CARITAU JAKARTA - Gugatan warga DKI Jakarta dari lintas golongan, akhirnya naik ketingkat banding. Ketetapan ini diputuskan setelah Hukum Pengadilan Tinggi Jakarta, menilai putusan pengadilan tingkat pertama sesuai dengan dalih gugatan pencemaran udara pada 16 September 2022 lalu.
Setelah itu, dalam putusan 20 Oktober 2022 kemarin, hakim banding menyatakan gugatan tersebut relevan dan mewakili kepentingan publik. Adapun gugatan itu berbunyi ialah memperjuangkan udara bersih di ibu kota Indonesia saat ini.
Baca Juga: Polda Metro Jaya Tangkap Empat Pelaku Tipu-tipu Tiket Coldplay di Sulsel
Tim Advokasi Penggugat, Jeanny Sirait menjelaskan, gugatan yang dilayangkan 32 warga ini telah disampaikan sejak 4 Juli 2019 silam. Gugatan itu sendiri dikenal sebagai Citizen Law Suit (CLS) pencemaran udara.
CLS sendiri memiliki arti gugatan yang diajukan perseorangan atau sekelompok warga negara kepada negara atas nama kepentingan hukum, di mana penggugat tidak perlu membuktikan secara rill mengalami kerugian.
Baca juga : Krisis Pengelolaan Sampah Makanan Sisa, Indonesia Mesti Belajar ke Korea Selatan
Penggugat menilai kualitas udara Jakarta kian hari, kian memburuk dan dapat menyebabkan kerugian seperti halnya penyakit. Kondisi ini, kata Jeanny, telah melanggar UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Kemenangan kembali warga Jakarta ini menguatkan fakta bahwa udara bersih sejatinya adalah kebutuhan yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia sehari-hari,” kata dia usai proses putusan.
Mengidamkan Langit Indah di Ibukota
Sejatinya, pada 2020 silam, sejumlah warga membagikan foto-foto langit di Jakarta berwarna biru cerah dengan mempesona. Fenomena terjadinya langit biru di Jakarta disinyalir karena adanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan penularan Covid-19.
Kebijakan tersebut membuat sejumlah perusahaan, maupun warga mesti beraktivitas lewat rumah. Tentunya, berdampak pada jumlah kendaraan yang melintang di jalanan, maupun berhentinya beroperasi sejumlah PT. Seperti yang diketahui, dua aktivitas itu kerap menjadi penyumbang terbesar asap di ibukota.
Bahkan Anies, sebagai Gubernur Jakarta saat itu angkat bicara mengenai membaiknya kualitas udara selama pandemi. Namun, setelah pandemi mereda, kualitas udara di Jakarta kembali ke setelan pabrik, atau seperti kondisi sebelum adanya Corona.
Untuk itu, penggugat yang telah jauh-jauh hari mendesak pemerintah agar bisa tanggung jawab. Penggugat yang terdiri atas berbagai latar belakang, mulai dari mahasiswa, wiraswasta, karyawan sampai aktivis lingkungan. Sedangkan tergugat adalah Presiden Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan, Mendagri, Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat dan Gubernur Banten.
Hakim menilai, lima dari tujuh tergugat (kecuali Gubernur Jabar dan Gubernur Banten) menghukum mereka menjalankan Sembilan poin putusan hakim, sebagai upaya untuk mengendalikan pencemaran udara Jakarta.
Baca juga : Pasien Pertama Gagal Ginjal Akut pada Anak di Tarakan Meninggal Dunia
Seperti yang diketahui, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 16 September 2021 silam, telah mengeluarkan sanksi kepada tergugat. Sanksi tersebut berbunyi, di antaranya meminta Jokowi untuk menetapkan baku mutu udara ambien nasional yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia, lingkungan dan ekosistem, termasuk kesehatan populasi yang sensitif berdasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kemudian, mendesak Menteri KLHK untuk melakukan supervisi terhadap Gubernur Jakarta, Gubernur Banten dan Gubernur Jabar. Lalu, meminta Mendagri untuk pengawasan dan pembinaan terhadap Gubernur DKI, mendesak Kemenkes untuk melakukan penghitungan penurunan dampak Kesehatan akibat pencemaran udara, dan lain-lain.
Namun, Presiden dan para Menteri pun turut melakukan banding pada Oktober 2021. “Sepekan setelah digugat, Jakarta menerbitkan Instruksi Gubernur Nomor 66 Tahun 2019,” kata Yogi Ikhwan, Juru Bicara Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta.
Instruksi pengendalian pencemaran udara itu diperkuat dengan penerbitan Pergub DKI Jakarta Nomor 66/2020 tentang uji emisi kendaraan. Pada 17 Oktober 2022, Pengadilan tinggi DKI Jakarta memberikan putusan yang memperkuat putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
“Kami mendesak pemerintah tak lagi mengajukan kasasi atas putusan banding yang dimenangkan warga ini. Menurut kami akan lebih bijaksana bagi pemerintah menjalankan putusan pengadilan itu,” kata Jeanny, dikutip situs Forest Digest, Sabtu (22/10/2022).
Hingga saat ini, standar baku mutu udara ambien (BMUA) di Indonesia tercatat 55 mikrogram per kubik untuk harian, serta 15 mikrogram per kubik untuk tahunan. Angka ini tiga kali lebih rendah dari standar Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang berpedoman pada maksimal 15 mikrogram per kubik untuk harian dan 5 mikrogram per kubik untuk tahunan.
Baca juga : Kemkes Dorong Pengembangan 'Citizen Health App' untuk Pemerataan Akses Kesehatan
Jeanny merujuk data Koalisi Inisiatif Bersihkan Udara Kota dan Semesta yang menyebutkan bahwa kualitas udara Jakarta kian memburuk.
“Data dalam satu tahun terakhir menunjukkan hanya ada satu bulan di mana kualitas udara di DKI Jakarta mengalami perbaikan, yakni Desember 2021 dimana nilai PM2.5, polutan utama penyebab pencemaran udara, mengalami penurunan akibat musim hujan. Namun yang terjadi pada musim kemarau (Juni-Juli 2022) data menunjukkan bahwa nilai PM2.5 melonjak,” terang dia.
Lanjutnya, dari lima wilayah yang telah didata yakni Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Utara, tak ada satu pun yang menunjukkan nilai rata-rata tahunan PM2.5 sesuai rekomendasi WHO yakni 5 µg/m³ per tahun. Sebaliknya, kelima wilayah DKI Jakarta tersebut melampaui rekomendasi WHO hingga 7,2 kali lipat.
Bahkan, Lembaga data kualitas udara IQ Air pada Juli 2022 menempatkan Jakarta sebagai peringkat pertama dari sepuluh besar kota paling berpolusi di Indonesia dengan indeks kualitas udara di angka 180 karena konsentrasi Particulate Matter (PM) 2.5 Jakarta berada pada angka 111.5 mikrogram per meter kubik atau 22,3 kali di atas nilai pedoman kualitas udara WHO.
Kemenangan di pengadilan banding ini menunjukkan ada yang salah dalam pengelolaan udara bersih di Jakarta.
“Gugatan pencemaran udara adalah hak setiap warga negara, sama seperti hak setiap orang mendapatkan lingkungan yang sehat seperti diatur dalam peraturan-peraturan internasional. Di masa depan, abai menangani perlindungan lingkungan akan bisa digugat ke dunia internasional,” tutup dia. (RMA)
Baca Juga: Monas Week 2023
gugatan warga cls pencemaran udara pengadilan tinggi jakarta jakarta who
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...