CARITAU JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih mendesak Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk memberikan sanksi tegas kepada para anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) beserta jajaranya di daerah, jika terbukti bersalah melakukan tindakan dugaan kecurangan pemilu di agenda sidang putusan pekan depan.
Anggota Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih, Kurnia Ramadhana mengatakan, seiring berjalanya proses sidang, pihaknya lebih banyak menerima informasi dan bukti-bukti soal dugaan kecurangan pemilu atau manipulasi data anggota parpol yang menjadi syarat pendaftaran partai politik peserta pemilu 2024.
Baca Juga: Airlangga: Insya Allah Hadir PHPU Kalau Diundang MK
Dirinya menjelaskan, bahwa berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun, kasus perkara dugaan kecurangan pemilu dan manipulasi data itu diduga keras telah dilakukan secara hierarki dengan adanya dugaan perintah langsung yang mengarah ke intimidasi dari KPU RI kepada KPU daerah.
"Koalisi menerima banyak informasi dan bukti kecurangan yang disinyalir dilakukan oleh jajaran petinggi KPU RI dan penyelenggara pemilu daerah dalam tahapan verifikasi faktual partai politik calon peserta Pemilu 2024," kata Kurnia dalam konferensi persnya yang digelar secara daring, Rabu (22/2/2023).
"Diduga keras, pola kejahatan ini berbentuk hirarkis, yakni adanya perintah langsung yang mengarah pada intimidasi dari KPU RI kepada KPU daerah untuk mengubah status partai politik calon peserta pemilu, dari belum memenuhi syarat menjadi memenuhi syarat,” sambungnya.
Ia menilai, sejak awal proses pengungkapan kasus dugaan kecurangran pelanggaran etik dan profesi penyelenggara pemilu ini tidak berjalan baik dan menuai hambatan. Hal itu dapat dilihat, lanjut Kurnia, pada saat laporan kasus ini telah dilayangkan namun tidak digubris oleh DKPP.
Padahal disatu sisi menurut Kurnia, berdasarkan regulasi, selaku lembaga kehormatan harusnya DKPP memproses laporan tersebut dengan cepat dan profesional untuk ditindaklanjuti ataupun dibuktikan berdasarkan fakta hukum.
"DKPP sempat tidak bersikap profesional dalam menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran kode etik. Padahal berdasarkan regulasi, DKPP saat pelaporan harus diberikan kepada pelapor paling lambat lima hari setelah dokumen diserah
kan. Alih-alih ditegakan, lembaga penjaga etik ini justru baru memberitahukan hasil pemeriksaan adminitrasi setelah sebelas hari dokumen itu diterima," ungkap Kurnia.
Kendati demikian, ketidakprofesionalan DKPP menurut Kurnia, tidak berhenti sampai disitu. Kurnia mengungkapkan, bahwa selain hal tersebut, pihaknya juga menemukan sejumlah keganjilan, yakni didalam agenda persidangan perdana itu dipenuhi dengan nuansa ancaman dari pihak teradu.
Nuansa ancaman itu, lanjut Kurnia, yakni sikap Idham Kholik selaku komisoner KPU RI teradu saat dalam persidangan dinilai tidak etis dan tidak baik lantaran telah mempermasalahkan bukti dan menyertai argumentasi ancaman pada pengadu (saksi) dalam pengaturan yang berada didalam UU ITE.
"Terlihat bahwa Idham bukan menaruh fokus pada substansi bukti, namun telah melebar kepada keabsahan bukti. Bahkan juga terkesan ingin memidanakan pelapor," tutur Kurnia.
Berdasarkan hal tersebut, Kurnia selaku peneliti ICW juga meminta DKPP bersikap objektif serta independent dalam menilai pembuktian kasus saat berlangsungnya proses sidang mengenai dugaan pelanggaran etik dan manipulasi data kecurangan pemilu yang akan digelar pekan depan.
"DKPP diharapkan menjatuhkan sanksi berupa Pemberhentian tetap bagi seluruh teradu dan bersikap objektif serta independen dalam menilai pembuktian selama proses persidangan dugaan pelanggaran etik," tandasnya.
Diketahui sebelumnya, DKPP telah memeriksa Anggota KPU RI Idham Holik terkait pelaporan dugaan ancaman kepada Anggota KPU daerah. Selain Idham, DKPP juga turut memeriksa para anggota KPU Daerah Sulawesi Utara, lantaran dilaporkan atas kasus dugaan manipulasi data kecurangan pemilu dala kegiatan verifikasi faktual partai politik calon peserta pemilu 2024.
Dalam laporan tersebut, Idham diketahui adalah salah satu pihak yang telah diadukan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih. Selain Idham juga terdapat 10 penyelenggara Pemilu yang dilaporkan ke DKPP.
Mereka yakni Meidy Yafeth Tinangon, Salman Saelangi, dan Lanny Anggriany Ointu (Ketua dan Anggota KPU Provinsi Sulawesi Utara) sebagai teradu I sampai III.
Kemudian, Lucky Firnando Majanto (Sekretaris KPU Provinsi Sulawesi Utara) dan Carles Y. Worotitjan (Kabag Teknis Penyelenggaraan Pemilu, Partisipasi, Hubungan Masyarakat, Hukum, dan SDM KPU Provinsi Sulawesi Utara) sebagai teradu IV dan V. Elysee Philby Sinadia.
Selain itu, ada juga Tomy Mamuaya, dan Iklam Patonaung (Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Sangihe) sebagai teradu VI sampai VIII. Serta Jelly Kantu (Kasubbag Teknis dan Hubungan Partisipasi Masyarakat KPU Kabupaten Sangihe) dan Idham Holik (Anggota KPU RI) sebagai teradu IX dan X. (GIB/DID)
Baca Juga: Ke Mana Presiden Harus Mengajukan Cuti Jika Ingin Berkampanye? KPU: Ke Dirinya Sendiri
sidang etik dugaan kecurangan pemilu dkpp manipulasi data kpu pemilu 2024
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...