CARITAU PADANG – Erupsi Gunung Marapi pada Minggu sore (3/12/2023) tampaknya bakal menjadi pengalaman tak terlupakan bagi Benget Hasiholan Mare Mare (21), pendaki anggota Mapala Batara (Mahasiswa Pecinta Alam Bersama Lestarikan Alam Raya) Fakultas Hukum Universitas Riau.
Pada detik-detik terjadi erupsi, kekalutan segera menyerbu Benget yang sebelumnya bersama sembilan pendaki Mapala Batara, sempat menikmati keindahan puncak gunung berketinggian 2.891 meter di atas permukaan laut (Mdpl) itu.
"Minggu jam enam pagi, kami dari Cadas summit (mendaki) ke puncak. Empat jam setelah itu, kami kembali turun ke tenda di Cadas untuk beristirahat sejenak dan packing persiapan turun," kata Benget kepada caritau.com, Sabtu (9/12/2023).
Cadas merupakan posko pendakian terakhir menjelang puncak yang lazimnya digunakan sebagai camping ground para pendaki, di mana konturnya bebatuan terbuka dan lapang. Antara Cadas dan puncak, terdapat Tugu Abel untuk memperingati korban bernama Abel Tasman (siswa SMAN 6 Padang) yang meninggal dunia di Gunung Marapi pada tahun 1992.
Gunung Marapi yang terletak di antara Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Agam, Sumatera Barat, tiba-tiba erupsi memuntahkan asap dan bebatuan pada Minggu pukul 14.54 WIB. Puluhan pendaki yang berada dekat puncak dan bibir kawah harus menjadi korban keganasan gunung yang berstatus waspada sejak belasan tahun itu.
Sekitar jam 14.00 WIB, Benget bersama sembilan temannya mulai beringsut turun meninggalkan Cadas.
Baca juga: Kisah Warga Nagari Batu Palano Evakuasi Zhafirah dan Korban Erupsi Marapi (Bag 2)
Selangkah demi selangkah, kesepuluh pendaki itu mulai meninggalkan kawasan Cadas menuju Pintu Angin yang merupakan perbatasan antara vegetasi terbuka dengan vegetasi tertutup atau hutan di Gunung Marapi.
Setelah melewati Pintu Angin dan masuk hutan, atau sekitar sejam kemudian, suara dentuman keras layaknya halilintar terdengar. Awalnya, Benget bersama dua temannya yang berjalan di depan rombongan, menyangka suara halilintar pertanda akan turun hujan. Namun anggapan langsung memudar, setelah sejurus kemudian angin yang begitu kencang berhembus menerpa mereka.
"Angin tersebut terasa bukan seperti angin gunung, melainkan angin yang ditimbulkan baling-baling helikopter saat terbang rendah," lanjut Benget.
Terasa ada yang janggal dan berpatokan pada pertanda yang muncul, Benget akhirnya menyimpulkan bahwa Gunung Marapi yang baru saja didakinya mengalami erupsi.
Meski begitu, mereka bertiga memutuskan tidak panik karena tidak mengetahui secara pasti berapa tinggi kolom abu yang dilontarkan. Pasalnya, area puncak tertutup oleh pepohonan di sekitar mereka.
"Saya dan dua teman mulai melangkah dengan cepat," ucapnya.
Sejurus berjalan, salah satu teman Benget sempat menanyakan bagaimana kondisi tujuh teman mereka di belakang, apakah perlu ditunggu atau mereka bertiga kembali naik?
"Saya jawab: jangan seperti itu. Ingat prinsip Tim SAR, kalau menyelamatkan orang, pertama kali selamatkan diri sendiri," tegas Benget.
Selanjutnya berbagai kejadian berjalan dengan cepat. Hujan batu tiba-tiba mengepung Benget dan dua temannya. Bahkan beberapa pohon tumbang kejatuhan batu, sementara tanah ikut berlubang dihajar material vulkanik yang berjatuhan dan besarnya beragam.
"Begitu mencekam, saya tidak bisa membayangkan bagaimana pendaki yang masih berada di Cadas atau di puncak," paparnya.
Pada akhirnya, Benget dan dua temannya tiba di pos tiga Paninjauan. Kebetulan di tempat itu terdapat sepetak bangunan yang memiliki atap. Mereka bertiga berlindung sembari menunggu tujuh temannya di belakang.
Barulah sepuluh menit setelahnya, sepuluh pendaki itu berkumpul Kembali di Paninjauan.
"Kami akhirnya kembali satu rombongan. Teman-teman kami juga ada terluka kena serpihan batu. Ada yang kena di kepala, meski masih terlindungi topi yang dipakai. Ada juga kena di pinggang dan menyebabkan lebam," paparnya.
Setelah berkumpul dalam satu barisan, Benget dan romobongan Mapala Batara akhirnya melanjutkan perjalanannya dan baru tiba di pos Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat sekira pukul 17.00 WIB.
Kecemasan, penuh harap akan melewati erupsi, dan rasa persatuaan tinggi telah membuat sepuluh pendaki itu tiba di posko bawah dengan selamat.
Benget mengungkapkan rasa syukur sebesar-besarnya karena keluar dari zona maut, meski menyatakan duka sedalam-dalamnya karena ada puluhan pendaki lain yang harus menjadi korban jiwa. (Rahma Dhoni)
Baca Juga: Pembenahan Jalur Evakuasi Bencana Gunung Marapi
Baca Juga: Operasional Bandara Minangkabau Ditutup Sementara
erupsi gunung marapi sumbar gunung marapi erupsi erupsi marapi
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024