CARITAU JAKARTA - Pengusaha Didi O Affandi dan aktivis Syaiful Jihad mendirikan Jakarta Reclame Watch, sebuah lembaga yang akan berperan aktif dalam memberikan kontribusi positif demi kemajuan industri reklame di Jakarta.
"Kita melihat industri reklame sudah mulai bangkit setelah dihantam pandemi Covid-19, tapi kita juga melihat masih banyak persoalan yang berpotensi menimbulkan kerugian, baik bagi pengusaha maupun Pemprov DKI Jakarta dari sektor pajak dan retribusi," kata Didi di Jakarta, Jumat (23/6/2023).
Baca Juga: Kemacetan Jakarta Kian Mengkhawatirkan
Ia mencontohkan tentang reklame-reklame yang berada di kawasan heritage atau kawasan tanpa penyelenggaraan reklame yang wilayahnya membentang dari gedung Sarinah hingga kawasan Blora di samping Stasiun Sudirman, Jakarta Pusat.
Di kawasan yang seharusnya tanpa penyelenggaraan reklame tersebut, terdapat banyak sekali reklame, bahkan dalam bentuk Videotron dengan ukuran yang sangat besar, seperti yang menempel di dinding Gedung Sarinah, di Hotel Mandarin Oriental, dan di kawasan Blora yang menurut Didi milik PT Warna Warni.
“Seharusnya semua reklame itu ditertibkan, tetapi kalau memang Pemprov DKI tidak mampu menertibkan, saya usulkan diputihkan saja,” katanya.
Didi menyebut, banyaknya reklame di kawasan heritage di satu sisi memang menguntungkan pengusaha, tetapi di sisi lain pengusaha sesungguhnya juga dirugikan.
“Karena keberadaan reklame itu kan tak lepas dari permainan oknum, terutama oknum Satpol PP,” tegasnya.
Didi menyebut kalau ketika Anies Baswedan masih menjadi gubernur DKI Jakarta, ia pernah melaporkan bahwa potensi kerugian DKI dari sektor pajak dan retribusi akibat maraknya reklame bermasalah mencapai hampir Rp1,7 triliun.
"Tapi waktu itu Anies gak merespon," kata Didi.
Didi berharap Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono lebih berani untuk memutihkan reklame-reklame di kawasan heritage tersebut.
Ketika ditanya soal visi misi Jakarta Reclame Watch, Didi menjelaskan bahwa lembaga ini tak hanya akan mengawasi dan melakukan edukasi dalam hal pereklamean, tetapi juga akan mendorong Pemprov DKI Jakarta agar membuat kebijakan yang pro industri reklame, tanpa merusak estetika.
Selama ini, kata dia, regulasi yang diterbitkan seringkali berubah-ubah karena ditunggangi kepentingan tertentu, dan itu juga berpengaruh pada estetika.
"Sebagai contoh, di era Gubernur Djarot Syaiful Hidayat, pemasangan reklame di pos polisi diizinkan, tetapi saat ini izin itu diubah menjadi tidak boleh," ujarnya.
Didi meyakini jika regulasi di bidang reklame bersifat pro industri reklame tanpa merusak estetika, sektor ini tak hanya akan menyumbang pemasukan yang besar bagi Pemprov, tetapi juga dapat menciptakan lingkungan yang gramable seperti di New York, Amerika Serikat.
"Di New York ada reklame-reklame yang dipasang sedemikian rupa, yang membuat tempat itu menjadi gramable. Orang banyak datang ke sana hanya untuk selfi-selfi, dan bahkan kita dapat menyewa tempat itu untuk kepentingan tertentu, seperti syuting film atau yang lainnya. Bayangkan kalau di Jakarta pun ada tempat seperti itu," katanya.
Dalam susunan kepengurusan Jakarta Reclame Watch, Didi sebagai Dewan Pengarah, sementara Syaiful menduduki jabatan direktur eksekutif.
"Kita akan melibatkan teman-teman, terutama teman-teman wartawan yang sudah pensiun, baik yang ketika aktif meliput bidang olahraga maupun yang meliput di lingkungan Pemprov DKI Jakarta," tutup Didi. (DID)
Baca Juga: Pasokan Pangan di Jakarta Selama Ramadan Aman, Ini Cara Perumda Dharma Jaya Antisipasi Lonjakan
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...