CARITAU SURABAYA – Tren adopsi spirit doll atau boneka arwah di kalangan artis cukup menghebohkan. Pasalnya mereka menjadikannya seperti makhluk hidup bahkan tidak segan untuk merawat para boneka arwah layaknya seorang bayi.
Prof. Dr. Nurul Hartini, S.Psi., M.Kes., Psikolog, melihat fenomena tersebut sebagai hal yang perlu menjadi perhatian. Dosen Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (Unair) ini menyebut tindakan tersebut mengarah kepada perilaku yang tidak wajar.
Baca Juga: Ivan Gunawan Ungkap Alasannya Pamit Tinggalkan Indonesia
“Ketika seseorang menganggap boneka tersebut hidup dan percaya bahwa mereka akan bertumbuh besar, maka hal itu telah keluar dari batas akal sehat. Perilaku tersebut menjadi keanehan tersendiri yang disebabkan oleh berbagai faktor,” tutur Prof. Nurul, Kamis (6/1/2022).
Salah satu faktor yang mungkin ada yakni mengikuti tren di kalangan selebritis. “Bisa jadi mereka hanya mencari sensasi agar popularitasnya naik,” imbuh Prof. Nurul.
Meskipun demikian, Nurul menegaskan segala sesuatu tetap ada batasnya agar tidak merugikan kesehatan mental.
Apabila perilaku tersebut dibiarkan terjadi secara terus-menerus, maka akan berdampak terhadap kondisi kesehatan mental seseorang.
Jika ketidakwajaran itu tidak segera dihentikan, maka berisiko pada keadaan psikopatologinya yakni ketidakstabilan fungsi kejiwaan yang meliputi indera, kognisi, dan emosi.
“Segala kondisi berisiko harus ditangani sedini mungkin agar tidak semakin sulit untuk mengembalikan kepada kondisi yang rasional dan realistis,” jelas Prof. Nurul.
Sejatinya bagi sebagian orang boneka dapat menjadi strategi pemulihan mental (coping stress). Misalnya ketika seseorang pernah kehilangan anaknya, maka boneka dapat menjadi terapi psikologis bagi mereka. “Karena secara psikologis juga boneka bisa menjadi sarana penyegaran pikiran bagi individu selama tidak berlebihan dan harus tetap di bawah pendampingan dari psikolog atau psikiater,” ungkap Prof. Nurul.
Akan tetapi terlepas dari manfaat tersebut, sejatinya boneka hanyalah benda mati. Mereka hanya menjadi perangkat yang tidak memiliki hal-hal khusus, kecuali hanya pengaruh dari perlakuan sang pemilik.
Ketika ada yang memperlakukan boneka secara spesial, Prof. Nurul mengimbau agar mencari tahu alasannya. Apabila hanya mengarahkan kepada perilaku negatif yang melampaui batas kewajaran, maka harus segera dihentikan agar tidak terjebak pada situasi yang kurang sehat, baik secara psikologis maupun mental.
“Sebagai orang yang mungkin dekat dengan individu yang berperilaku di luar batas tersebut, tentu kita memiliki kewajiban untuk membantu mereka. Sebaiknya kita menanyakan terlebih dulu penyebab mereka untuk bertindak demikian. Selagi jawabannya masih rasional, ya tidak apa-apa,” kata Nurul yang juga anggota Ikatan Psikologi Klinis Indonesia tersebut.
Lain halnya ketika ketidakwajaran semakin jelas terlihat, yakni benar-benar menganggap boneka tersebut hidup, maka kita dapat memberi nasehat bahwa perilaku mereka mulai mengkhawatirkan. Terakhir jika masih tidak ada perubahan, maka kita dapat membantu mengarahkan mereka untuk datang ke psikolog atau psikiater.
“Kuncinya adalah rasional, realistis, dan proporsional. Selama tiga hal itu terpenuhi, maka kita senantiasa objektif dalam memikirkan, merasakan, dan melakukan segala hal,” pungkas Prof Nurul. (HAP)
Baca Juga: Sempat Ditegur KPI, Ivan Gunawan Umumkan Berhenti Jadi Host Brownis
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...