CARITAU SURABAYA – PLN Nusantara Power (NP) Unit Pembangkit (UP) Kaltim Teluk siap memasok 60 ribu ton fly ash dan bottom ash (FABA) yang digunakan sebagai bahan campuran dalam pembangunan berbagai infrastruktur jembatan dan jalan tol menuju IKN.
Direktur Utama PLN Nusantara Power, Ruly Firmansyah menyebutkan pemanfaatan FABA ini juga memberdayakan masyarakat sekitar dengan menggandeng usaha kecil menengah (UMKM) pada transportasi dari PLTU menuju lokasi IKN.
Baca Juga: Ilmuwan Mancanegara Minati Pengembangan Green Hidrogen PLN Nusantara Power
"Sebagai upaya dalam percepatan mewujudkan Ibu Kota Negara, PLN Nusantara Power melalui unit pembangkit terdekat ke IKN (Kaltim Teluk) siap berkontribusi dalam menyediakan FABA yang nantinya akan digunakan sebagai pekerjaan konstruksi dan infrastruktur,” kata Ruly dalam keterangan pers, Jumat (11/8/2023).
Pekerjaan tersebut di antaranya untuk pembangunan proyek tol sejauh 6,7 km yang menghubungkan Kota Balikpapan dengan Kabupaten Penajam Paser Utara dengan total kebutuhan 30.000 ton FABA serta pembangunan pelindung tumbukan kapal (fender) jembatan Bentang Panjang Pulau Balang yang membutuhkan 5.000 ton FABA.
Selain itu, 15.000 ton FABA akan terserap dalam proyek duplikasi jembatan Pulau Balang Bentang Pendek, serta 10.000 ton untuk kebutuhan proyek jalan tol IKN segmen Karangjoang - KKT Karingau.
UP Kaltim Teluk berlokasi di Kota Balikpapan dengan kapasitas 2x 110 MW, menghasilkan Fly Ash harian sebesar 200 ton/hari dan bottom ash harian sebesar 50 ton/hari.
“Target penggunaan FABA untuk IKN mencapai 70% dari total FABA yang dihasilkan,” katanya.
FABA yang dihasilkan UP Kaltim Teluk telah dimanfaatkan sebagai bahan untuk penetralisir lahan asam pada area pertanian sebanyak 1179 ton FABA untuk lahan seluas 393 hektar yang bekerja sama dengan Kodam VI Mulawarman.
“FABA UP Kaltim Teluk juga digunakan untuk media tanam pada tempat pembibitan (nursery) untuk penghijauan area tol Balikpapan-IKN,” ungkap Ruly.
Rly menjelaskan FABA adalah material sisa dari proses pembakaran batu bara berbentuk seperti debu halus yang mirip dengan abu dari gunung berapi.
Perbedaannya terletak pada tingkat kehalusan, tekstur FABA sedikit lebih halus jika dibandingkan dengan abu vulkanik.
Sedangkan perbedaan antara fly ash dan bottom ash terletak pada ukuran dan karakteristiknya. Walaupun keduanya berasal dari hasil proses pembakaran batu bara, tetapi bottom ash memiliki ukuran yang lebih besar daripada fly ash yang berukuran lebih halus, sehingga bottom ash disebut sebagai abu yang ‘terendapkan’ dan fly ash disebut sebagai abu terbang.
“Pemanfaatan FABA yang paling memungkinkan secara keekonomian adalah untuk bahan konstruksi. Ini yang jadi salah satu pemantik PLN untuk mendorong pemanfaatannya, bukan untuk perusahaan tapi untuk masyarakat,” paparnya.
Selain sebagai salah satu strategi mencapai target karbon netral pada tahun 2060, pemanfaatan FABA telah menjadi sumber daya ekonomi sirkuler untuk dioptimalkan bagi kemaslahatan bersama.
Beberapa laboratorium telah melakukan uji kimia dan biologi atas FABA, antara lain laboratorium Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara Kementerian ESDM bersama Laboratorium Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PPSDAL) Universitas Padjadjaran.
“Beberapa pengujian toxicology pun menunjukkan bahwa abu batu bara (FABA) yang diteliti dapat dikategorikan sebagai limbah tetapi bukan B3,” pungkas Ruly.(HAP)
Baca Juga: Jokowi Akui Proyek IKN Belum Laku di Investor Asing
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...