CARITAU JAKARTA - Pengamat sosial dan militer Apep Agustiawan menyoroti pembelian 12 unit Mirage 2000-5, pesawat tempur dari Angkatan Udara Qatar seharga Rp12 triliun. Apep menilai anggaran untuk pembelian selusin jet itu tersebut tergolong kecil.
Hal itu dikatakannya mengingat kondisi alutsista Indonesia yang memprihatinkan dan kebutuhan mendesak serta penggunaan yang mencapai jangka panjang.
Baca Juga: Jual Mahal Diajak Gabung Prabowo, PPP: Ada Mekanismenya
Kekuatan 12 pesawat Mirage 2000 -5, seharga Rp4,7 triliun dan dukungan perawatan, pelatihan dan fasilitas total menjadi Rp7,1 triliun. Dengan nominal tersebut, jika membeli unit baru maka RI hanya mendapatkan sekitar dua hingga tiga pesawat saja.
"Angkanya masih sangat ideal. Terlebih jika kita melihat betapa pentingnya kebutuhan kemanan dan fungsionalnya. Selain itu penting untuk menjaga kekosongan kekuatan negara di angkasa dalam rangka menjaga ekonomi (PDB) Rp19.558 triliun, dimana membutuhkan rasa aman," kata Apep.
"Termasuk juga potensi negara ini bisa mencapai Rp24 ribu triliun (pertahun) jika hitung potensinya menghasilkan antara Rp300 ribu untuk laut dan Rp500 ribu rata-rata permeter per bulan. Sehingga kalau kita berbicara kemerdekaan dan kedaulatan negara, maka tidak ternilai harganya. Dengan perhitungan minimal jika petani punya 1 hektar = 10.000 m2 = pendapatan mereka adalah Rp 5 juta perbulan (lebih tinggi dari UMR) atau Rp500 ribu per meter," tambahnya.
Adapun pembelian alutsista yang dilakukan merupakan strategi yang tepat dan sesuai konstitusi. Pembelian alutsista merupakan langkah Kemenhan dalam melaksanakan fungsi untuk pembangunan kekuatan TNI.
Bahkan fungsi ini merupakan amanah UUD NRI 1945 yang menyatakan tujuan nasional pertama adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta tujuan nasional keempat ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Pembelian pesawat tempur dari berbagai negara merupakan langkah tepat untuk mengimplementasikan balancing of power pada tataran regional dan global. Selain itu, pembelian alutsista termasuk pesawat tempur dari negara-negara anggota Dewan Keamanan PBB dinilai memiliki dampak penangkalan yang tinggi.
Pasalnya, tidak semua negara bisa membeli meskipun anggarannya memadai. Urgensi pembelian pesawat tempur sangat dipengaruhi dengan situasi dan kondisi yang dihadapi saat ini. Pembelian alutsista tidak bisa disamakan dengan pembelian barang-barang umum. Butuh proses dan waktu yang lama. Ditambah tingkat kepercayaan yang tinggi dari negara penjual kepada negara pembeli.
"Ini juga membuktikan bahwa Kemenhan gesit melihat peluang yang ada. Selain pesawat tempur, kapal Frigat dan kapal selam juga merupakan alutsista yang harus segera dilaksanakan peremajaan dan modernisasi," ujar dia.
Sebelumnya Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto memiliki sejumlah alasan di balik pembelian 12 unit Mirage 2000-5, pesawat tempur dari Angkatan Udara Qatar. Di antaranya, yakni untuk memenuhi kebutuhan pesawat tempur Indonesia.
Dengan begitu, Indonesia memiliki kekuatan pertahanan atau mampu menjaga dari ancaman yang membahayakan kedaulatan NKRI.
Prabowo juga mengatakan, saat ini banyak pesawat tempur yang dimiliki Indonesia tapi kondisinya sudah tua. Sehingga, kata dia, harus diperbarui (refurbished). Di sisi lain, Indonesia juga sudah memesan pesawat jenis Dassault Rafale, tetapi proses kedatangannya cukup memakan waktu.
Oleh sebab itu, tambah Prabowo, Indonesia membutuhkan pesawat tempur untuk memenuhi kesiapan tempur TNI Angkatan Udara. "Mengenai hal itu, Mirage 2000-5 adalah pesawat tempur yang paling potensial," pungkas Prabowo. (DID)
Baca Juga: Sejumlah Pimpinan Negara Sahabat Ucapkan Selamat ke Prabowo
pembelian jet temput dari qatar alutsita menhan prabowo subianto
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...