CARITAU QATAR – Keberhasilan Kroasia menembus semifinal Piala Dunia 2022 Qatar menegaskan kepada publik, bahwa negara kecil yang berasal di Eropa Timur itu bukanlah penyandang status kuda hitam lagi.
Sebelum berkompetisi di Qatar, banyak pecinta sepak bola memandang sebelah mata Kroasia sebagai kandidat juara dunia.
Baca Juga: Franz Beckenbauer Legenda Sepak Bola Jerman Wafat
Padahal, masih lekat di ingatan empat tahun lalu, Luka Modric dan kawan-kawan sukses menapaki pertandingan tertinggi di kompetisi olahraga sebelas melawan sebelas tersebut.
Prestasi Tim Vatreni, julukan Kroasia menjadi runner-up di Piala Dunia 2018 Rusia silam membuat kebahagiaan tiada tara bagi negara yang beribukota Zagreb itu.
Kini, Kroasia kembali di titik yang pas untuk mengukir sejarah, sekaligus membuktikan kepada dunia bahwa tim tersebut layak disandingkan dengan negara-negara sepak bola lainya; seperti Brazil atau Jerman misalnya.
Negara Ajaib yang Masih Seumur Jagung
Gejolak dan konflik politik yang mendera Yugoslavia pada awal tahun 1990-an, menambah derita panjang krisis di daerah Balkan tersebut. Tak ingin berlarut-larut dalam kondisi perang saudara, hingga merembet ke perang antaretnis, sejumlah kawasan pun berani memproklamirkan kemerdekaannya termasuk Kroasia.
Kroasia memperoleh kemerdekaan pada 25 Juni 1991. Di mana negara tersebut berbatasan langsung dengan Slovenia di barat, serta Serbia di timur. Total, negara tersebut memiliki luas 56.594 Km persegi, atau tak lebih dari separuh Pulau Jawa di Indonesia.
Kendati Kroasia terlibat perang bertahun-tahun untuk memperoleh kemerdekaan, masyarakatnya terus bekerja keras menata kehidupan yang tentram dan damai. Perlahan, negara itu tumbuh dengan baik, sembari membenahi pelbagai komponen kehidupan, juga di bidang olahraga dan sepak bola.
Baca juga: Profil Dominik Livakovic: Tangan Pelindung Kroasia di Piala Dunia 2022
Di dunia sepak bola, dunia masih ingat betul kiprah Kroasia di Piala Dunia 1998. Di mana negara yang berusia tujuh tahun, berhasil menyentuh semifinal. Saat itu, skuad Vatreni dipelopori oleh pemenang Sepatu Emas Davor Suker.
Di Piala Dunia 1998, mereka hanya kalah dari tuan rumah Prancis dan akhirnya menjadi pemenang. Sebuah kisah Cinderella yang sulit diukir oleh negara manapun.
Setelah mengukir cerita hebat, prestasi Kroasia sempat seret. Mereka menemui kegagalan di empat edisi selanjutnya, sebelum momen Piala Dunia 2018 Rusia.
Luka Modric, sebagai jenderal lapangan tengah Kroasia berhasil memperbaiki raihan mereka di kompetisi empat tahunan itu, dengan mengalahkan Inggris di babak empat besar sebelum kalah dari Prancis – lagi – di Final.
Impian Besar Perwakilan Eropa Timur
Jika melihat kultur sepak bola, Eropa Barat jauh lebih memikat dibandingkan Eropa Timur. Negara Eropa Barat, yang terdiri dari tim-tim besar macam Inggris, Spanyol, Jerman dan Italia kerap menjadi poros dan sorotan pesepakbolaan dunia.
Sementara di Eropa Timur, baik itu klub dan negaranya hanya dianggap sebagai pelengkap turnamen. Hingga saat ini, tak banyak klub yang menyabet juara kompetisi elit Benua Biru.
Sedangkan di level negara, praktis hanya Yunani menorehkan kisah gemilangnya di Euro 2004 silam. Selanjutnya, belum ada lagi negara di Eropa Timur yang keluar sebagai juara di berbagai turnamen mayor.
Keberhasilan Kroasia yang berulang kali di tangga juara, seakan menjadi tonggak kemajuan peradaban dan sepak bola di sekitarnya.
Dan di sini, di tanah Qatar, skuad Zlatko Dalic berhasil mencapai semifinal lagi, melaju ke pertemuan empat besar dengan Argentina di Stadion Lusail setelah mengalahkan Brazil melalui adu penalti.
Baca juga: Neymar Mengaku 'Kena Mental' Usai Brasil Disingkirkan Kroasia pada Piala Dunia 2022
Lantas, mengapa masih banyak orang yang meremehkan Kroasia, serta negara-negara lainnya di Eropa Timur?
“Semua orang adalah favorit melawan kami. Kami adalah negara kecil dan kami sudah terbiasa dengan itu. Semua sama, sekali lagi kami adalah salah satu dari empat tim terbaik di dunia,” kata Modric, dikutip situs FIFA. Dia berbicara setelah kemenangan adu penalti atas Brazil, menyoroti kecenderungan untuk meremehkan Kroasia, terlepas dari hasil yang dicapai dalam beberapa tahun terakhir.
Diingatkan juga, bahwa Kroasia berhasil mencapai empat besar UEFA Nations League, membuktikan bahwa hasil mereka di pentas ini bukanlah kebetulan.
Dan jika nasib baik berperan, maka Kroasia telah membuat keberuntungan mereka sendiri, dengan menunjukkan kualitas di lapangan yang tidak dimiliki tim lain.
Kualitas tersebut dapat digambarkan sebagai teknis sekaligus emosional, karena tidak mudah untuk memulai setiap pertandingan sebagai underdog dan harus menunjukkan bahwa mereka bukan apa-apa.
“Jika kami harus menderita, maka lebih baik mendapatkan kemenangan pada akhirnya,” kata Modric setelah kemenangan atas Jepang di Babak 16 Besar, mengetahui bahwa Brazil akan menjadi lawan berikutnya.
Membangun Mental Petarung
Kiprah Kroasia di dua ajang Piala Dunia terakhir cukup menarik. Yakni, setelah melaju ke babak gugur, Modric dan kolega selalu tampil lebih dari 90 menit. Bahkan empat di antaranya berakhir lewat drama adu penalti.
Zlatko Dalic, selaku pelatih Kroasia telah mampu membangun mental juara di timnya, meski dia belum memiliki trofi untuk ditunjukkan. Kroasia sekarang berada pada tahap di mana mereka dapat bersaing dengan negara-negara yang jauh lebih besar, dalam hal populasi, tanpa rasa rendah diri.
Lalu ada kualitas individu pemain, dimulai dengan kapten, pemimpin tim ini, dan kekuatan pendorong di dalam dan di luar lapangan. Modric adalah pemain yang sepertinya selalu berasal dari era lain, meski sudah semodern mereka datang. Singkatnya, seorang gelandang tengah yang sempurna, seorang playmaker seperti orang-orang di masa lampau, ditakdirkan untuk menjadi legenda olahraga ini.
Baca juga: Tampil Bersinar Selama Piala Dunia, Bek Kroasia Josko Gvardiol Diincar Sejumlah Klub Elit Eropa
Meskipun telah berusia 37 tahun, pemain Real Madrid itu menunjukkan bahwa dia masih bisa membuat perbedaan di setiap tahapan, dan kerendahan hatinya membuatnya menjadi salah satu pemain paling populer dan dihormati di luar sana.
Kata-kata yang terdengar dari mikrofon saat dia memeluk rekan setimnya Rodrygo setelah adu penalti adalah cerminan yang bagus dari hal itu seperti yang akan Anda temukan; “Ayolah, semuanya menjadi lebih baik pada waktunya. Yang penting adalah kembali dari sini dengan mentalitas yang benar, yang akan membuat Anda lebih kuat. Ini bukan apa-apa." terang Rodrygo.
Selain sang kapten, ada Marcelo Brozovic, salah satu bintang di turnamen gila ini; Ivan Perisic, yang selama ini menjadi duri di sisi pertahanan lawan; kemitraan Dejan Lovren-Josko Gvardiol, sangat tak terkalahkan di Piala Dunia ini; seperti halnya Dominik Livakovic. Mereka yang awalnya diremehkan oleh banyak orang, sama seperti timnya, dan lihat dia sekarang, pemain tersebut berada di titik tertinggi.
Ada lebih dari cukup alasan untuk memasukkan Kroasia di antara tim-tim hebat dalam sejarah sepak bola baru-baru ini, dan melawan Brasil mereka sekali lagi mengingatkan kita pada banyak dari mereka. (RMA)
Baca Juga: Real Madrid Bersiap untuk Boyong Josko Gvardiol dari RB Leipzig
piala dunia 2022 luka modric timnas kroasia kroasia vs prancis semifinal piala dunia 2022 dominik livakovic
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...