CARITAU MAKASSAR – Selama 2021 angka perceraian di Makassar meningkat. Tercatat sebanyak 2.654 pasangan suami-istri di Kota Makassar memutuskan berpisah.
Humas pengadilan agama klas IA Makassar, Alwi mengatakan, sejak Januari-Desember 2021 dari 2.654 permohonan yang masuk di Pengadilan Agama Klas 1A Makassar, 2.007 gugatan pemohonya adalah perempuan yang disebut Cerai Gugat (CG).
Sementara 647 gugatan diajukan oleh pemohon laki-laki yang disebut Cerai Talak (CT).
"Ada offline dan ada online, jika yang maksudkan online adalah secara virtual, istilahnya E-Litigasi yg didahului dengan pengajuan perkara seca E-Qourt oleh penggugat, setelah ada persetujuan dari tergugat baru dilanjutkan dengan E-Litigasi," ungkapnya, Sabtu (8/1/2022).
Berdasarkan data yang dimiliki, sebanyak 2.788 kasus perkara telah diputuskan di pengadilan Agama klas IA Makassar.
Kasus yang diputuskan pengadilan Agama terdiri dari CT sebanyak 682 perkara dan CG sebanyak 2.106 perkara.
Akademisi Psikolog Unibos Makassar, St Syawaliyah G Ismin menyebutkan dalam rumah tangga, dibutuh pondasi yang kuat.
Menurut survey yang dilakukkan salah satu psikolog ternama di indonesia, menyebutkan banyak hal memang bisa memicu permasalahan dalam pernikahan.
"Seperti karakter, pengalaman masa lalu, pengasuhan yang didapatkan semasa kecil, status pekerjaan dan sosial dan sebagainya," jelasnya.
"Tetapi semua ini pada dasarnya karena bermuara pada diri kita yang tidak punya pegangan yang kuat dan pasti, kemudian tidak paham peran suami/istri, atau keduanya tidak memiliki dasar pemahaman yg benar dan sama trhadap peran suami istri," sambung dosen Unibos itu.
Dia menjelaskan, zaman sekarang, kasus perceraian juga banyak dipicu karena konflik akibat peran ganda oleh istri, karena istri juga bekerja terlebih jika memilki gaji yang lebih besar.
Hal ini akan jadi pemicu masalah ketika suami dan istri tidak paham hakikat peran masing-masing dalam keluarga. Sehingga mudah muncul kesalahpahaman, lupa kodrat sebagai istri, sehingga lama kelamaan suami merasa tidak dihargai.
Kemudian masing-masing menyimpan perasaan dan pikiran negatif. Ketika perasaan, emosi atau pikiran negatif ini terus menerus hadir dan tidak pernah ada penyelesaian, maka akan tinggal tunggu waktu saja untuk menunggu pemicu terjadi pertengkaran hebat.
"Penting sekali sebelum menikah masing-masing memiliki bekal pemahaman yang benar tentang pernikahan. Seperti dalam Islam disebutkan pernikahan itu adalah ikatan yang kuat, nah ketika menyadari hal ini, maka kedua insan yg menjalani memiliki tekad yang kuat untuk menjalaninya bersama," terangnya.
Masalah adanya orang ketiga akibat perceraian juga menjadi dasar pemahaman tentang peran masing-masing. Memahami hakikat pernikahan, maka masing-masing tidak akan mudah tergoda akan hadirnya pihak ketiga.
"Karena masing-masing mampu memberikan apa yang seharusnya dan diharapkan oleh pasangan, baik dari pemenuhan kebutuhan fisiologis maupun psikologis," bebernya.
Selain itu, interaksi dan keterlibatan anggota keluarga lain juga sangat mempengaruhi. Kadang masih sulit mengetahui batasan saat berinteraksi, sehingga muncul konflik atau malah memperkeruh suasana rumah tangga sendiri.
"Jadi, meski saudara atau orang tua pada dasarnya tetap punya batasan. Seperti misalnya ketika ada menantu yang curhat tentang kondisi pasangannya, maka ipar atau mertua bisa memberikan tanggapan yang bijak, tidak mudah menghakimi, tidak menjelekkan," pungkasnya. (KEK)
Baca Juga: Jalani BAP, Giedon Tengker Tak Masalah Jika Rieta Amilia dan Nagita Slavina Dipenjara
perceraian pondasi membina rumah tangga tingkat perceraian meningkat
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...