CARITAU UBUD - Hari Raya Nyepi Caka Bali 1945, jatuh pada Rabu, 22 Maret 2023. Bagi masyarakat Bali, yang mayoritas memeluk agama Hindu, salah satu tradisi yang khas di Hari Raya Nyepi adalah pawai ogoh-ogoh di malam Pengerupukan.
Pada dasarnya, ogoh-ogoh merupakan karya seni patung yang diarak keliling saat menjelang Hari Raya Nyepi. Ogoh-ogoh melambangkan sebuah tokoh Hindu bernama Bhuta Kala.
Baca Juga: Tradisi Mebuug-Buugan
Caritau.com berkesempatan menyaksikan kemeriahan arak-arakan ogoh-ogoh di depan Puri Ubud, kawasan Central Ubud yang menjadi pusat lokasi kegiatan parade ogoh-ogoh tahun 2023 ini.
Dengan mengendarai motor, kami menelusuri jalan raya Mas mas untuk mencapai Central Ubud. Sepanjang jalan, tak terhitung berapa kali kami melewati ogoh-ogoh dari berbagai Desa Adat atau banjar yang bersiap untuk parade.
Menjelang Nyepi, jalanan menuju Central Ubud yang biasanya macet, sore ini terlihat lebih lengang. Banyak toko dan unit usaha masyarakat yang terlewati sudah mulai tutup. Selain bersiap untuk parade ogoh-ogoh, beberapa juga terlihat sembahyang dengan menempatkan Canang di depan kediaman dan toko mereka.
Sesampainya di Lapangan Astina, barulah terlihat pusat keramaian yang sudah mulai dipadati pengunjung sejak sore hari. Perhelatan kali ini, sebelum di arak-arak menuju Central Ubud, peserta parade ogoh-ogoh terlebih dahulu dikumpulkan terlebih dahulu di Lapangan Astina, jalan Monkey Forest, Ubud. Total ada 24 ogoh-ogoh karya dari masyarakat berbagai desa adat wilayah Ubud.
Sejak sore hari, masyarakat hingga wisatawan asing maupun domestik sudah berkumpul di ara tersebut. Mulai pukul 17.00 WITA, para wisatawan dan masyarakat memadati area lapangan Astina, hingga sepanjang jalan Monkey Forest menuju Central Ubud. Sebelum kegiatan di mulai, banyak wisatawan yang hadir menyempatkan diri untuk berswafoto dan mengabadikan momen ogoh-ogoh yang sedang menunggu jadwal arak-arakan.
Salah satunya adalah pasangan suami istri asal Belanda, Duschinka dan Augustjin. Pasangan paruh baya yang sedang menikmati masa pensiunnya tersebut, sudah bersiap sejak pukul 15.00 di dekat Puri Ubud. Saat ditemui Caritau.com, keduanya mengungkapkan kekagumannya akan kreatifitas masyarakat bali dalam membuat ogoh-ogoh.
Mereka terkesan dengan detail serta keindahan seni patung ogoh-ogoh. Pasangan yang berlibur di Bali sejak dua minggu yang lalu ini sengaja menyempatkan waktu untuk menyaksikan acara yang hanya berlangsung satu tahun sekali ini.
“Kami sangat senang dengan apa yang ada di acara ini. Kreatifitas masyarakat yang membuat ogoh-ogoh ini sangat baik sekali. Pembuatannya detik, menyenangkan berada di sini. Kami sudah merencanakan untuk menyaksikan hal ini sejak pertama kali datang ke Bali,” ujar Duschinka kepada Caritau.com di Puri Ubud, Selasa (21/3/2023).
Setelah hampir dua tahun diterpa pandemi, perhelatan parade ogoh-ogoh tahun ini menjadi salah satu yang paling padat. Berdasarkan laporan pandangan mata, mendekati pukul 18.00 WITA, ribuan masyarakat termasuk turis asing dan domestik sudah memadati kawasan Puri Ubud.
Satu per satu ogoh-ogoh mulai diarak dari lapangan Astina menuju Puri Ubud. Melalui rute jalan Monkey Forest, sepanjang jalan, masyarakat dan turis tak berhenti mengabadikan momen tersebut. Aroma khas alkohol yang bercampur dengan wewangian dupa serta keringat terasa begitu kuat tiap kali kelompok ogoh-ogoh yang diarak lewat.
Pelaksanaan parade ogoh-ogoh memiliki makna agar manusia bisa belajar dan saling menjaga dengan alam, sumber daya, ahar tidak merusak lingkungan sekitarnya. Parade ogoh-ogoh dilakukan dengan diarak keliling desa maupun dipentaskan. Untuk yang mengarak biasanya akan meminum arak untuk menandakan sifat buruk dari dalam diri manusia.
Memaknai ogoh-ogoh bisa dilihat dari berbagai aspek. Dalam parade ogoh-ogoh, kita dapat melihat nilai-nilai religius dan ruang-waktu sakral berdasarkan kepercayaan dan nilai agama yang agung. Di sisi lain, ogoh-ogoh juga representasi dari kebersamaan. Membuat ogoh-ogoh juga adalah kesadaran kolektif yang memperlihatkan indahnya kebersamaan. Pun, merupakan luapan karya kreatif yang disalurkan melalui ekspresi dan estetika.
Sejarah Ogoh-ogoh
Ogoh-ogoh merupakan bagian dari ritual masyarakat Hindu jelang perayaan Nyepi. Ogoh-ogoh berasal dari kata ‘ogah-ogah’ yang merupakan bahasa Bali dengan makna sesuatu yang digoyang-goyangkan.
Pada tahun 1983, wujud Bhuta Kala mulai dibuat berkaitan dengan ritual Nyepi di Bali. Sejak saat itu, masyarakat di beberapa tempat di Bali mulai membuat perwujudan onggokan yang disebut ogoh-ogoh. Budaya baru ini juga semakin meluas saat ogoh-ogoh diikutkan dalam Pesta Kesenian Bali ke XII.
Dilansir dari pelbagai literatur, dalam ajaran Hindu Dharma, Bhuta Kala merupakan kekuatan (Bhu) alam semesta dan waktu (Kala) yang tak terukur dan tak terbantahkan. Dalam ogoh-ogoh, Bhuta Kala digambarkan sebagai sosok yang besar, menakutkan, dan berwujud raksasa.
Ogoh-ogoh juga sering divisualisasikan sebagai wujud makhluk-makhluk yang hidup di Mayapada, Syurga dan Naraka, seperti: naga, gajah, dan widyadari. Di era yang modern kini, tak sedikit juga ogoh-ogoh yang dibuat menyerupai orang-orang terkenal, seperti para pemimpin dunia, artis, atau tokoh agama.
Ogoh-ogoh sendiri memiliki fungsi sebagai representasi Bhuta Kala yang dibuat menjelang Hari Raya Nyepi. Proses ini melambangkan keinsyafan manusia akan kekuatan alam semesta dan waktu.
Kekuatan tersebut meliputi kekuatan Bhuana Agung (alam raya) dan Bhuana Alit (diri manusia). Dalam pandangan Tattwa (filsafat), kekuatan ini dapat mengantarkan makhluk hidup dan seluruh dunia menuju kebahagiaan atau kehancuran. (IRN)
Baca Juga: Pengamanan Hari Raya Nyepi di Bali
parade ogoh-ogoh hari raya nyepi hari raya nyepi caka bali 1945 bali ubud monkey forest desa adat
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...