CARITAU JAKARTA - Sepekan ke belakang, lini masa riuh dengan desas-desus mengenai kepastian berlangsungnya konser band asal London, Inggris, Coldplay di Jakarta. Pada Selasa lalu (9/5/2023), band Coldplay menjadi trending topic di Twitter usai mereka secara resmi mengumumkan jadwal rangkaian tur dunia mereka bertajuk 'Music of the Spheres' yang mencantumkan Indonesia di dalamnya untuk wilayah Asia.
Grup musik yang yang digawangi oleh Chris Martin, Guy Berryman, Jonny Buckland, dan Will Champion ini akan menggelar konser di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta pada 15 November 2023 mendatang.
PK Entertainment dan Third Eye Management selaku promotor konser Coldplay di Jakarta pun secara resmi merilis harga tiket dan kategori tata letak penonton melalui akun resmi Instagramnya, Kamis (11/5/2023). Pihak promotor menjual tiket berdasarkan 11 kategori. Dari mulai kategori Ultimate Experienced, My Universe, Festival Standing, dan CAT 1 hingga CAT 8 dengan tempat duduk bernomor seri.
Harga tiket konser Coldplay di Jakarta sendiri dibanderol dengan harga Rp 11 juta tertinggi untuk kategori Ultimate Experience, Rp 5,7 juta (My Universe), Rp 5 juta (CAT 1), Rp 3,5 juta (Festival) dan yang termurah untuk CAT 8 Rp 800 ribu.
Menariknya, sebelum pihak promotor merilis secara resmi harga tiket konser Coldplay di Jakarta, di media sosial terutama di Twitter berseliweran informasi yang menyebutkan bocoran harga serta tata letak penonton konser band peraih Grammy untuk Album Alternatif terbaik lewat album 'Parachute' tahun 2000 silam.
Terkait beredarnya informasi harga tiket dan kategori penonton konser Coldplay di Jakarta telah di klarifikasi oleh pihak PK Entertainment dan Third Eye Management.
"Harga tiket dan tata letak tempat duduk konser di Jakarta belum dirilis secara resmi. Setiap informasi yang beredar di masyarakat bukan berasal dari promotor resmi," tulis promotor PK Entertainment dalam akun instagram resminya, dikutip Rabu (10/5/2023).
Pihak promotor pun mengimbau fans dan masyarakat yang ingin membeli tiket resmi konser Coldplay agar merujuk pada situs web resmi yang telah disiapkan promotor yakni, www.coldplayinjakarta.com. Selain itu, para fans juga bisa mendapatkan informasi resmi melalui akun instagram @Temgmt dan @PKEntertainment.id
Selain bocoran tiket dan tata letak kategori penonton, sangat mudah dijumpai di sosial media, akun-akun atau individu yang menawarkan jasa titip (jastip) tiket Coldplay di Jakarta. Selain itu, ada juga yang menawarkan jasa 'ticket war'. Kita hanya tinggal memasukan keyword, 'tiket Coldplay' maka akan muncul ratusan cuitan yang menawarkan jasa tersebut.
Sejak pandemi mereda pada awal 2022 silam, konser band lokal maupun luar negeri, serta festival kembali menggeliat. Konser dan festival menjadi oase bagi masyarakat yang 'haus' hiburan setelah dua tahun lebih menjalani kondisi pandemi.
Dikutip dari laman web pribadinya, Nuran Wibisono, salah satu jurnalis musik di Jakarta menyebutkan, jika hingga November 2022 ada lebih dari 40 festival musik di Indonesia. Data tersebut merupakan bagian dari penelitian untuk buku terbarunya soal festival musik. Itu baru festival, belum konser-konser band dari berbagai skala yang tak terhitung jumlahnya.
Baca Juga: Sukses Tipu Calon Penonton Konser Coldplay Hingga Miliaran Rupiah, Ini Tampang Pelaku Ghisca Debora
Hal tersebut berbanding lurus dengan izin keramaian yang kembali dipermudah. Tak heran, para penyelenggara acara dan musisi yang terpaksa berhenti dari kegiatannya selama dua tahun langsung tancap gas dengan menyuguhkan berbagai acara untuk memenuhi kebutuhan hiburan masyarakat.
Menikmati konser musisi idola atau festival saat ini nyatanya mengalami perubahan pola konsumsi dari sisi penonton. Jika sepuluh tahun ke belakang, pembelian tiket masih dengan cara yang konvensional dengan antre di loket penjualan yang tersedia atau membelinya di partner resmi penjualan tiket macam Ibu Dibyo, saat ini, dengan teknologi membeli tiket konser hanya butuh gawai kuota dan kecepatan internet yang mumpuni.
Meskipun teknologi "segenggaman" tangan, sistem jual beli online yang dirancang untuk mempermudah nyatanya tak sesederhana yang dibayangkan pada saat menjalankannya. Belakangan istilah 'ticket war' makin sering sering kita dengar.
Saat ini penyelenggara konser atau festival memberlakukan sistem penjualan tiket melalui beberapa fase. Mulai dari presale atau early bird, secara online, baru sisanya on the spot saat festival berlangsung.
Para penyelenggara biasanya bekerja sama dengan penyelia jasa tiket online seperti tiket.com atau loket.com yang memiliki sistem terintegrasi agar dapat dengan mudah mengatur penjualan tiket, meregulasi aturan pembeliannya, hingga antrean virtual. Skema dasarnya permintaan pasar, dengan sistem siapa cepat dia dapat, dengan harga yang disesuaikan dengan kategori.
Lewat sistem online yang serba cepat dan dinamis, tak sedikit dari para calon penonton yang rela meluangkan waktunya untuk untuk bersiap di depan laptop berjam-jam sebelum penjualan dimulai, bahkan mencari lokasi-lokasi dengan akses internet berkecepatan tinggi untuk menjalani 'ticket war' hingga berhasil sampai proses check out, dan pembayaran.
'Ticket War' antara Calo, Jastip hingga Penipuan
'Ticket War' sederhananya, adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan antusiasme, perjuangan dari seseorang fans saat membeli tiket konser atau festival.
Euforia 'ticket war' juga nyatanya tak lepas dari polemik. Sebagai seorang fans yang ingin menonton idolanya, 'ticket war' adalah jalan terjal yang mesti ditempuh untuk bertemu sosok pujaannya. Di sisi lain, fenomena tersebut justru lahan bisnis bagi yang oportunis, seperti penyedia jastip tiket hingga calo. Yang lebih keterlaluan, tak sedikit juga yang memanfaatkan momentum tersebut sebagai sasaran empuk penipuan yang berkedok jastip tiket atau promotor gadungan.
Kasus penipuan tiket sendiri pada dasarnya tak hanya terjadi di era yang serba daring saat ini. Sebelas tahun tahun silam, salah satu kasus yang paling besar dan terekspose media, salah satunya adalah kasih Motley Crue. Legenda glam rock asal Amerika Serikat tersebut disebut-sebut akan melaksanakan konser di Indonesia.
Promotor yang mengklaim menjadi pemegang kontrak konser Motley Crue bahkan sudah menjual tiket seharga Rp500 ribu dan beberapa jumlah lainnya sesuai kategori. Nahas, beberapa yang tak percaya dan memilih menanyakan langsung kepada musisi sang musisi melalui platform Twitter. Dua pentolan band tersebut Tommy Lee dan Niki Sixx membantah kabar tersebut.
Pihak promotor sempat mengadakan jumpa pers terkait hal tersebut, dan justru menyebut jika Motley Crue lah yang permintaannya tak masuk akal sehingga mereka membatalkan konser tersebut. Tak lama usai jumpa pers, promotor tersebut menghilang dan tak ada kejelasan terkait pengembalian uang penonton yang sudah membeli tiket.
Dengan antusiasme yang besar terhadap konser atau festival, tak sedikit juga yang menjadi korban penipuan jasa titip tiket hingga viral di media sosial. Tak sulit mencari informasi tersebut, kejadiannya banyak terulang dan berseliweran di media sosial. Melalui unggahannya, para korban mengaku rugi jutaan, bahkan ada yang sampai ratusan juta.
Terkini, selain kasus Motley Crue, salah satu kasus yang paling besar tentunya saat girl group terbesar asal Korea Selatan, BLACKPINK, menggelar konser bertajuk ‘Born Pink’ di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, dari tanggal 11-12 Maret 2023 lalu. Dalam momen tersebut tak sedikit fans yang gagal menonton lantaran ulah penipu berkedok penyedia jastip tiket konser.
Salah satunya seperti yang dialami CEO Kopi Chuseyo, Daniel Herlambang. Lewat akun Twitter pribadinya @danielhermans10, ia menceritakan pengalaman pahitnya menggunakan jasa akun jastip @mbajastip_ untuk membeli tiket konser BLACKPINK.
"Temen gue beli 64 tiket Blackpink di mbajastip total Rp172 juta. Gue nitip 8 tiket juga huhu gimana nih nggak dapet tiketnya, refund-nya juga belom, help," bunyi cuitannya beberapa waktu lalu.
Contoh lainnya adalah konser band rock asal Inggris, Arctic Monkeys yang berlangsung meriah di Beach City International Stadium Ancol, pada Sabtu (18/3/2023) lalu. Konser tersebut menyisakan kisah penipuan tiket yang dilakukan oleh seorang musisi muda asal Bandung.
Terduga pelaku penipuan tiket tersebut mengakui perbuatannya melalui akun Twitter. Melalui akun pribadinya, @rayvieralaxmana. Ia membeberkan modus dan alasannya melakukan penipuan tersebut.
"Sebelum ada yang menyebarkan kasus ini, saya akan jujur dan berinisiatif terlebih dahulu. Saya Ray Laxmana mengaku telah scam tiket Arctic Monkeys yang dimana saya menjual tiket saya secara terus menerus ke orang yang berbeda," tulis akun tersebut @rayvieralaxmana, dikutip Minggu (19/3/2023).
"Saya tidak bisa mengelak dan kebingungan mencari cara untuk keperluan biaya mendesak yang berkaitan dengan kesehatan orangtua saya. Saya menyadari bahwa cara saya salah, dan tidak membenarkan sama sekali," tambahnya. Dalam tulisannya, ia juga mengaku telah melakukan ganti rugi ke beberapa calon penonton konser Arctic Monkeys.
Berdasarkan data, Indonesia memiliki nilai pasar musik streaming yang diperkirakan tembus hingga US$148 juta atau sekitar Rp2,1 triliun pada tahun 2020 lalu.
Dilansir dari data Statista GmBh, lembaga riset dan statistik yang berbasis di Hamburg, Jerman tersebut menyebutkan, Indonesia memiliki nilai pasar musik streaming terbesar ke-18 di seluruh dunia. Hal tersebut menjadikan Indonesia pasar yang besar untuk penyelenggaraan konser-konser musisi dari luar negeri.
Tapi sayangnya, Indonesia sendiri belum sepenuhnya menjadi pilihan utama untuk jadwal tur beberapa musisi dunia. Meskipun begitu, bagi sebagian fans atau fanbase dari musisi yang berkesempatan menggelar konser di Indonesia, 'ticket war' adalah hal yang biasa. Kesempatan yang mungkin belum tentu datang dua kali dalam hidup yang membuat antusiasmenya berlipat ganda.
Hal yang disayangkan oleh para fans adalah banyaknya fenomena penipuan tiket, calo dan oknum yang hanya ikut-ikutan dan menjual kembali tiketnya dengan harga selangit. Hal tersebut membuat kesempatan beberapa fans mereka bertemu idolanya terhambat.
"Sebenernya ‘ticket war’wajar aja, karena artis yang konser di sini pasti fansnya juga banyak. Tapi agak kesel, karena ‘ticket war’ diisi sama calo atau orang yang pengen ikut-ikutan doang. Nah, ini yang ngeselin kalo liat calo atau jastip jual lagi tiket dengan harga tinggi. Jadi menutup kesempatan real fans buat nonton dan dapet tiket dengan harga wajar. Merusak pasar banget sih. Lama-lama jadi makin mirip yang lagi rame di US soal dynamic pricing, bikin fans harus bayar harga paling mahal buat dapetin tiket idolanya," ujar Arsianty, seorang pegawai swasta, asal Jakarta yang merupakan penikmat konser saat dihubungi Caritau.com melalui pesan singkat.
Monopoli Tiket dan Jerat Dynamic Price
Bicara 'ticket war' tak lepas dari platform atau layanan penjualan tiket sebagai pihak ketiga yang membantu pihak penyelenggara konser untuk menjual tiketnya. Di Indonesia sendiri dua nama yang paling familier adalah loket.com dan tiket.com.
Dalam konteks konser Coldplay di Jakarta, 15 November mendatang, jika kita mengetikkan kata kunci seperti, 'tiket', 'jalur orang dalam' di Twitter, maka tak sulit menemukan akun-akun mengklaim jika mereka memiliki akses tiket ke orang dalam platform penyedia layanan tiket online. Meski belum terbukti keterlibatan 'orang dalam' dari platform penyedia layanan tiket tersebut, beberapa akun berani menyertakan tangkapan layar berisikan percakapan atau pun bukti transfer.
Hal tersebut direspon beragam oleh banyak netizen, dan memicu sentimen negatif kepada penyelenggara maupun penyedia layanan tiket online karena dianggap ‘kongkalikong’ dan memonopoli tiket konser Coldplay di Jakarta.
Sebenarnya, monopoli tiket oleh platform penyedia layanan tiket online bisa dirunut ke puluhan tahun silam. Pada 1994, legenda grunge asal Seattle, Amerika Pearl Jam pernah mengajukan gugatan pada Ticketmaster karena mereka merasa mereka menjual tiket dengan harga yang kelewat mahal.
Ticketmaster Entertainment, Inc. merupakan perusahaan distribusi dan penjualan tiket Amerika Serikat yang berbasis di Beverly Hills, California dengan operasi di banyak negara di seluruh dunia. Belakangan, pada 2010, Ticketmaster merger dengan Live Nation dengan nama Live Nation Entertainment.
Dalam film dokumenter ‘Pearl Jam Twenty’ mereka menyertakan bab khusus terkait kasus gugatan Ticketmaster. Pearl Jam merasa kasihan pada para fans yang harus merogoh kocek dalam-dalam untuk bisa menghadiri konser dan kesal karena dugaan monopoli perusahaan yang dinahkodai Michael Rapino itu.
Ticketmaster sejak lama telah memberlakukan dynamic price, atau kenaikan dan turunnya harga ditentukan berdasarkan permintaan yang pasar yang ada. Pearl Jam sendiri kalah di kalah di persidangan, dan Ticketmaster kemudian memboikot Pearl Jam.
Perlawanan terhadap pendekatan monopolistik yang dilakukan penyedia layanan tiket juga dilakukan oleh band legendaris, Nine Inch Nails (NIN). Untuk melawan industri tiket modern dan kesempatan yang merata bagi para fans, NIN menjual tiket tur mereka pada tahun 2018 lalu secara fisik di tempat-tempat yang bekerjasama dengan mereka sebelum dirilis secara online.
Terakhir, sengkarut penjualan tiket yang memicu kemarahan fans adalah ‘The Eras Tour’ yang merupakan rangkaian tur dunia Taylor Swift yang mulai dijual pada 15 November 2022 lalu. Situs web Ticketmaster, menjadi trending topic selain karena kegagalan sistem, pemberlakuan dynamic price yang membuat tiket menjadi lebih mahal.
Kejadian tersebut menjadi sejarah karena dikabarkan 3,5 juta orang mendaftar untuk program pre-sale tersebut yang mengakibatkan sistem down, tetapi 2 juta tiket terjual pada hari itu. Taylor Swift memecahkan rekor tiket konser terbanyak sepanjang masa yang dijual oleh seorang artis dalam sehari, melampaui ‘Sticky & Sweet Tour’ Madonna pada 2008 silam.
Lawan Calo dan Monopoli? Belajarlah dari ARMY
Saat ini, jika ada fandom atau fanbase dari sebuah musisi dunia yang memiliki basis masa paling besar adalah ARMY. ARMY sendiri merupakan fandom dari boy group terbesar di Korea Selatan, BTS.
Dilansir dari laman BTS ARMY Census, dari 20 negara, ARMY mencatatkan ada sekitar 562.680 fan di seluruh dunia. Indonesia sendiri menempati posisi ketiga di daftar Top 20 Country dengan jumlah fan mencapai 38.345 orang.
BTS ARMY Census 2022 sendiri adalah analisis demografis terbesar yang pernah dilakukan hingga saat ini. Antara 1 April hingga 31 Mei 2022, lebih dari 500.000 penggemar BTS dari seluruh dunia menanggapi survei global tersebut, yang bertujuan untuk terus menceritakan kisah tentang ARMY yang terus berkembang.
Bicara penerapan dynamic price, belum lama ini polemik penetapan harga dinamis oleh Ticketmaster juga dihadapi ARMY. Salah satu pemicunya adalah Ticketmaster merilis lebih banyak kursi di fase presale satu hari sebelum konser BTS “Permission To Dance On Stage” di Los Angeles, Amerika Serikat.
Dikutip dari laman koreaboo.com, banyak ARMY yang menduga kalau kode – kode itu dikirimkan melalui sms kepada siapapun mereka yang mendaftar sebagai penggemar terverifikasi BTS. Dari kode itu lah, para penggemar bisa menunggu sampai ticketmaster membuka kursi sesuai dengan kode yang mereka dapatkan untuk konser BTS.
Tetapi tiket yang dipesan pun terbatas untuk satu orangnya, maksimal hanya bisa membeli 4 buah ticket saja untuk konser BTS. Sedangkan para ARMY tidak senang dengan sistem dari ticketmaster ini karena tiket yang disediakan terbatas.
Selain itu, tiket BTS yang pernah dibeli pada saat pra penjualan sekarang dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi (dynamic price). Sementara, tidak ada yang mengetahui bagaimana Ticketmaster memilih siapa saja penggemar BTS yang terpilih untuk mendapatkan kodenya.
Terkait hal tersebut, ARMY di Amerika Serikat membentuk Task Force bahkan hingga mengirimkan surat kepada Senator Amy Klobuchar, Ketua Subkomite Kebijakan Persaingan Antimonopoli, dan Hak Konsumen Amerika Serikat.
Dilansir dari akun twitter @TMTaskforce, surat tersebut berisikan pengaduan ARMY terkait dengan monopoli yang dilakukan Ticketmaster.
"Kami adalah sekelompok penggemar grup musik BTS, umumnya dikenal dengan nama panggilan resmi kami BTS ARMY. Kami mengirimkan surat kepada Anda untuk menyampaikan data dan informasi tentang praktik penyalahgunaan Ticketmaster di pasar tiket primer dan sekunder. Dengan menggunakan survei online, kami mendokumentasikan masalah yang dialami oleh lebih dari 700+ penggemar selama dan setelah beberapa yang disebut "verified presale" oleh Ticketmaster dan kami dapat membagikan semua data kami. Kami yakin data kami menunjukkan bahwa Live Nation Entertainment induk dari Ticketmaster (yang mendominasi pasar tiket) dan Live Nationa (yang mendominasi pasar untuk tempat konser, logistik, dan promosi) menerapkan harga dinamis dengan mengorbankan konsumen dan artis,”
Dalam utas Twitternya, @TMTaskforce juga menjelaskan, salah satu masalah terbesar dalam penjualan tiket saat ini adalah sistem harga dinamis ‘Platinum’ dari Ticketmaster. Hal tersebut menjadi salah satu kekhawatiran besar para fans karena memiliki pengalaman buruk dengan hal tersebut
Salah satu contohnya adalah untuk tiket tur SUGA/Agust D, Ticketmaster menghapus info tentang Platinum dari halaman deskripsi. Banyak ARMY yang tidak tahu apa isi atau atau bagaimana cara kerjanya paket platinum tersebut, sampai pada akhirnya tiket yang semula UDS 100, karena penetapan harga dinamis dihargai menjadi USD 1000-an.
Hal tersebut menurut mereka adalah menjurus scamming. Karena tanpa disadari, banyak ARMY akhirnya membeli Platinum tiket tanpa menyadarinya sehingga memaksa fans menyelesaikan pembayarannya dengan harga yang jauh lebih tinggi dibandingkan harga yang awalnya ditampilkan.
Mereka juga menuntut jika penetapan harga dinamis tidak boleh diizinkan. Membiarkan harga tiket naik sepuluh kali lipat atau lebih, terutama dalam situasi pembelian yang hiruk pikuk, berdasarkan deman sama saja dengan memanfaatkan penggemar.
Jika penetapan harga dinamis diperbolehkan, harus ada perlindungan bagi penggemar, termasuk batasan harga dan cara untuk mengidentifikasi dan memfilter harga dinamis sebelum memasuki ruang pembelian, sehingga penggemar dapat merencanakannya.
Karlina Octaviany, seorang Antropolog Digital dan BTS ARMY Indonesia menuturkan, dampak buruknya dari dynamic pricing tersebut adalah adanya kesenjangan akibat cap harga yang berpengaruh pada aksesibilitas atau kesetaraan kesempatan bagi fans untuk dapat menikmati konser.
"Apa yang dilakukan Ticketmaster di US tentu merugikan untuk pembeli (fans) karena tidak menyertakan informasi jelas terkait dynamic price yang diberlakukan. Hal itu berkaitan dengan hak informasi bagi konsumen. Salah satu dampak buruknya lainnya adalah kesetaraan akses untuk penonton. Aksesibilitas," ujar Karlina saat dihubungi Caritau.com.
Saat ditanya perihal praktik calo dan monopoli tiket di Indonesia, perempuan yang akrab disapa Alin menjelaskan, jika pada ARMY di Indonesia sendiri memiliki mekanisme tersendiri untuk menanggulangi hal tersebut.
Salah satunya dengan inisiasi kolektif dengan tagar #armybantuarmy. Melalui inisiatif tersebut, ARMY berupaya melawan calo tiket dan penipuan berkedok jastip dengan cara saling bertukar informasi dan menjaga satu sama lain.
Misal untuk penjualan tiket di second market, jika ada ARMY yang berhalangan hadir dan akan menjual tiketnya, melalui tagar tersebut ARMY lainnya akan dengan sukarela membagikan informasi tersebut. Pun dengan transaksinya, penjualan tersebut akan dilakukan hanya sesama ARMY yang dibantu verifikasinya untuk memastikan tiket tersebut tidak terjual kepada oknum calo.
Selain itu, lewat penelusuran Caritau.com melalui Twitter, tagar tersebut juga berfungsi untuk inisiatif para ARMY untuk melaporkan jika ternyata ada akun-akun atau oknum yang kedapatan melakukan penipuan.
"Kita ada inisiasi yang namanya #armybantuarmy, sebuah inisiatif kolektif yang pada dasarnya untuk bertukar informasi dan saling jaga antar ARMY," tambah Alin.
Senada dengan Alin, Arsianty juga menuturkan jika ARMY pada dasarnya tidak ramah dengan praktik calo dan dan jastip yang merugikan tersebut
"Rata-rata ARMY enggak ramah kok sama calo dan jastip mahal. Bahkan nge-report rame-rame dan males beli yang harganya naik 1 juta di atas harga normal," tandasnya.
Pada dasarnya, industri showbiz, atau segala bentuk industri selalu berkaitan dengan hukum dasar penawaran dan permintaan atas hubungan-hubungan di pasar, antara pembeli dan penjual untuk menentukan harga serta kuantitas yang terjual di pasar.
Maraknya praktik calo, jastip, hingga monopoli tiket di ranah konser dan festival sebanding dengan tingginya permintaan dan daya beli penikmat konser tersebut.
Tapi, belajar dari apa yang dilakukan ARMY, agar industrinya tetap sehat, perlu peran fandom dan artis sebagai penampil untuk mulai bergerak secara kolektif untuk memutus mata rantai pembelian tiket konser yang harganya selangit, terutama dari calo. (IRN)
Baca Juga: Jalan-jalan Tanpa Alas Kaki di Jakarta, Chris Martin Disangka Anak BKT oleh Netizen
konser coldplay konser coldplay di jakarta bts motley crue blackpink calo tiket bts army jastip tiket coldplay jastip tiket bts pearl jam ticketmaster bts army census
Fluid replacement with aggressive intravenous IV resuscitation using isotonic saline or lactated Ringer solution is indicated <a href=https://sildenafi.sbs>best women viagra</a>
bdohtm
eoys1d
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...