CARITAU JAKARTA – Korupsi proyek pengadaan paket penerapan surat tanda penduduk elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2012 Kementerian Dalam Negeri yang ditaksir merugikan negara Rp2,3 triliun berlanjut, setelah KPK secara resmi menahan dua tersangka.
Kedua tersangka yang sebenarnya telah ditetapkan sejak Agustus 2019 dan kini ditahan adalah mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Isnu Edhy Wijaya dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Husni Fahmi.
Baca Juga: Nusron Wahid Tantang Agus Rahardjo Tunjukkan Bukti Soal Pernyataan Intervensi Jokowi di Kasus e-KTP
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengatakan, meski kasus korupsi sudah lama, namun pihaknya tetap berkomitmen menyelesaikan perkara sampai tuntas.
"Dalam hal ini, KPK telah membuktikan tetap berkomitmen untuk menyelesaikan kasus ini sampai tuntas," kata Lili, di Gedung KPK, Kamis (3/2/2022).
Menurut Lili, kedua tersangka telah diperiksa sejak pukul 11.00 WIB dan setelah memenuhi dasar bukti yang cukup dan kecukupan bukti, maka KPK memutuskan melakukan penahanan.
“Untuk kepentingan penyidikan, tersangka ISE (Isnu Edhy) dan HSF (Husni Fahmi) dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama,” kata Lili.
Artinya kedua tersangka bakal ditahan di Rutan Pomdam Jaya Guntur dan bakal mendekam di sel tahanan setidaknya hingga 22 Februari 2022.
Siapapun Jika Cukup Bukti
Berdasarkan penelusuran KPK, pada Februari 2011 Isnu bersama Agustinus (pihak swasta yang sudah menjadi narapidana) melakukan pertemuan dengan dua pejabat Kementerian Dalam Negeri yaitu Imran dan Sugiharto.
Pertemuan ditujukan agar salah satu konsorsium yang sudah dibentuk dapat memenangkan proyek tersebut, yang ternyata kemudian disetujui dan berujung adanya permintaan komitmen fee buat anggota DPR RI.
"Sebagai Dirut Perum Percetakan Negara, Isnu saat itu membentuk manajemen dan membagi pekerjaan kepada anggota konsorsium. Dia juga mengusulkan adanya ketentuan tiap pembayaran dari Kemendagri untuk pekerjaan yang dilakukan konsorsium dipotong 2% sampai 3% dari jumlah pembayaran," ungkap Lili.
Pemotongan ditujukan untuk kepentingan manajemen bersama. Padahal di dalam rincian penawaran senilai Rp5,8 triliun itu tidak ada komponen tersebut dan seharusnya semua pembayaran digunakan untuk kepentingan penyelesaian pekerjaan.
"Pemotongan sebesar 3% tersebut pada akhirnya mempengaruhi pelaksanaan pemenuhan prestasi Perum PNRI itu sendiri," tambah Lili.
Sementara terkait tersangka Husni, KPK menyebut Husni telah melakukan pertemuan dengan pihak-pihak vendor, padahal Husni adalah Ketua Tim dan Panitia Lelang.
"Dalam pertemuan tersebut diduga terjadi pembahasan tentang proyek e-KTP yang anggaran dan tempatnya disediakan oleh terdakwa Andi Agustinus," ujar Lili.
KPK juga menyebut Husni beberapa kali hadir dalam pertemuan yang dilakukan pada Juli 2010 untuk membahas tentang uji petik, biometrik, teknologi dan teknis e-KTP.
"Dalam pertemuan tersebut, HSF diduga ikut mengubah spesifikasi, rencana anggaran biaya dengan tujuan markup," kata Lili.
Isnu dan Husni disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Lili menambahkan, pihaknya akan terus berupaya maksimal menangani perkara, mengingat penegakan hukum tindak pidana korupsi dibatasi masa kedaluwarsa.
"KPK akan bekerja secara profesional dan menjunjung tinggi asas tugas pokok KPK, dan tentu berdasarkan bukti yang cukup dan kecukupan bukti. Siapapun jika cukup bukti, dipastikan akan dimintakan pertanggungjawaban tanpa pandang bulu," pungkasnya.(GIBS)
Viral! Video Oknum Relawan Paslon Kotabaru 02 H Fa...
Cara Upgrade Skill Gaming dengan Samsung Galaxy A1...
Masuk Minggu Tenang, Pj Teguh Pastikan Jakarta Ber...
Cawagub 02 Fatmawati Dua Bulan Keliling 24 Kabupat...
Kampanye Akbar 02 Andalan Hati, Panglima Dozer: Su...