CARITAU JAKARTA - Gedung kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI yang terletak di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat diduga tidak memiliki Sertifikat Laik Fungsi (SLF) serta tidak memenuhi kewajiban penyediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial (fasum-fasos), yakni realisasi terhadap penyempurnaan hijau taman (PTH) sesuai dengan perencanaan tata kota.
Advokat sekaligus pemerhati kebijakan publik, Azas Tigor Nainggolan mengatakan, jika gedung BPK terbukti tidak merealisasikan kewajiban penyediaan ruang terbuka hijau sebagaimana mestinya, maka BPK telah mengangkangi peraturan, lebih jauh lagi merampas fasilitas yang menjadi hak publik.
"Ini preseden buruk yang lagi-lagi mencoreng marwah BPK jika kemudian dia terbukti melakukan pelanggaran fasum fasos, sama artinya telah merampas hak publik. Segera ungkap ini secara transparan di hadapan publik, agar masyarakat bisa menilai apa yang sebenarnya terjadi di BPK ini," ujar Azas Tigor, Senin (24/6/2024).
Pria yang akrab disapa Tigor ini juga mengingatkan Pemprov Daerah Khusus Jakarta agar tidak tinggal diam dan tegas seandainya lahan yang seharusnya menjadi area hijau, namun pemanfaatannya di alih fungsikan tidak sesuai ketentuan yang berlaku. Menurutnya, BPK RI bisa diduga melanggar pasal berlapis, baik menurut undang-undang maupun peraturan daerah.
"DK Jakarta sudah punya Perda tentang prasarana, sarana dan utilitas umum. Bahkan juga diperkuat ada Pergub tentang mekanisme penyerahan kewajiban dari pemegang izin dan non-izin. Juga punya perda ketertiban umum yang jika BPK mengabaikan hal ini, harus ada sanksinya," katanya.
Lebih dari itu, kata Tigor, jika dugaan tersebut terbukti benar, maka komitmen dan integritas BPK pun kian rontok. Terlebih, BPK sebagai pengawas keuangan negara kerap juga menyoroti persoalan fasum fasos. Ia lantas meminta Pemprov DK Jakarta untuk tidak ciut jika BPK terbukti abai terhadap kewajibannya sendiri.
Berdasarkan informasi, saat ini masih banyak pemegang Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT) yang belum menyerahkan kewajiban fasum-fasos. Menurut Tigor, jika salah satunya adalah gedung BPK RI, maka opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk Pemprov DKI selama enam tahun berturut-turut itu pun patut diduga dijadikan alat tawar-menawar.
"Jangan sampai untuk memuluskan WTP enam tahun terakhir ini, ternyata ada bergaining. Karena apa? toh ternyata cukup banyak juga aset yang bermasalah. Lalu apa kita masih percaya dengan hasil audit BPK kalau kondisinya seperti ini," tegasnya.
Tigor juga mengajak masyarakat untuk terus mengawasi kinerja BPK pasca munculnya fakta persidangan Menteri Pertanian soal dugaan jual-beli opini WTP. Sehingga Ia pun menganggap wajar jika opini WTP Pemprov DK Jakarta selama ini dipertanyakan banyak pihak.
"Publik perlu terus mengawasi permainan para oknum yang demi WTP mereka menghalalkan segala cara, karena masyarakat saat ini sudah tidak percaya lagi dengan kerja audit BPK," tegas Tigor.
Sebelumnya, dugaan pelanggaran SLF pada gedung kantor BPK RI Perwakilan DKI Jakarta di Jalan MT Haryono Jakarta Selatan, serta gedung Badan Pendidikan dan Pelatihan Pemeriksaan Keuangan Negara (BPK PKN) yang terletak di Jl. Binawarga II, Kalibata Raya, Jakarta Selatan, ramai menjadi pembicaraan publik.
Sementara itu, Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan Daerah Khusus Jakarta, Heru Hermawanto saat dihubungi wartawan belum memberikan tanggapan lebih jauh terkait adanya dugaan pelanggaran gedung BPK RI tersebut. "Terima kasih atas informasinya, kami pelajari dulu," kata Heru. (DID)
PMJAK Desak Bawaslu DKI Tindaklanjuti Soal Dana Ka...
Yuks Ramaikan Kampanye Akbar Andalan Hati di GOR S...
Masyarakat Bantaeng Sambut Kunjungan Andi Sudirman...
GKJ Pererat Hubungan dengan Warga Melalui Jumat Be...
Demi Kepentingan Kaum Betawi, RK dan Eki Pitung Se...