CARITAU JAKARTA - Guru Besar Hukum Tata Negara Denny Indrayana menyebut Presiden Jokowi sebagai aktor utama pelumpuhan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal ini dikatakan Denny dalam artikel berjudul 'Korupsilah dalam Pelukan Koalisi' yang dirilis Jumat (19/5/2023).
"Presiden Jokowi adalah aktor yang paling bertanggungjawab dengan pelumpuhan dan mati-surinya Komisi Pemberantasan Korupsi," kata Denny dalam artikel itu.
Baca Juga: Jokowi Tunjuk Tito Karnavian sebagai Plt Menko Polhukam Gantikan Mahfud
Ia mengakui kalau sejak lama KPK yang kuat dan efektif membuat para koruptor gerah dan melancarkan serangan balik (corruptors fight back). Salah satu modusnya adalah dengan mendorong perubahan UU KPK.
"Ketika kami mengemban amanah selaku Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, HAM dan Pemberantasan KKN (2008-2011) maupun Wakil Menteri Hukum dan HAM (2011-2014), keinginan untuk melemahkan KPK melalui proses legislasi itu sudah mengemuka. Alhamdulillah, Presiden SBY tidak menyetujui politik hukum pelemahan KPK tersebut," terangnya.
Denny juga mengakui kalau memang banyak pula catatan terkait program pemberantasan korupsi di era SBY, tetapi yang mesti adil diberi apresiasi adalah bahwa SBY teguh tidak menyalahgunakan kekuasaannya untuk mengerdilkan KPK, meski banyak kasus korupsi yang disidik KPK telah merusak reputasi Partai Demokrat, bahkan keluarganya, karena ada besan, menteri, pimpinan, hingga para kader utama Demokrat yang terjerat kasus korupsi.
"Berbeda halnya dengan Presiden Jokowi; intervensi untuk melemahkan KPK bukan hanya dibiarkan, tetapi saya berkeyakinan dilakukan. Kalaupun ada segelintir menteri dan kader partai berkuasa yang dijerat KPK, hal demikian tidak bisa menghilangkan fakta bahwa ada Harun Masiku yang disembunyikan, ditelan bumi, tidak lain karena kasusnya terkait erat, dan akan mengungkap tuntas keterlibatan sang petinggi partai," ungkapnya.
"Sedikitnya kasus korupsi yang menjerat partai berkuasa bukan berarti kurangnya korupsi di lingkaran kekuasaan, tetapi KPK-nya berhasil dijinakkan dan diarahkan. Hanya memukul lawan oposisi, sambil dimanfaatkan untuk memproteksi dan merangkul kawan koalisi," lanjut Denny.
Dirinya menyebut, koalisi yang dia maksud bukan berarti hanya unsur parpol, tetapi juga kroni oligarki. Ia bahkan haqul yakin dugaan korupsi oleh anak-anak Jokowi yang dilaporkan Ubedilah Badrun ke KPK, karena berkolusi bisnis dengan salah satu kerabat oligarki, tidak akan berproses kemana-mana, diam ditempat, sebelum mati kehabisan nafas karena dipetieskan.
"Setali tiga uang dengan kasus dugaan korupsi perpajakan yang melibatkan mafia oligarki tambang batubara di Kalsel. Jangankan berproses, Presiden Jokowi bahkan rela menjadi tameng hukum dengan menghadiri peresmian pabrik biodieselnya pada Oktober 2021, setelah sebelumnya di Oktober 2020 juga meresmikan pabrik gula grup usaha yang sama di Sulawesi," katanya.
Denny meyakini, hal itu terjadi karena oligarki sudah menggelontorkan saham tidak sedikit saat menjadi tim kampanye Pilpres di 2019, sehingga pembayaran dividennya berupa proteksi dan bunker dari dugaan kasus korupsinya di KPK.
Ia mengkritik, karena meski lemahnya spirit antikorupsi Jokowi sudah sangat terang, tetapi sang Presiden masih mencoba ngeles, lempar batu sembunyi tangan, atas hadirnya UU Nomor 19 Tahun 2019 yang merubah dan melumpuhkan KPK.
“Jokowi berkilah RUU perubahan adalah inisiatif DPR. Padahal semua paham, Presiden sangat bisa menolak membahas, apalagi menyetujuinya,” kata dia.
Denny membeberkan kalau sejatinya, dengan kursi koalisi Jokowi yang mayoritas di DPR, Jokowi bukan hanya bisa menolak perubahan UU KPK, tetapi bisa super cepat menggolkan RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Pembayaran Uang Tunai. Sebagaimana Presiden Jokowi bisa super kilat, dengan minim sosialisasi sekalipun, menggolkan UU IKN, UU Cipta Kerja, dan Perubahan UU Minerba yang menguntungkan kroni bisnis dan kepentingan bohir oligarkinya.
“Melalui Perubahan UU KPK, Komisi antikorupsi dirampas independensinya, diletakkan di bawah perintah Presiden Jokowi. Tidak cukup dengan melemahkan regulasinya, Presiden juga merusak institusinya. Seleksi Pimpinan KPK yang dibentuk Jokowi menghadirkan komisioner yang bermasalah secara etika. Para pejuang utama antikorupsi, dieliminasi melalui rekayasa Tes Wawasan Kebangsaan. Hasilnya, KPK yang lumpuh paripurna, secara institusional kehilangan independensi, secara personal kehilangan moralitas pribadi,” tegas Denny.
Senior Partner INTEGRITY Law Firm ini bahkan terang-terangan mengakui kalau dia sudah tidak lagi percaya dengan agenda pemberantasan korupsi Presiden Joko Widodo.
“Cukuplah sekali saja saya terbuai dengan halusinasi dan sensasi kampanye antikorupsi yang disuarakannya pada Pilpres 2014. Dalam perjalanannya, infrastruktur penegakan hukum dan pemberantasan korupsi adalah kegagalan utama pemerintahan Jokowi," pungkasnya. (DID)
Baca Juga: Malam Ini, Jokowi Teken Surat Pencopotan Firli
denny indrayana presiden jokowi pelemahan kpk penanganan korupsi
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...