CARITAU BADUNG - Jelang KTT G20 Greenpeace gelar aksi damai kreatif dengan memproyeksikan pesan berbunyi ‘Saatnya Transisi Energi Berkeadilan’ di Pantai Melasti, Bali, pada Senin (14/11/2022) petang.
Baca Juga: Aksi Krisis Iklim dan Transisi Energi untuk Calon Presiden dan Wakil Presiden
Seperti diketahui KTT G20 membahas tiga isu utama, yang salah satu di antaranya adalah transisi energi. Dalam KTT G20 di Indonesia kali ini, salah satu yang disoroti adalah kemungkinan kesepakatan skema kemitraan pembiayaan transisi energi di Indonesia, yang sebagian besar akan digunakan untuk mempensiunkan dini PLTU batubara.
Menurut Greenpeace, Presidensi G20 Indonesia masih setengah hati dalam melakukan transisi energi. Dalam Rencana Umum Pengadaan Tenaga Listrik (RUPTL), Indonesia masih akan menggunakan batubara, paralel dengan phase out hingga tahun 2056.
Di sisi lain, pembangunan PLTU baru sebesar 13.8 GW–atau sekitar 42 persen dari kapasitas PLTU terpasang–masih akan terus berlangsung.
“Kebijakan tersebut kontradiktif dengan kebutuhan akselerasi transisi energi untuk menghentikan krisis iklim dengan mencegah kenaikan suhu global melampaui 1,5 derajat Celcius–sesuai isi Perjanjian Paris,” kata Greenpeace dalam keterangan tertulis yang dimuat di laman resmi mereka, dikutip Selasa (15/11/2022)
Greenpeace juga mengungkapkan, bahwa sudah saatnya negara-negara di dunia segera meninggalkan energi fosil dan mempercepat transisi energi untuk menghentikan krisis iklim.
Panel ilmiah PBB untuk perubahan iklim (IPCC) menegaskan bahwa setidaknya dunia harus menutup 80% PLTU batubara pada 2030, serta meninggalkan batubara secara total di 2040 jika tak ingin terjebak krisis iklim.
“Transisi energi merupakan hal yang pasti saat ini, negara-negara di seluruh dunia akan bergerak ke arah tersebut, termasuk Indonesia. Namun, perlu digarisbawahi, kita harus mempercepat transisi tersebut untuk mencegah dampak krisis iklim yang sudah terlalu besar bagi lingkungan, manusia, dan kesejahteraan. G20 memiliki tanggung jawab untuk itu,” ujar Tata Mustasya, Kepala Kampanye Iklim Greenpeace Indonesia dalam keterangan resminya.
Pemerintah Indonesia telah menyampaikan rencananya untuk melakukan pensiun dini 9.2 GW PLTU Batubara dengan bantuan internasional pada tahun 2029, di mana 3.7 GW akan digantikan pembangkit listrik terbarukan.
Janji ini disampaikan pemerintah Indonesia dalam COP 26 di Glasgow pada 2021, saat penandatanganan Global Coal to Clean Power Transition Statement yang menyetujui penghentian penggunaan batubara pada 2040.
Tidak Ada Transisi Energi tanpa Demokrasi
Perlu dipastikan agar transisi energi yang akan dilakukan baik oleh Indonesia maupun negara KTT G20 lainnya bebas dari solusi palsu, seperti co-firing dan clean coal technology yang akan memperlambat transisi energi.
Baca juga: Presiden Xi Jinping Tiba di Bali untuk Hadiri Rangkaian KTT G20
“Proses dan mekanisme peralihan ini juga harus melibatkan partisipasi publik, memegang prinsip demokrasi, serta berkeadilan. G20 harus menjadi solusi untuk akselerasi transisi energi, misalnya melalui platform pembiayaan,” kata Tata.
Jika elemen-elemen tersebut hilang, maka pengadaan energi terbarukan justru tak ada ubahnya dengan energi fosil yang selama ini dikuasai oleh segelintir elite.
Karena itu, beragam bentuk pembatasan dan intimidasi terhadap partisipasi publik dalam KTT G20 yang terjadi dalam beberapa hari terakhir tidak hanya melemahkan nilai-nilai dan implementasi demokrasi di Indonesia, tetapi juga bertentangan dengan semangat transisi energi berkeadilan.
“Tidak ada transisi energi berkeadilan dan berkelanjutan tanpa demokrasi,” lanjutnya.
Presidensi G20 Indonesia adalah kesempatan bagi negara-negara emiter terbesar untuk mendorong percepatan transisi energi berkeadilan secara konkret, terutama melalui pembiayaan transisi energi yang memadai.
Pembiayaan tersebut diperlukan untuk pensiun dini PLTU batubara dan pengembangan energi bersih terbarukan.
“Para pemimpin G20 harus memastikan bahwa prinsip-prinsip keadilan iklim diterjemahkan ke dalam skema transisi energi yang cepat dan adil, yang akan menghapuskan semua penggunaan bahan bakar fosil,” kata Yeb Sano, Direktur Eksekutif Greenpeace Asia Tenggara sekaligus Ketua Delegasi Greenpeace di Konferensi Perubahan Iklim atau COP27.
Negara-negara G20, menyumbang hampir 80% dari emisi global. Oleh karena itu, mereka memiliki tanggung jawab yang jauh lebih besar untuk memastikan tercapainya target 1,5 derajat Celcius.
“Krisis iklim ada di sini, menghancurkan kehidupan, mata pencaharian, komunitas, dan budaya di seluruh planet ini. Waktu tidak ada di pihak kita; pemimpin harus mengambil langkah berani sebelum kita berakhir dalam bencana iklim permanen,” pungkasnya. (IRN)
Baca Juga: Aksi Simpatik Power Up Jogja
greenpeace aksi damai transisi energi krisis iklim ktt g20 climate change energi terbarukan
Cawagub 02 Fatmawati Dua Bulan Keliling 24 Kabupat...
Kampanye Akbar 02 Andalan Hati, Panglima Dozer: Su...
PMJAK Desak Bawaslu DKI Tindaklanjuti Soal Dana Ka...
Yuks Ramaikan Kampanye Akbar Andalan Hati di GOR S...
Masyarakat Bantaeng Sambut Kunjungan Andi Sudirman...