CARITAU JAKARTA – Balapan Formula E tercatat selalu merugi sejak digelar pertama kali pada tahun 2014. Hingga penyelenggaraan musim ke-6, penyelenggara Formula E akhirnya menemukan formula sehingga mereka mampu mendapatkan profit.
Ketika Formula E mulai digelar pada tahun 2014, banyak pengamat memprediksi balapan ini tak akan berlangsung lama dan akan berhenti setelah beberapa musim saja.
Baca Juga: Anies Dorong Revisi UU KPK
Mereka menganggap balapan ini sekadar gimmick belaka, mengikuti jejak Super League Formula yang menghubungkan balapan dengan klub sepak bola top Eropa, Grand Prix Masters untuk mantan bintang Formula 1 dan Grand Prix A1.
Balapan yang disebut terakhir pernah diikuti oleh pebalap Indonesia Ananda Mikola. Grand Prix A1 adalah balapan di mana pebalap mewakili negara masing-masing, bukan tim seperti halnya di F1. Semua kompetisi itu berakhir, tetapi balapan Formula E tetap mengaspal hingga kini.
Tidak seperti kebanyakan ajang balapan yang bernasib buruk, gimmick Formula E cukup sesuai dengan kebutuhan pembuat mobil karena memungkinkan mereka untuk menunjukkan teknologi mobil listrik ramah lingkungan yang saat ini mulai dilirik masyarakat.
Seperti dilansir dari forbes.com, berdasarkan laporan perusahaan konsultan McKinsey, penjualan kendaraan listrik meningkat sebanyak 63% menjadi lebih dari 2 juta unit pada tahun 2018 dan masih ada ruang untuk pertumbuhan karena baru mewakili 2,2% dari keseluruhan pasar kendaraan. Formula E tidak hanya menampilkan teknologi EV (mobil bertenaga listrik) di lintasan balap layaknya Formula 1, namun juga mewakili pembuat mobil untuk mempromosikannya kepada masyarakat.
Karena minimnya suara yang dihasilkan dari knalpot mobil Formula E, balapan ini sangat cocok digelar di jalan-jalan ikonik di berbagai negara dan ini telah membantunya menjadi pelopor industri EV.
Fokus Pemasaran dan Promosi
Salah satu pendiri Formula E, Alejandro Agag mengatakan bahwa seri tersebut mencapai penilaian 660 juta dollar AS pada tahun 2018.
Dijalankan oleh perusahaan Inggris Formula E Operations (FEO), Formula E tercatat menghasilkan total kerugian bersih sebesar 155 juta dollar AS dalam enam tahun pertama. Agag punya alasan kuat kenapa mereka tak pernah mendapat untung atau untuk sekadar mencapai balik modal.
“Kami bisa saja mencapai break even (impas) tahun ini (2017), tetapi kami memutuskan untuk berinvestasi lebih banyak dalam pemasaran dan promosi,” kata Agag seperti dilansir forbes dari Reuters.
“Semuanya terserah kami kapan kami ingin impas atau tidak. Kami bisa berada di titik impas sekarang, kami bisa berada di titik impas musim selanjutnya, tetapi kami lebih memilih untuk berinvestasi lebih banyak dalam pemasaran dan promosi,” imbuhnya.
Meski mengaku merugi karena kesengajaan demi pemasaran dan promosi, namun penyelenggara Formula E akhirnya memutuskan untuk berbuat sesuatu demi mendapatkan keuntungan dengan membuat peraturan keuangan baru untuk tim-tim yang telah disetujui oleh FIA World Motor Sport Council.
Peraturan ini pada intinya membatasi atau mengendalikan tingkat pengeluaran dari tim dan pabrik peserta Formula E.
Formula E percaya peraturan keuangan terbaru akan membantu ajang balap mobil listrik ini untuk mendapatkan investor baru, mitra komersial, dan mempertahankan peserta yang ada saat ini. Peraturan ini akan berlaku mulai tanggal 1 Oktober 2022 mendatang pada musim ke-9 kejuaraan dunia ABB FIA Formula E World.
Dalam peraturan keuangan baru nanti, masing-masing tim dibatasi pengeluarannya sebesar 14,6 juta dollar AS atau sekitar Rp211 miliar per musimnya, pabrikan memiliki batas maksimal pengeluaran 28,1 juta dollar AS selama dua musim terhitung dari musim 9 dimulai, dan yang terakhir musim 11 pengeluaran tim akan meningkat menjadi 16,8 juta dollar AS per musimnya.
Setelah peraturan mengenai keuangan Formula E resmi diubah, untuk pertama kalinya pada tahun 2019 lalu Formula E membukukan pendapatan sebesar 220,5 juta dollar AS. Selanjutnya, di musim ke-7 yang berlangsung sekitar bulan Februari – Agustus pada tahun 2021, jumlah perusahaan yang mengambil hak siar balapan meningkat pesat sebesar 125% di pasar luar negeri, menurut laporan dari SportsPro.
Khusus di Amerika Serikat, peminat balapan Formula E tumbuh 25% dari tahun ke tahun. Salah satu seri Formula E yang paling ditunggu di Negeri Paman Sam adalah seri E-Prix New York. Total penayangan balapan pada musim 7 mencapai 316 juta di 15 balapan dan persentasenya meningkat sekitar 32% dari tahun ke tahun.
Di Jakarta yang baru saja selesai digelar, balapan Formula E juga cukup mendapat antusiasme dari masyarakat. Meski tak menjual tiket sebanyak balapan top lain layaknya Formula 1 dan MotoGP, namun seluruh tiket yang dijual panitia penyelenggara hampir seluruhnya dibeli masyarakat. (BITA)
Baca Juga: Senam Bareng Rakyat di Pakansari Bogor
formula e jiec ancol balapan mobil listrik anies baswedan jakarta e-prix 2022 jakarta balapan
GRIB JAYA Jakarta Hadir untuk Memberi Manfaat bagi...
SGY Sebut Langkah Alvin Lim dalam Kasus Donasi Agu...
Pemprov DKI Fasilitasi Warga Kolong Tol dan Kolong...
Demonstrasi PW GPII Desak Penyelidikan Tuntas Kasu...
KJP Plus dan KJMU Tahap II Segera Cair, Disdik DKI...