CARITAU JAKARTA - Pengamat politik Citra Institute, Efriza menyoroti ikhwal polemik perjanjian yang menyeret tiga nama besar dalam sepak terjang konstelasi dan kancah perpolitikan Indonesia. Mereka adalah, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Sandiaga Uno dan bakal calon presiden 2024 yang diusung Partai Nasdem, Anies Baswedan.
Dalam surat perjanjian tersebut, disinyalir kuat berkaitan dengan proses perjanjian mengenai pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2017 lalu. Saat itu Anies Baswedan dan Sandiaga disandingkan Gerindra dan PKS menjadi pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022.
Baca Juga: Anies dan PDIP Dipertemukan Nasib Sama, Bakal Muncul Paslon Anies-Ahok di Pilkada Jakarta?
Berkaitan dengan hal tersebut, menurut Efriza, isu mengenai perjanjian yang menyeret nama tiga tokoh politik nasional tersebut merupakan strategi elite yang tidak jelas isinya. Sebab, lanjut Efriza, hingga saat ini isi perjanjian tersebut tidak kunjung juga dibuka ke publik.
Padahal menurutnya, polemik soal surat perjanjian itu pertama kali diucapkan Sandiaga Uno selaku kader Partai Gerindra.
"Pernyataan Sandiaga Uno, yang melibatkan nama Anies dan Prabowo jika tidak disertai bukti hanya sekedar bak obrolan politik di warung kopi," kata Efriza melalui keterangan tertulis yang diterima Caritau.com, Selasa (7/2/2023).
Oleh karena itu, Efriza menilai, pernyataan yang dilantarkan Sandiaga Uno, yang menyeret nama Anies dan Prabowo itu jika tak disertai bukti, hanya sekadar bak obrolan politik di warung kopi.
Disisi lain, polemik itu juga akan memiliki dampak serta mempengaruhi persepsi publik serta juga memberikan kesan negatif terhadap Prabowo Subianto yang digadang-gadang akan maju kembali sebagai Capres 2024 mendatang.
"Akan terkesan Prabowo sudah kalah sebelum bertanding. Malah menyusutkan respons positif publik bahwa Prabowo ikhlas, ia pejuang, dapat lambat-laun luntur kesan itu, jika dari orang-orang terdekat Prabowo (kader Gerindra) terus mengungkitnya," jelas Efriza.
"Surat Perjanjian ini penting dibuka di publik. Sebab, misalnya, apakah memang surat perjanjian itu hanya ditahun tertentu, atau sifatnya dapat terus berlaku selama Prabowo maju di Pilpres, ini semua harus terungkap dari isi per kalimatnya," sambung Efriza.
Efriza menilai, jika Gerindra tidak kunjung untuk bersikap terbuka pada isi surat perjanjian ketiga tokoh tersebut. Maka dikhawatirkan akan juga berdampak blunder bagi koalisi Indonesia raya yang saat ini sedang berjalan beriringan dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Sebab, Efriza mengungkapkan, peristiwa serupa itu tidak hanya terjadi hari ini, melainkan juga pernah terjadi pada pertengahan tahun 2009 lalu antara Gerindra dengan PDIP. Keduanya saat itu sepakat mengusung Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto dipasangkan menjadi Capres dan Cawapres. Perjanjian itu kini dikenal dengan perjanjian batu tulis Bogor, Jawa Barat.
"Jika tidak, nantinya malah akan blunder bagi Koalisi Indonesia Raya. Kasus mengungkit surat perjanjian itu bukan sekali saja, pernah juga diungkit oleh kubu Prabowo, terkait perjanjian batu tulis dengan PDIP. Tapi nyatanya, tetap tak berdampak kenaikan drastis suara elektoral bagi Prabowo," terang Efriza.
Polemik mengenai isu surat perjanjian ketiga tokoh politik itu menurut Efriza, hanya seperti guyonan politik dalam rangka membangun citra untuk menjatuhkan salah satu pihak dengan cara menarasikan politik santun, menghargai kesepakatan dan ingat hutang budi, yang telah dibangun kubu Prabowo untuk dapat respons positif.
Disisi lain, menurut Efriza, strategi yang hendak dibangun kubu Prabowo itu bagi pendukung Anies merupakan bentuk representasi sikap Gerindra yang baperan dan khawatir kalah dalam bersaing menarik simpatik masyarakat pada kontestasi pemilu 2024.
"Kubu Anies akan berkata ah Gerindra baperan, khawatir kalah, untuk mematahkan keinginan respons positif dari masyarakat untuk kubu Gerindra. Namun sayangnya, Perdebatan itu Alpa ditujukan kepada masyarakat, tidak dapat memberikan pendidikan politik masyarakat. Jadi dari pada berdebat, saling klaim, sudah semestinya dibuka isi surat perjanjiannya," tandas Efriza.
Diketahui sebelumnya, Ketua Umum Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto, enggan menanggi perihal isu terkait adanya perjanjian politik antara Anies Baswedan dan Sandiaga Uno saat Pilkada DKI 2017 lalu.
Pertanyaan tersebut sempat dilontarkan sejumlah wartawan kepada Prabowo usai kegiatan perayaan hari ulang tahun (HUT) Partai Gerindra ke 15 yang digelar di kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gerindra, di Ragunan, Jakarta Selatan (Jaksel), Senin (6/2/2023).
Saat itu, Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad yang berada tak jauh dari Prabowo tampak membisikan agar dirinya tak menjawab pertanyaan tersebut.
"Jangan dijawab, Pak. Jangan dijawab," bisik Dasco ke Prabowo di kantor DPP Partai Gerindra, Senin (06/02/2023). (GIB)
Baca Juga: Masyarakat Tionghoa Dukung Prabowo-Gibran
perjanjian politik anies baswedan prabowo subianto blunder pilkada 2017
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...