CARITAU JAKARTA – Percepatan penurunan stunting adalah salah satu program prioritas pada Pemerintahan Presiden Joko Widodo. Untuk itu pemerintah menjalankan berbagai pendekatan untuk menekan laju stunting di tanah air. Melansir data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) pada 2021, laju stunting di Indonesia tercatat terus mengalami penurunan.
Menurut Kepala Sub Direktorat Kesehatan Kementerian Komunikasi dan Informatika Maroli Jeni Indarto, saat ini prevalensi stunting di Indonesia adalah 21,6%, sementara target yang ingin dicapai adalah 14% pada 2024.
Baca Juga: Presiden Jokowi dan Mentan Bersepeda Keliling Mataram, Resmikan Bendungan Tiu Suntuk
Kementerian Komunikasi dan Informatika, kata Maroli, terus mendorong keterlibatan generasi muda agar memahami dengan baik fenomena stunting. Karena, generasi mudalah yang kelak akan melahirkan generasi berikutnya yang sehat dan bebas stunting.
“Untuk melahirkan generasi yang prima di masa depan, pencegahan stunting menjadi keharusan. Pemerintah saat ini terus mengurangi persentase stunting. Penanganan yang serius terhadap stunting berkorelasi terhadap lahirnya generasi yang unggul di masa depan,” tegas Maroli saat dihubungi caritau.com, di Jakarta Jumat (13/10/2023).
Menurut Maroli, generasi muda menjadi salah satu target utama dalam kampanye pencegahan stunting di Indonesia. Di daerah tertentu dengan angka stunting yang tergolong tinggi, tim dari Kemenkominfo menyampaikan pesan edukatif seputar pencegahan stunting kepada calon pengantin, anak muda, serta mahasiswa.
“Kita berharap, dengan edukasi seputar pencegahan stunting ini, anak-anak muda kita makin memahami cara mengasuh dan merawat balita agar nantinya anak-anak mereka tumbuh secara sehat, norma, dan bebas dari stunting,” jelas dia.
Khusus untuk pencegahan stunting, Kemenkominfo mengusung kampanye GenBest. GenBest merupakan akronim dari Generasi Bersih dan Sehat. Kampanye ini merupakan inisiasi Kemenkominfo untuk menciptakan generasi Indonesia yang bersih dan sehat serta bebas stunting. GenBest mendorong generasi muda agar menerapkan pola hidup bersih dan sehat di kehidupan sehari-hari.
Adapun kampanye sosialisasi GenBest dilakukan melalui berbagai platform antara lain, situs genbest.id, serta media sosial @genbestid. GenBest menyediakan berbagai informasi seputar stunting, kesehatan, nutrisi, tumbuh kembang anak, sanitasi, siap nikah, maupun reproduksi remaja dalam bentuk artikel, infografik, serta videografik.
Dari sisi kebijakan, percepatan penurunan stunting menjadi prioritas pembangunan yang dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting yang mana target penurunannya ditekan menjadi 14 persen di tahun 2024. Saat ini prevalensi stunting di Indonesia berada di angka 21,6%, masih di atas 20 persen atau melampaui batas yang ditoleransi Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Definisi Stunting Berubah dari Waktu ke Waktu
Dilansir dari laman resmi Kementerian Kesehatan, definisi Stunting terus mengalami perubahan. WHO pada tahun 2015 mengatakan stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, ditandai Degnan panjang atau tinggi badannya berada di bawa standar.
Pada tahun 2020, WHO kemudian merevisi definisi tersebut. Stunting disebut WHO sebagai pendek atau sangat pendek berdasarkan Panjang/tinggi badan menurut usia yang kurang dari -2 standar deviasi pada kurva pertumbuhan WHO yang terjadi dikarenakan kondisi irreversibel akibat asupan nutrisi yang tidak adekuat dan/atau infeksi berulang/kronis yang terjadi dalam 1000 HPK.
Sementara menurut UNICEF, stunting didefinisikan sebagai persentase anak-anak usia 0 sampai 59 bulan, dengan tinggi di bawah minus (stunting sedang dan berat) dan minus tiga (stunting kronis) diukur dari standar pertumbuhan anak sesuai ketentuan Badan Kesehatan Dunia atau WHO.
Di Indonesia, kata Maroli, pemahaman masyakarat tentang stunting berfokus pada masalah tinggi badan. Padahal, lanjut Maroli, dalam salah satu pidatonya, Presiden Joko Widodo mengingatkan perihal bahaya stunting yang berdampak pada rendahnya kemampuan anak untuk belajar, keterbelakangan mental, dan munculnya penyakit-penyakit kronis yang gampang masuk ke tubuh anak.
Melansir data dari Kemenkes, persentase stunting tertinggi di Indonesia ada di lima provinsi, yakni Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, Aceh, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Tenggara. Namun, jika dihitung dari sisi jumlah, persentase terbanyak ada di Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Banten.
Maroli bilang, tantangan Indonesia dalam menekan stunting terletak pada ketersediaan infrastruktur kesehatan. Dengan jumlah balita yang mencapai 21,8 juta, hanya terdapat 300 ribu posyandu dan 10.200 puskesmas. Artinya jumlah kedua layanan kesehatan ini belum merata. Ada satu kecamatan punya tujuh puskesmas namun ada satu kecamatan yang hanya punya dua puskesmas.
Untuk itulah, imbuh dia, selain program-program edukasi, solusi nyata untuk mencegah stunting ialah dengan mendayagunakan seluruh infrastruktur kesehatan yang ada. Upaya meningkatkan asupan gizi balita juga harus diubah.
“Sesuai arahan Presiden Joko Widodo, pemberian makanan tambahan bagi anak berusia di atas enam bulan dianjurkan menggunakan produk lokal yang mengandung protein hewani. Ke depan, pemberian biskuit sebagai makanan tambahan di posyandu harus dihentikan. Sebab, dalam pemantauan percepatan penurunan stunting, Presiden menilai biskuit tidak efisien untuk mencegah stunting pada anak,” papar Maroli. (FAR)
Baca Juga: Setelah Mahfud, Sri Mulyani Dikabarkan Bertemu Jokowi di Istana, Ikut Mundur?
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...