CARITAU MAKASSAR - Puasa di bulan Ramadan merupakan kewajiban setiap umat Islam yang baligh. Bila tidak dikerjakan, maka seseorang akan berdosa besar.

Wajib bagi mereka yang meninggalkan puasa karena berhalangan untuk menggantinya. Sebagaimana syariat Islam, hukum puasa yang ditinggalkan itu disebut utang atau qada puasa.

Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Makassar, KH. Kaswad Sartono mengatakan, ibadah di dalam Islam itu disesuaikan dengan kondisi umatnya. Termasuk di dalamnya puasa.

"Jadi misalnya salat yang diwajibkan dengan caranya yang berbeda, boleh berdiri, duduk, dan baring. Zakat puasa bagi yang mampu," ungkapnya.

Ia menjelaskan terkait dengan ibadah puasa, di dalamnya memang ada fiqih yang mengatur seseorang berpuasa, seperti aturan tentang qada, kaffara, fidiah.

Khusus qada berarti adalah utang puasa bagi mereka yang berhalangan melaksanakannya selama bulan Ramadan.

Orang-orang yang berhalangan ini seperti orang bepergian, orang sakit, muslimah yang haid, serta muslima hamil atau menyusui yang khawatir terhadap dirinya sendiri.

"Bagi umat Islam yang berhalangan itu maka dapat ruksah atau keringanan dari Allah, namun dengan cara mengganti puasa yang ditinggalkannya di hari lain," bebernya.

"Qada itu adalah kewajiban yang apabila ditinggalkan akan berbuah menjadi dosa besar. Makanya di dalam fiqih juga diatur kalau yang tidak membayar utang puasanya, akan dibebankan kepada ahli warisnya," sambungnya.

Adapun waktu terbaik membayar qada atau utang puasa yang ditinggalkan harus disegerakan setelah berakhir Ramadan. Sebaiknya dilakukan di awal bulan Syawal.

Tidak bisa membayar utang puasa yang telah ditinggalkan menahun lamanya. Harus disegerakan sebelum Ramadan selanjutnya kembali datang.

"Bisa juga agar lebih memudahkan dilakukan diwaktu puasa sunnah, Senin-Kamis, dimana biasa umat Islam bertaqwa terbiasa melakukan puasa," imbuhnya. (KEK)