CARITAU JAKARTA – Puan Maharani, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan bertemu dengan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di pelataran Hutan Kota, Gelora Bung Karno, Jakarta pada Minggu (18/6/2023). Pertemuan keduanya tentu saja menyedot perhatian publik karena hubungan yang renggang antara Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dengan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Pertemuan Puan dengan AHY segera memunculkan spekulasi bakal adanya rekonsiliasi antara Megawati dengan SBY, selanjutnya berpotensi memunculkan pasangan Capres Ganjar Pranowo dan Cawapres AHY untuk Pilpres 2024.
Baca Juga: Belum Tentukan Koalisi atau Oposisi, PKB: Pemilu Belum Berakhir
Jika strategi menduetkan Ganjar-AHY berhasil, tentu bakal menjadi masalah bagi Anies Baswedan karena tak bakal memenuhi persyaratan menjadi capres. Sebab dipastikan Partai Demokrat bakal hengkang dari Koalisi Persatuan untuk Perubahan (KPP) -- terdiri dari Partai NasDem, PKS dan Partai Demokrat – yang membuat Anies tak memenuhi persyaratan presidential threshold agar bisa resmi maju menjadi capres.
Apalagi pascapertemuan Puan dan AHY, baik Partai Demokrat maupun PDIP sama-sama menyatakan ada peluang terjadinya rekonsiliasi antara Megawati dan SBY.
Ketua DPP Partai Demokrat Herman Khaeron mengatakan, partainya sejak awal tak memiliki persoalan dengan dengan PDIP ataupun dengan Megawati. Menurutnya, SBY mengaku siap untuk bertemu dengan Megawati.
“Saya sering mendapat arahan dari Pak SBY, bahwa tidak ada persoalan. Tinggal bagaimana Bu Mega membuka ruang yang cukup bagi silaturahmi dengan Pak SBY,” kata Herman di kompleks parlemen beberapa waktu lalu.
Bak gayung bersambut, harapan Partai Demokrat juga disambut oleh PDIP. Ketua DPP PDIP Said Abdullah mengatakan, pihaknya terbuka dengan wacana rekonsiliasi antara SBY dengan Megawati Soekarnoputri.
Said menjelaskan, PDIP telah membuka diri untuk rekonsiliasi. Hal ini dimulai dengan pertemuan antara Puan Maharani dengan AHY di Senayan. Puan ketika bertemu AHY, menurut Said, menyampaikan pesan Megawati Soekarnoputri kepada AHY dan SBY. Menurutnya, proses rekonsiliasi tidak selalu harus ditunjukkan kepada publik.
“Kami membuka diri seluas-luasnya,” tegas Said.
Said menambahkan, pertemuan antara SBY dan Megawati tidak perlu direkayasa. Ia berharap kedua elite bisa melakukan komunikasi dengan jalur masing-masing, serta meyakini baik Megawati, SBY dan Joko Widodo punya jalur sendiri untuk membuka komunikasi.
Keinginan besar Partai Demokrat atau SBY agar bisa melakukan rekonsiliasi dengan Megawati, bahkan secara gamblang diungkapkan oleh SBY melalui cuitan di akun twitter resminya sehari setelah pertemuan antara Puan dan AHY atau pada Senin 19 Juni 2023.
SBY mencuit bahwa dirinya bermimpi melakukan perjalanan menggunakan kereta api bersama Presiden ke-7 Joko Widodo dan Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri.
"Saya bermimpi, di suatu hari Pak Jokowi datang ke rumah saya di Cikeas untuk kemudian bersama-sama menjemput Ibu Megawati di kediamannya. Selanjutnya kami bertiga menuju Stasiun Gambir,” cuit SBY.
SBY mengatakan, ketiga presiden itu ternyata telah ditunggu oleh Presiden ke-8 RI (hasil Pilpres 2024), meskipun SBY tak menyebutkan siapa figur tersebut.
"Di Stasiun Gambir, sudah menunggu Presiden Indonesia ke-8 dan beliau telah membelikan karcis kereta api Gajayana ke arah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Karena masih ada waktu, sejenak kami berempat minum kopi sambil berbincang-bincang santai,” ungkapnya.
Kemudian, mereka menaiki kereta api Gajayana dan melakukan perjalanan ke lokasi masing-masing. Dalam perjalanan tersebut, SBY, Jokowi dan Megawati pun menyapa masyarakat.
Cuitan tentang mimpi ini banyak dibaca sebagai harapan besar SBY agar bisa melakukan rekonsiliasi dengan Megawati, tentu dengan tujuan utama supaya AHY digandeng oleh PDIP menjadi cawapres pendamping Ganjar Pranowo. Sudah bukan rahasia lagi jika SBY telah menyiapkan AHY untuk suatu saat menjadi orang nomor satu di negeri ini mengikuti jejaknya.
Terlepas dari mimpi SBY, pertemuan antara Puan Maharani dan AHY memang menyiratkan banyak hal. Selain dinilai akan mengubah peta Pilpres 2024, ada yang menyebut Anies Baswedan semakin galau usai pertemuan tersebut.
Peneliti senior lembaga riset politik Surabaya Consulting Group (SCG) Arif Budi Santoso menilai, Anies semakin galau usai pertemuan Puan-AHY karena Partai Demokrat merupakan faktor kunci di KPP.
"Pertemuan tersebut membuat posisi politik Anies Baswedan semakin dalam kegalauan, mengingat Demokrat adalah faktor kunci di Koalisi Perubahan. Jika Demokrat tak jadi bergabung ke Koalisi Perubahan, otomatis Anies bingung lagi mencari kawan koalisi," papar Arif.
Menurut Arif, hal pertama yang harus dicermati bahwa pertemuan tersebut bisa menjadi variabel kuat yang berpotensi mengubah lanskap peta Pilpres 2024. “Perubahan bukan hanya terkait peta antar koalisi politik, tapi juga di internal koalisi terutama pada Koalisi Perubahan," katanya.
Pertemuan tersebut juga bisa dijadikan momentum oleh Partai Demokrat untuk meningkatkan daya tawar ke Anies Baswedan dengan harapan bisa menempatkan AHY sebagai cawapres pendamping Anies.
"Karena memang faktanya, tanpa AHY menjadi cawapres, Demokrat tidak akan mendapat efek ekor jas dari pencalonan Anies. Yang paling mendapat dampak elektoral dari pencalonan Anies adalah NasDem dan PKS," ujarnya.
Hal kedua yang bisa dibaca dari pertemuan tersebut, agresivitas koalisi Ganjar Pranowo dalam membangun komunikasi ke berbagai pihak yang bahkan mampu membangun jembatan di atas perbedaan.
"Kalau melihat perkembangan koalisi politik, pihak yang paling agresif memperluas basis kerja sama dan sudah konkrit adalah Ganjar. Sejak diumumkan PDIP, sudah resmi didukung tiga partai yaitu PPP, Hanura dan Perindo," ujar Arif.
Hal ketiga, lanjut Arif, pertemuan Puan dan AHY memiliki makna strategis bagi PDIP karena partai banteng berhasil mematahkan narasi yang dikembangkan oleh banyak pihak, bahwa PDIP kaku dan tidak fleksibel dalam bernegosiasi atau berkomunikasi dengan partai dan kekuatan politik lainnya.
"Artinya pertemuan kemarin membalik anggapan itu. Bahkan dengan Demokrat pun relasinya bisa gayeng. Padahal Demokrat sering disebut sebagai pihak yang paling tidak bisa menyatu untuk bekerja sama dengan PDIP," jelas Arif.
Hal menarik yang disampaikan Arif, pertemuan Puan dan AHY merupakan kabar baik bagi dunia perpolitikan di Tanah Air, karena mampu menjaga situasi kondusif di tahun politik yang tensinya mulai memanas. Sebab kedua sosok ini selalu dipersepsikan tidak akan pernah bisa bertemu secara politik, mengingat kerenggangan relasi PDIP dan Demokrat selama ini.
"Pertemuan kemarin bisa menjaga kondusifitas situasi politik. Tentu harus kita apresiasi," tandasnya.
Direktur Riset Indonesian Presidential Studies (IPS), Arman Salam berpendapat, pertemuan AHY dengan Puan merupakan langkah politik yang sarat dengan kepentingan. Sebab politik adalah seni dalam mendapatkan atau merebut kekuasaan.
Pertemuan keduanya, menurut Arman, bisa dimaknai sebagai upaya mengganjal salah satu calon presiden yang akan tampil yakni Anies Baswedan dengan balutan komunikasi konstruktif dan penjajakan mencari cawapres bagi Ganjar oleh PDIP.
“Jika dalam pertemuan itu terjadi kesepakan kepentingan yang dianggap lebih besar, jelas akan berdampak pada wajah perpolitikan,” kata Arman.
Sementara itu menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, memang muncul kesan di masyarakat bahwa Presiden Jokowi mengkhawatirkan Anies. Kesan itu muncul dari berbagai pernyataan Jokowi yang terus mengendorse Ganjar Pranowo atau Prabowo Subianto, juga Langkah mengumpulkan para ketua umum partai politik pendukung pemerintah, di Istana Negara tanpa melibatkan NasDem yang pertama mencapreskan Anies.
“Jokowi terkesan akan berusaha keras agar Anies Baswedan tidak bisa memenangkan kontestasi Pemilu 2024. Sehingga siapapun tokoh yang muncul akan didukung, selama itu bukan Anies,” tegas pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu melalui keterangan tertulis yang diterima Caritau.com.
Berselang seminggu setelah bermimpi satu kereta dengan Megawati dan Jokowi atau tepatnya Senin (26/6/2023), SBY tiba-tiba saja merilis buku berjudul ‘Pilpres 2024 & Cawe-cawe Presiden Jokowi’. Pada buku tersebut, SBY mengklaim memperoleh informasi dari berbagai sumber yang kredibel tentang cawe-cawe Presiden Jokowi.
"Dari berbagai sumber yang kredibel didapat informasi, bahwa Pak Jokowi hanya menghendaki dua pasangan capres-cawapres. Bukan tiga apalagi empat pasangan,” tulis SBY.
Menurut SBY, tidak ada yang salah dengan keinginan Jokowi itu. Siapa pun termasuk presiden, tidak dilarang punya kehendak. Namun keinginan Jokowi itu bermasalah apabila melakukan tindakan yang dinilai melanggar hukum dan menyalahgunakan kekuasaan yang sedang dipegangnya.
"Apabila Pak Jokowi bersama pembantunya-pembantunya bekerja secara ‘all out’ agar para pemimpin parpol yang berada dalam koalisi pemerintahan…, Presiden Jokowi tidak membentuk pasangan ketiga disertai semacam ancaman, ya inilah yang bisa menjadi masalah,” tulis SBY.
SBY menyatakan, sejumlah pimpinan parpol telah menerima ancaman baik secara langsung maupun tidak langsung. Dia mencontohkan, ada yang diancam akan diperkarakan secara hukum apabila tidak menuruti keinginan Jokowi.
Konon, kata SBY, Jokowi dan bawahannya merasa telah mengantongi kasus-kasus pelanggaran hukum para pimpinan parpol.
“Jika semuanya ini benar, maka Presiden Jokowi pertama-tama melakukan ‘politik tebang pilih’. Kalau mengikuti keinginan beliau (Jokowi), meskipun dia punya kasus hukum maka dia akan aman. Sebaliknya, kalau dia mbalelo akan segera dijadikan tersangka dan masuk proses hukum,” jelasnya.
Di samping itu, SBY menyatakan tak setuju apabila ada upaya pembatasan jumlah pasangan capres-cawapres. Menurutnya, tak ada yang salah dengan pasangan capres-cawapres yang lebih dari dua. Apalagi SBY meyakini, saat ini masyarakat ‘terbelah' antara yang pro-keberlanjutan dan pro-perubahan.
Menurutnya, kedua aspirasi itu sama-sama sah sehingga akan menjadi masalah apabila tidak ada pasangan capres-cawapres yang mewakili salah satunya.“Separuh rakyat kita bisa marah karena tak ada yang mewakili mereka. Mereka juga sangat kecewa karena tak ada pasangan capres-cawapres yang mereka bisa titipkan harapan dan aspirasinya. Kalau separuh rakyat kita marah bagaimanapun akan berakibat pada adil dan damainya Pilpres 2024 mendatang,” tutup SBY.
Setelah melakukan cuitan tentang mimpi satu kereta dan seminggu kemudian merilis buku tentang cawe-cawe Jokowi, tampaknya menjadi wajar jika disebut peluang munculnya pasangan Capres Ganjar dan Cawapres AHY menjadi berat. Tampaknya jalan rekonsiliasi telah buntu. Dan artinya, Anies Baswedan masih berpeluang muncul sebagai capres dan tentu saja kemungkinan besar berpasangan dengan AHY yang didukung penuh SBY. Kita tunggu saja. (WAHYU PRADITYA PURANAMA)
Baca Juga: Di Hadapan Mahasiswa Jambi, Anies Pastikan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
anies baswedan pilpres 2024 ganjar pranowo. ahy puan maharani sby megawati soekarnoputri jokowi
70r59r
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...