang-orang kanan’ ada yang bersimpati, kan bukan berarti kita bagian dari mereka. Ada orang yang bersimpati kepada kita, bisa siapapun, kita tetap bukan bagian dari mereka. Tapi mereka yang simpati kepada kita.
Kita ini sudah 20 tahun berkomunikasi dengan ‘orang-orang kiri’ dan kita bisa mengajak mereka ke ‘tengah’. Jadi sekarang waktunya, kita berinteraksi dengan ‘orang-orang kanan’ agar mereka juga mau ke ‘tengah’. Alhamdulillah, sudah banyak yang sadar, bahwa berjuang untuk Islam itu bukan dengan cara anarki.
Apa yang anda takutkan dalam pelaksaan Pilpes 2024?
Bukan ketakutan ya. Kalau kita gak takut karena punya Gusti Allah. Tapi lebih pada kewaspadaan. Tentu kita berharap tidak ada keberpihakan dari pemerintah dan aparat. Kita berharap demokrasi yang telah dicanangkan oleh tokoh-tokoh bangsa bisa berjalan baik, fair, dan terbuka. Saya kira semua pasangan calon tidak ada niat buruk untuk menang dengan cara tidak fair. Semuanya pasti ingin mengabdi pada bangsa dan negara. Makanya mari kita jaga Pilpres 2024 dengan cara-cara yang baik.(KBN)
Baca Juga: Usai Mencoblos Sri Mulyani Titip Pesan Ini kepada Presiden Terpilih
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...