CARITAU JAKARTA - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta, Suryana beberapa waktu lalu menyampaikan bahwa angka kemiskinan ekstrem di Jakarta mencapai 95.668 jiwa atau 0,89%.
Suryana menerangkan kriteria penduduk miskin ekstrem adalah yang pengeluaran per kapitanya di bawah Rp 11.633 per hari atau beberapa karakter penduduk miskin ekstrem, antara lain mayoritas Kepala Rumah Tangga lulusan SMA dengan rata-rata usia 45,5 tahun dan kondisi perumahan ada yang belum layak, luas lahan per kapita di bawah 8 meter persegi.
Berdasar data tersebut, Aktivis Peduli Jakarta, Melny Nova Katuuk menyampaikan, dari hasil penelitian yang dilakukan di kawasan Kampung Apung, Jakarta Barat dan kawasan Nelayan di Cilincing, Jakarta Utara.
Baca Juga: Ikuti Arahan PJ Heru, Dinsos DKI Sukses Tekan Angka Kemiskinan di Jakarta
Dari penelitian tersebut, dirinya belum menemukan adanya warga dengan penghasilan Rp11 ribu per hari atau di bawah Rp500 ribu per bulan.
Kegiatan ini ia lakukan lantaran sejalan dengan misinya untuk membantu memecahkan persoalan kemiskinan ekstrem di Jakarta yang beberapa waktu lalu ramai menjadi perbincangan publik.
"Sejauh ini belum menemukan warga dengan kategori berpenghasilan Rp.11ribuan per hari. Banyak masyarakat miskin, tapi bukan miskin ekstrem karena dari beberapa sumber mengatakan penghasilan mereka masih di atas 2 juta/bulan," kata Nova, Selasa (14/2/2023).
Saat Nova mendatangi Kampung Apung. Dia berkeliling di salah satu lokasi budidaya ikan. Ia menyebutkan bahwa saat ini budidaya tersebut dilaksanakan bersama dengan Lembaga Amil Kelompok Bakrie yakni Bakrie Amanah.
"Artinya intervensi kemiskinan itu melalui berbagai program dan bukan hanya dari pemerintah, tapi dari swasta pun banyak sekali diberikan untuk warga. Jadi jika ini dimonitor, dibimbing dan dikawal dengan baik, tentu sangat signifikan," ujarnya.
Saat ia mendata jumlah lansia, Nova mendapatkan adanya sekitar 20 orang lansia. Ia menemui dua orang lansia yang tidak berpenghasilan, tapi ditanggung oleh anak-anak mereka.
Kemudian di kawasan Nelayan, Kalibaru, Cilincing, Jakarta Utara. Nova mengatakan dirinya bertemu dengan beberapa warga yang tinggal di tempat kumuh, namun mereka berpenghasilan Rp100 ribu-200 ribu per hari.
"Dari beberapa sumber mengatakan penghasilan mereka masih diatas Rp2 juta per bulan," sebutnya.
Disinggung soal mekanisme pendataan yang dilakukan BPS, Nova menyebutkan, berdasarkan hasil investigasinya terhadap warga diketahui bahwa BPS melibatkan warga setempat sebagai mitra untuk pengambilan sampling data.
Menurut Nova, BPS nantinya akan mengumpulkan data sesuai dengan kuesioner yang disiapkan BPS dan sudah dikerjakan oleh mitra BPS di lapangan.
"Para Mitra BPS memberikan kertas berisi pertanyaan kepada masyarakat. Katanya terkadang ada masyarakat yang nggak jujur tentang keadaan ekonomi. Misalnya, ada yang punya mobil, tapi nggak mau nulis kalu punya mobil," tegasnya.
Terkadang, lanjut Nova, skema demikian akan mengundang konflik of interest karena jika dilakukan oleh warga setempat tingkat kerawanan adanya intervensi kepentingan terhadap hasil survey cenderung besar.
"Memang pelik, tapi kalau BPS tidak tegas dan melakukan Assessment berulang di lapangan, maka hasil survey pun berpotensi tidak akurat, karena akan dihadapkan pada konflik kepentingan antara mitra, warga dan lingkungan," sebutnya.
"Dan Mitra BPS ini sepertinya juga tidak terlatih dalam mengambil data. Memang ada pengawas yang ditugaskan oleh BPS. Tapi enggak tahu apakah itu orang BPS atau hanya dikontrak oleh BPS," pungkasnya. (DID)
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...