CARITAU JAKARTA - Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Justin Adrian Untayana menyoroti penanganan banjir di DKI Jakarta dalam lima tahun masa kepemimpinan Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Menurut Justin, penanganan banjir yang dilakukan oleh Pemprov DKI di bawah komando Gubernur Anies Baswedan selama ini tidak pernah ada kemajuan yang berarti.
Baca Juga: KPU Minta Warga Tak Hiraukan Hasil Exit Poll Sebelum Pencoblosan
"Seperti yang sudah sering saya katakan selama 3 (tiga) tahun terakhir, bahwa penanganan permasalahan banjir di Jakarta di masa Bapak Anies tidak akan pernah mengalami kemajuan yang berarti," kata Justin dalam keterangan tertulis yang diterima caritau.com, Minggu (9/10/2022).
Justin menguraikan sedikitnya terdapat tiga jenis banjir di Jakarta yang hingga saat ini menjadi problem yang belum terpecahkan oleh Pemprov sehingga menambah beban warga DKI Jakarta.
Justin mengungkapkan, bahwa yang pertama adalah banjir kiriman. Menurut Justin banjir kiriman merupakan aliran air dari hulu/dataran tinggi akibat guyuran hujan dengan intensitas tinggi.
Lalu yang kedua, lanjut Justin, banjir lokal. Yakni banjir yang diakibatkan intensitas curah hujan di DKI Jakarta yang cenderung meningkat.
"Banjir Kiriman, banjir lokal dan banjir rob yang disebabkan luapan air laut di daratan pesisir," ungkap Justin.
Justin menuturkan, permasalahan banjir lokal yang belum lama ini terjadi di sejumlah wilayah di DKI Jakarta, disebabkan terkait masalah daya tampung air yang minim di wilayah itu.
Buruknya tata kelola kota menurut Justin, menjadi salah satu penyebab banjir akibat tidak tertampungnya intensitas air hujan yang tinggi, ditambah lagi saat ini akan memasuki musim hujan.
"Karena buruknya tata kota dan jenis tanah DKI yang minim daya serap, maka mengandalkan serapan air ke tanah semata jelas tidak memungkinkan karena kecepatan dan kapasitas serapnya tentu sulit untuk dapat mengimbangi curah hujan yang cenderung naik, akibatnya genangan atau luapan adalah konsekuensi logisnya," jelasnya.
Justin mengungkapkan, pihaknya pun tidak setuju jika selama ini narasi yang dibangun oleh Pemprov DKI bahwa penanganan banjir sudah baik lantaran dapat ditangani dengan cepat atau cepat surut dengan menggunakan mesin pompa.
Bagi Justin, meskipun genangannya hanya 50c m dan dapat ditangani dengan cepat (surut) tapi hal itu jika berangsur terus menerus dapat merusak kendaraan warga ataupun memasuki rumah warga yang dapat menimbulkan kerugian materil terhadap masyarakat DKI.
"Saya tidak setuju kalau kecepatan surut seolah menjadi target/ prestasi yang dibanggakan, karena genangan yang tingginya hanya 50 cm selama beberapa menit sekalipun sudah bisa merusak kendaraan-kendaraan warga, atau memasuki rumah-rumah warga, bahkan membasahi karpet rumah ibadah di tempat-tempat tertentu. Sehingga genangan juga menimbulkan kerugian materiil terhadap masyarakat DKI," tegasnya.
Justin menambahkan, bahkan tidak adil bila pemerintah cuma peduli dengan tarikan pajak kendaraan dan pbb warga tanpa mempedulikan kerugian warga yang ditimbulkan akibat ketidak efektifan kinerja Pemprov dalam menghadapi curah hujan.
"Jadi, menurut saya, bilamana dengan total APBD selama 5 tahun Pak Anies menjabat yang berkisar Rp 400-an triliun hanya menghasilkan ‘prestasi’ kecepatan surut, maka hal itu adalah hal yang terlalu murahan yang dapat diberikan kepada warga DKI Jakarta, karena itu seolah ‘meniadakan’ kerugian material bagi para warga pembayar pajak," jelasnya,
Menurut Justin, solusi andalan yang diklaim oleh Anies Baswedan seperti sumur resapan, dan toa semestinya hanya menjadi supporting sistem saja, bukan menjadi solusi utama atau media utama dalam penanggulangan banjir DKI.
Justin mengungkapkan, media utama dalam pengendalian banjir DKI dan menghadapi banjir lokal seharusnya adalah normalisasi untuk sungai-sungai utama yang harus ada progresnya di setiap tahun.
Selain itu, menurut Justin, pengembangan jaringan mikro/saluran-saluran air beserta rehabilitasi dan perluasan harus terintegrasi sepenuhnya sebagai rangkaian media tampung-aliran air yang berkapasitas memadai.
"Air hujan harus dialirkan secepatnya ke laut untuk mengimbangi durasi dan curah hujan yang tinggi, dan sebagai media pendukung/supporting barulah embung, sumur resapan, dan lainnya diharapkan turut menangkap air untuk mengurangi beban tampung-alir air di sungai & jaringan mikro. Tapi, itupun belum termasuk perluasan pipanisasi air bersih yang selama 5 tahun seolah stagnan di rasio 60%-an, karena eksploitasi air tanah dalam dapat mengakibatkan penurunan permukaan tanah dan secara otomatis dapat menambah titik banjir di Jakarta," katanya.
Justin menambahkan, cekungan-cekungan dari tanah turun itupun akan membutuhkan upaya tertentu untuk dapat dikembangkan jaringan mikronya, karena air tidak dapat mengalir atau dialirkan ke tempat yang lebih tinggi.
"Oleh karenanya diperlukan suatu rangkaian kerja lintas bidang, dan lintas sektoral yang luas dan terintegrasi dalam menanggulangi banjir lokal. Maka dari itu, kalau bapak Gubernur masih berpikir kalau sumur resapan adalah media andalan dan kecepatan surut adalah prestasi, maka saya harus mengatakan bahwa itu adalah hal murahan yang dapat diberikan kepada warga DKI," tandas Justin. (GIBS)
Baca Juga: Klarifikasi Soal Surat Suara di Taipei, Presiden Jokowi: Khawatir Kendala Kantor Pos
dprd dki anies baswedan psi banjir jakarta capres 2024 pilpres 2024 pemilu 2024
Bawaslu RI Gelar Media Gathering untuk Evaluasi Pe...
RDF Rorotan Segera Beroperasi di Jakarta, Olah 2.5...
DPRD DKI Jakarta Dukung PAM Jaya Tingkatkan Layana...
Karutan Makassar Perketat Pengawasan Penyalahgunaa...
Sekda Marullah Beri Penghargaan Siddhakarya Bagi 1...