CARITAU JAKARTA - Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Teguh Santosa mengingatkan tentang tantangan pada ruang keterbukaan informasi dan perkembangan teknologi pada momentum kontestasi Pemilu Serentak 2024.
Salah satunya, terkait perkembangan arus informasi di media sosial yang digunakan secara sistematis untuk menimbulkan keruwetan yang menyebabkan disinformasi di masyarakat.
Baca Juga: Kapolri Persilahkan Massa Turun ke Jalan Protes Hasil Pemilu 2024
Teguh mengungkapkan, untuk mencegah hal itu perkembangan arus informasi masyarakat pada media sosial perlu di imbangi dengan kerja-kerja jurnalistik yang berintegritas dan profesional.
"Jadi saya punya doktrin di kawan-kawan, saya selalu bilang tidak juga harus dihindarkan yang namanya media sosial. Tetap sosial media itu adalah fakta media digital yang harus dimaknai. Ya maka dari itu ruang redaksi/media massa harus menjadi clearing house terhadap semua informasi yang beredar itu," kata Teguh dikantor KPU, dalam agenda diskusi yang bertajuk 'Media Sosial Untuk Optimalisasi Tingkat Partisipasi Pemilih Millenial', Jumat (25/11/2022).
Dalam kesempatanya, Teguh mengatakan, arus informasi di media sosial memang sangat sulit untuk dihindari. Kendati demikian, menurut teguh, arus informasi di media sosial itu bisa dimaknai sebagai informasi fakta ataupun opini yang perlu di cari tau kebeneranya.
"Nah bayangkan saja keruwetan media massa berbasis internet saja sudah hal tersendiri. Nah sekarang keruwetan di media sosial yang mana publik apalagi anak-anak generasi baru ini tidak bisa juga membedakan mana informasi yang dikerjakan (dengan) mengikuti kaidah-kaidah jurnalistik yang tepat dan mana yang tidak" imbuh Teguh.
Berdasarkan catatan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) tahun 2017 yang dicatat Teguh, kurang lebih terdapat 43 ribu media massa berbasis internet yang beroperasi aktif. Tetapi setelah dua tahun pandemi, Dewan Pers mencatat sudah ada 18 ribu media massa berbasis internet yang aktif.
"Kita sering dibilang, kawan-kawan di media massa berbasis internet itu soundbating atau clikbate, tapi coba bayangkan akun media sosial," ucap Teguh.
Keruwetan perkembangan digital yang terjadi itu, menurut dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu, menjadi pekerjaan rumah bagi perusahaan-perusahaan media.
Bahkan, Teguh juga memandang, terkait hal yang sama menjadi urgensivitas bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga partai politik (parpol) dalam kontestasi Pemilu Serentak 2024.
Salah satu bentuk tantangan yang dihadapkan KPU dan termasuk parpol, diungkap Teguh yakni, terkait dengan peningkatan partisipasi jumlah pemilih milenial dalam pemilu di tengah gelombang perkembangan media digital saat ini.
Persoalannya, menurut Teguh, perilaku kaum milenial saat ini dalam memperoleh informasi cenderung lebih memilih kepada media digital yang bebas seperti di media sosial, bukan pada kanal berita online yang memiliki ruang redaksi kaidah-kaidah jurnalistik.
"Kualitas demokrasi kita kan ditentukan oleh pilihan, one man one vote, Nah persoalannya, engine yang menggerakan generasi muda memilih itu juga persoalan," kata Teguh.
Oleh sebab itu menurut Teguh, untuk mencegah disinformasi dimasyarakat munculnya konten hoaks, ujaran kebencian dan Sara, maka harus ada wadah yang dapat mengedukasi masyarakat dalam hal menangkis hal-hal tersebut.
"Ini persoalan kita semua. Media massa berbasis Internet dan media sosial itu mesti saling melengkapi dan mengedukasi. Kita harus mau capek. Karena kualitas demokrasi kita kan ditentukan oleh pilihan, one man one vote," tandas Teguh. (GIBS)
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...